BOMBANA, DETIKSULTRA.COM – Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Bombana, terus menuai polemik.
Munculnya polemik ini menggusarkan anggota DPRD Bombana, sehingga turut berkomentar soal kenaikan pajak tersebut.
Anggota DPRD Bombana, Heryanto, menganggap bahwa kenaikan NJOP PBB – P2 adalah hal biasa, dan menganggap kenaikan PBB – P2 tidak ada hubungannya dengan utang Pemkab Bombana.
Malah politisi Golkar Bombana ini menyebut, bahwa kelemahan ada pada pemerintah kecamatan dan desa yang kurang menyosialisasikan kemasyarakat.
Padahal tambah Heryanto, kenaikan pajak sudah sesuai pasal 79 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009, dimana besaran NJOP berubah setiap 3 tahun, sesuai perkembangan wilayah.
“Disini kelemahannya ada ditingkatan camat dan kepala desa, kenapa tidak ikut mensosialisasikan itu, ini yang putus,” ungkap Heryanto, Rabu (17/7/2019).
Menanggapi soal kelemahan sosialisasi yang dilontarkan politisi Golkar, ditepis Kepala Desa Mulaeno, Kecamatan Poleang Tengah H. Helmi.
Menurut Helmi, anggapan kurangnya sosialisasi kenaikan pajak pejabat kecamatan dan desa adalah hal keliru, justru pejabat wilayah tersebut belum menerima instruksi sosialisasi melalui surat resmi.
“Bagiamana mau sosialisasi surat juga tidak ada yang masuk, seandainya ada itukan tidak masalah,” ungkap H. Helmi kepada detiksultra.com.
Dirinya menganggap, pernyataan Heryanto selaku wakil rakyat tidak berpihak kepada rakyat, terkesan pemaksaan, dan justru mempersulit masyarakat kecil.
“Kenaikan pajak tidak mesti harus langsung 300 persen, ini sangat mempersulit masyarakat,” kesalnya.
Reporter : Arif
Editor: Dahlan