Metro Kendari

Warga Keluhkan Dampak Tambang Pasir Nambo, AJP Sarankan Pemkot Kendari Revisi RTRW

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Warga Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo, Kota Kendari keluhkan adanya aktivitas tambang pasir. Mereka menilai keberadaan tambang pasir akan merusak lingkungan sekitar.

Seperti yang diungkapkan Hendrik saat Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) Aksan Jaya Putra (AJP) mengadakan reses masa sidang III 2021 di Kelurahan Nambo beberapa hari lalu.

Di hadapan AJP, ia bercerita dahulu sungai yang dijadikan tempat mencuci pakaian dan mandi.
Namun saat ini sudah tidak dapat lagi digunakan karena sudah tercemar limbah tambang pasir.

“Dampak yang paling merasakan ya kami, dulu sungai itu jernih tapi sekarang sudah keruh dan tidak bisa digunakan mandi atau mencuci pakaian,” katanya.

Harsan Binauli, juga warga Nambo mengeluhkan hal yang sama. Katanya kurang lebih 10 tahun berjalan tambang pasir di wilayahnya, tapi tidak ada sama sekali kontribusi yang diberikan untuk masyarakat.

Mulai dari dana CSR maupun dana reklamsi. Yang ada bukannya asas manfaat, tetapi dampak kerusakan lingkungan yang didapatkan.

“Sudah mau habis gunungnya Nambo belum ada kontribusinya. Memang benar ada sisi baiknya karena sebagian keluarga kami sudah dipekerjakan. Tapi ke depannya dampaknya akan lebih besar,” tegas dia.

Menanggapi keluhan warga, AJP meminta agar Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari segera menghentikan aktivitas tambang pasir sebelum ada polemik panjang.

Dia juga mengungkapkan sejak tahun lalu (2020), Pemkot Kendari disarankan agar merevisi rencanan tata ruang wilayah (RTRW) terkait wilayah pertambangan.

Sebab, tanpa memiliki izin usaha pertambangan (IUP), Pemkot Kendari agak sulit mengejar kewajiban perusahaan tambang pasir.

“Misal, bicara soal CSR atau reklamasi perusahaan tidak punya kewajiban karena tidak ada izin. Belum lagi bicara dampak lingkungan, bagaimana kita mau tindak, RTRW Kota Kendari saja tidak izin usaha pertambangan,” ungkapnya.

Padahal banyak aktivitas tambang, seperti pasir Nambo, pengambilan material tanah uruk di Labibia dan Abeli Dalam. Hal ini tentunya menjadi soal yang harus segera dicarikan solusi.

Makanya, ia menyarankan Pemkot Kendari harus merevisi RTRW, walupun memang akan memakan waktu yang cukup lama. Tinggal berkordinasi dengan Pemprov Sultra, setelah itu tinggal ke Kementerian ATR untuk meminta solusi.

“Tapi untuk hari ini, kita minta ke Wali Kota agar tegas dan menutup aktivitas tambang sambil mencari formulasi yang tepat. Itupun formulasinya yaitu revisi RTRW, jika tidak maka daerah tidak dapat apa-apa,” tandasnya. (cds*)

Reporter: Sunarto
Editor: J.Saki

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button