Sosok Aipda Madukala Kundoro, Polisi yang Dirikan Rumah Belajar Bagi Anak Jalanan di Kendari
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Di balik kesibukan sehari-harinya sebagai abdi negara, anggota Polri Aipda Madukala Kundoro rela menyisihkan waktunya mendirikan rumah belajar bagi anak-anak di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Apida Madukala Kundoro yang bertugas sebagai Babinsakamtibmas di area Kecamatan Wuawua menceritakan awal mula pendirian rumah belajar atau Bimbingan Belajar Bhabinkamtibmas.
Dia mendirikan pada 2016 silam diperuntukkan untuk anak-anak yang putus sekolah, anak jalanan, anak yang kurang mendapat perhatian orang tua, dan anak disabilitas.
Pendirian ini tidak terlepas dari bentuk keprihatinannya melihat kondisi para generasi muda yang terlunta-lunta akan pendidikan. Sebab menurut dia, semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang sama, termasuk mereka yang nasibnya kurang beruntung.
Sejak 2016 hingga kini, Aipda Madukala Kundoro sudah memiliki 75 orang anak didik yang terdiri dari berbagai latar belakang berbeda, mulai anak disabilitas, anak jalanan, anak putus sekolah dan anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya.
Rumah belajar yang saat ini ditempati di Lorong Beringin, Kelurahan Bonggoeya, Kecamatan Wuawua, Kota Kendari merupakan rumah pinjam pakai dari warga.
Dia mengaku, rumah belajar yang digunakan sekarang, sudah rumah ketiga. Sebelumnya dirinya mengajar di pos ronda dengan jumlah anak didik lima orang. Namun saat ini, anak didiknya sudah bertambah banyak.
“Saya mengajar tiga kali seminggu bersama dengan istri saya. Yang kita ajarkan bukan hanya pelajaran dasar, tapi soal agama, bahaya narkoba dan lain-lain,” ucap dia, Rabu (8/2/2023).
Sejak kedatangannya mendirikan rumah belajar di lingkungan tersebut, suasana yang tadinya tempat di mana bagi pengguna lem-lem, narkoba dan kenakalan remaja lainnya, kini berubah drastis.
“Sejak adanya bimbingan belajar Bhabinkamtibmas langsung berubah drastis dan gangguan kamtibmas sudah kembali kondusif,” katanya.
Belajar di tempatnya, kata dia, semua gratis tanpa dipungut biaya dari anak didiknya. Bahkan, setengah gajinya dari kepolisian disisipkannya untuk membeli meja, papan tulis, buku, dan alat tulis serta makanan setiap kali pertemuan.
Ditanya soal bantuan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari, dirinya mengaku tidak ada sama sekali. Padahal, sudah beberapa kali dirinya meminta bantuan untuk pengadaan buku ke Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial untuk kebutuhan operasional anak didiknya.
Bukannya direspons baik, malah justru yang diminta terkait izin operasionalnya. Padahal rumah belajar yang didirikannya bukan sebuah yayasan melainkan swadaya yang perlu mendapat dukungan dari pemerintah, meski tak sebanyak yang diminta.
“Kita dirikan ini swadaya bukan yayasan. Jadi pihak RT RW, kelurahan, kecamatan bahkan ke tingkat OPD, hanya sekadar mengetahui saja, tapi tidak ada respons mendukung kegiatan kita,” tuturnya.
Kini ayah tiga anak itu, yang tengah dipikirkannya bagaimana anak didiknya bisa mendapat ijazah. Sebagaimana yang dia ketahui, di sekolah tingkat SD maupun SMP ada yang namanya ujian persamaan atau biasa disebut ujian paketan.
Menurut dia, selembar ijazah begitu penting bagi mereka. Pasalnya, percuma juga ketika sudah diajarkan tentang ilmu pengetahuan, tetapi tidak mendapatkan pengakuan melalui ijazah.
Nah, ini yang dilakukannya meminta ke dinas terkait untuk memberikan petunjuk sekolah-sekolah mana saja yang bisa anak didiknya mengikuti ujian persamaan.
“Di situ kendalanya, saya ingin bermitra dengan dinas terkait supaya mereka bantu saya, tapi yang mereka tanyakan berapa budgetnya, berapa operasionalnya. Padahal sudah mereka-mereka ini yang perlu dibantu untuk mendapatkan pendidikan yang layak,” jelasnya.
Terlepas dari semua itu, tambah dia, apa yang dilakukannya hanya semata-mata untuk mendedikasikan nilai-nilai agama dan Pancasila yang sudah tertanam dalam dirinya. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Biyan