Culuster Jaringan Industri Pangan Versus Undang Undang Pangan Nasional
KENDARI.DETIKSULTRA.COM – Menarik sekali untuk disimak Pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Saat ini BUMN sedang menyiapkan Roadmap untuk industri pangan di BUMN. Dengan penggabungan PTPN, BULOG, dan RNI. Dalam cluster pangan akan mendorong terbentuknya rantai industri pangan yang terkonsolidasi di BUMN. (Kompas. 22/5/2020).
Tafsir UU Dibutuhkan satu Kementerian sekelas Menko atau penguatan lembaga pangan disalah satu BUMN yang ada seperti BULOG untuk mengkoordinasikan berbagai kewenangan terkait pangan. Konstitusi memerintahkan untuk menyelenggarakan tatanan pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia.
Olehnya itu masih ada ang pekerjaan rumah pemerintah yang belum dilaksanakan, sesuai perintah UU (Undang Undang) no 18 tahun 2012 Tentang Pangan. Secara tersurat untuk membentuk LPN (Lembaga Pangan Nasional), yang memiliki otoritas yang kuat untuk mengorganisasikan, mengatur, dan mengarahkan lintas kementrian/sektor dalam kebijakan dan program terkait pangan.
Amanat UU tersebut, mensuratkan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata dan berkelanjutan berdasakan kedaulatan pangan, dan ketahanan pangan Nasional.
Penggabungan beberapa BUMN dalam cluster pangan tersebut, seperti yang dimaksud pak Menteri, akan sejalan dengan bunyi UU Pangan pasal 126 disebutkan, “Dalam hal mewujudkan kedaulatan pangan, Kemandirian pangan dan ketahanan pangan nasional, dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan, yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada presiden.” Kemudian pada pasal 127 disebutkan diperkuat lagi, “Lembaga pemerintah sebagai mana dimaksud dalam pasal 126 mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah dibidang pangan.”
Amanat UU pangan tersebut sudah jelas dengan terang bahwa BULOG yang pas ditugaskan dan telah melaksanakannya selama ini. baca juga tulisan di Kompas Lima tahun lalu (30/5 /2015), pernah menurunkan berita dengan judul “Lembaga Pangan Dipercepat” dan Bulog perlu kembali menjadi Buffer stock di laman ekonomi. Jadi pesan UU Pangan tersebut, tinggal memper kuat dengan
melengkapi otoritas dan kewenangan Perum BULOG, untuk mengatur dan menjaga ketersediaan dimana tempat, mudah diakses dengan harga terjangkau, dalam stok pangan yang cukup supaya stabil harga pangan nasional.
Pada pasal 128 dalam UU pangan sesuai Bab XII Tentang kelembagaan Pangan sebagai mana dituliskan, “Lembaga pemerintah sebagai mana dimaksud dlam pasal 127 dapat mengusulkan kepada presiden untuk memberikan penugasan khusus kepada badan usaha milik negara (perpres no 48 thn 2016) dibidang pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan dan /atau distribusi pangan pokok dan pangan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sejalan dengan roh/napas UU pangan tersebut maka menggabungkan Bulog kedalam bentuk Cluster Pangan sebaiknya tidak mereduksi PERPRES No 48 Tahun 2016 tentang penugasan kepada Perum BULOG dalam rangka ketahanan pangan nasional. Dan PTPN lebih diposisikan sebagai penyangga sumberdaya produksi dan memproduksi supaya ikut melaksanakan tersedianya pasokan bahan pangan yang lebih pada ketersediaan pasokan seperti Gula dan bahan pangan lainnya. Sehingga RNI dapat diposisikan sebaga bagian dari marketing dan pelaksanaan ekpor impor.
Ada apa dengan Pangan Nasional?
Sejak pemerintah menelan pil pahit IMF sejak 1998 yang membatasi dan meliberalisasi perdagangan komoditi Pangan, maka Peran dan fungsi BULOG otomatis berubah. Perubahan tersebut menjadi hanya mengurus Beras dan Gula (sebagai Operator). Adapun kewenagan yang lainnya sudah beralih ke beberapa kementerian terkait : Pertama, kewenangan dan kebijakan impor pangan dipegang oleh Kementerian perdagangan Dulunya BULOG sebagai regulator.
Kedua, Penyelenggaraan tanggung jawab PSO (Public Services Obligation) sebagai outlet penyaluran beras terbesar BULOG, kewenangan dan kebijakan datanya di pegang sendiri oleh Kementrian Sosial. Sekaligus operator penyalur beras seperti (Program Raskin), kemudian diganti dengan Program Bantuan Langsung tunai (BLT), dan program BPNT (Bantuan pangan non tunai). Oleh karena dialihkannya dana raskin ke program lain (BPNT) dalam rangka program penanggulangan kemiskinan, yang meliputi perlindungan sosial, Jaminan Sosial, Pemberdayaan sosial, Rehabilitasi sosial, dan pelayanan Dasar. Maka BULOG tidak lagi bisa menjaga stok tinggal hanya mengelola Cadangan Beras Pemerinta kurang lebih sebesar 500 ribu ton pertahun.
Ketiga kebijakan produksi pangan berasnya di kontrol dan di koordinasikan dengan Kementerian Pertanian. Perum Bulog sekarang ini disuruh oleh pemerintah untuk membeli Beras petani (Input) sebanyak banyaknya guna menjaga stok Nasional dan menjaga harga di tingkat produsen agar petani tetap bergairah menanam padi ladang dan sawah.
Carut Marutnya penyelenggaraan Bantuan Covid 19 terutama data kemiskinan yang di kelola kementerian Sosial, data orang miskin yang belum dimutahirkan, pelaksanaan implementasi dilapangan yang rawan penyelewengan dapat menyebabkan tidak tepat sasaran, tidak tepat jumlah, tidak tepat kualitas dan tidak tepat Administrasi dl lainnya.
Kementerian Sosial sebagai penanggung jawab kebijakan karena memegang (DIPA Anggara Negara). Jadi tumpang tindih tugas Kemensos, selain menguasai tidak akuratnya data kemiskinan, kementrian ini sekaligus berfungsi sebagai Operator distributor /penyalur dan pembelian beras bantuan pangan orang miskin. Sejatinya kegiatan pengadaan dan distribusi pangan adalah rananya Perum BULOG.
Penulis : Oleh Dr.Laode Amijaya Kamaluddin