Perpres 59 Terbit, BPJS Kesehatan Wilayah IX Pastikan Peserta Terpenuhi Hak Pelayanan dan Kelas Perawatan
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah IX, Yessi Kumalasari, memastikan peserta program JKN terpenuhi semua hak pelayanan dan hak kelas perawatannya.
Hal ini berdasarkan beberapa pembaharuan ketentuan paska diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
“Perpres tersebut ditetapkan dan diundangkan pada 8 Mei 2024, terdapat 24 Pasal yang berubah dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024. Terdiri dari 18 perubahan pasal, 3 penambahan pasal dan 2 penghapusan pasal,” ujarnya dalam Media Workshop di Kota Makassar, Kamis (06/06/2024).
Yessi menuturkan, Pasal 1 angka 4a Perpres Nomor 59 Tahun 2024 kini sudah mengatur tentang Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK). KDK sendiri merupakan kebutuhan esensial menyangkut pelayanan kesehatan perorangan guna pemeliharaan kesehatan, penghilangan gangguan kesehatan, dan penyelamatan nyawa, sesuai dengan pola epidemiologi dan siklus hidup.
Jadi, manfaat medis harus diberikan berdasarkan KDK dengan kriteria yakni antara lain upaya pelayanan kesehatan perorangan, pelayanan kesehatan untuk menyelamatkan nyawa dan menghilangkan gangguan produktivitas.
“Selain itu pelayanan kesehatan yang menimbulkan risiko yang tidak tertanggungkan bagi peserta, pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien, pelayanan yang terstandar, tidak dibedakan berdasarkan besaran iuran peserta, dan/atau bukan cakupan program lain,” katanya.
Selanjutnya Yessi menambahkan, dalam Pasal 24 Perpres Nomor 59 Tahun 2024 juga telah mengatur manfaat nonmedis yang merupakan manfaat penunjang pelayanan kesehatan termasuk fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap.
Fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap mencakup sarana dan prasarana, jumlah tempat tidur, dan peralatan yang diberikan berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
“Sejak awal tadi telah kami sampaikan desclaimer, bahwa kami belum bisa menyampaikan apapun terkait dengan KRIS karena memang belum ada aturan turunan teknisnya berupa Peraturan Menteri Kesehatan,” ungkapnya.
Yessi juga menegaskan, paska diundangkannya Perpres Nomor 59 Tahun 2024 ini, pihaknya akan semakin gencar untuk memastikan seluruh mitra (FKTP dan FKRTL) memahami ketentuan dalam Perpres 59 tahun 2024, memastikan peserta memahami alur penjaminan dan pelayanan sesuai Perpres 59 tahun 2024.
“Kami juga akan memastikan peserta terpenuhi hak pelayanan dan hak kelas perawatan sesuai ketentuan serta bersama seluruh pemangku kepentingan Program JKN melakukan monitoring evaluasi pelaksanaan ketentuan Perpres 59 tahun 2024,” ujarnya.
Yessi menyebut, ada beberapa pembaharuan penting dalam Perpres ini. Salah satu pembaharuan penting tersebut adalah terkait dengan denda pelayanan rawat inap.
Kini dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan aktif kembali, peserta wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan hanya satu kali rawat inap selama 45 hari masa pengenaan denda layanan.
“Kalau dulu dendanya untuk setiap kali rawat inap, tapi kalau di Perpres yang baru cukup satu kali saja dendanya meskipun beberapa kali dirawat inap selama 45 hari sejak pelunasan. Dan kini denda paling tinggi hanya Rp20juta, di Perpres sebelumnya Rp30juta,” katanya.
Lebih lanjut, tambah Yessi, kini ada juga pembaharuan ketentuan terkait dengan kepesertaan bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) segmentasi Pekerja Penerima Upah (PPU) yang mengalami PHK tetap memperoleh manfaat jaminan kesehatan paling lama enam bulan sejak di PHK tanpa diwajibkan membayar iuran.
“Namun PHK tersebut harus dibuktikan dengan bukti diterimanya PHK oleh pekerja dan tanda terima laporan PHK dari dinas daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang ketenagakerjaan,” ujarnya.
Yessi melanjutkan, PHK juga bisa dibuktikan dengan perjanjian bersama dan tanda terima laporan PHK dari dinas daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan atau akta bukti pendaftaran perjanjian bersama atau petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (bds)
Reporter: Muh Ridwan Kadir
Editor: Wulan