Pelanggar PPKM di Kendari Bakal Disanksi Pidana, Ini Kata Pengamat Hukum
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan satu dari 43 kabupaten/kota yang menerapkan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro.
Penerapan itu sesuai instruksi Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian RI.
Dari kebijakan itu, setidaknya pemerintah pusat melalui menterinya mengeluarkan 11 aturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat ketika PPKM mikro tersebut diterapkan.
Namun dari 11 aturan itu, Pemprov Sultra melalui dinas kominfo menambah aturan di luar dari instruksi pemerintah pusat.
Aturan tambahan itu berupa sanksi administrasi (denda) dan sanksi pidana dengan kurungan penjara enam hari. Ini berlaku bagi masyarakat yang melanggar ketentuan tersebut.
Pengamat Hukum Sultra, Andre Dermawan menilai wacana kebijakan pemberian sanksi pidana bagi pelanggar PPKM mikro sudah tepat.
Menurut dia, dalam situasi pandemi Covid-19 seperti ini, memang harus ada sebuah kebijakan yang menjurus ke efek jera.
“Aturan itu agar berlaku efektif harus memuat sanksi baik sanksi administratif maupun pidana. Supaya ada efek jera,” ujar dia, Rabu (7/7/2021).
Namun lanjut dia, dalam menerapkan kebijakan itu pemerintah harus benar-benar adil. Jadi bukan hanya menyasar pelanggar masyarakat kecil, namun semuanya tanpa pandang bulu.
“Hanya penerapan di lapangan susah, karena kadang pelaksanaanya pandang bulu, hanya menyasar masyarakat kecil. Jika demikian maka masyarakat pasti protes,” tuturnya.
Dia menambahkan, agar tidak timbul gejolak sosial, pemerintah perlu jeli melihat pelanggaran yang dibuat masyarakat.
Misalnya, kalau pelanggarannya tidak terlalu serius atau berdampak, minimal diberikan sanksi administratif, sebaliknya jika pelanggarannya serius dan berdampak harus diberikan sanksi pidana.
Sebagai informasi, berikut 11 aturan dalam penerapan PPKM mikro di Kota Kendari:
1. Kegiatan tempat kerja/perkantoran bekerja dari rumah (WFH) sebanyak 75 persen dan WFO hanya 25 persen.
2. Kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring (online).
3. Sektor esensial bisa tetap beroperasi 100% dengan pengaturan jam operasional dan protokol kesehatan. (kesehatan, bahan pangan, makanan, minuman, energi, komunikasi dan TI, keuangan, perbankan, sistem pembayaran, pasar modal, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri objek vital nasional/tertentu, dan kebutuhan pokok masyarakat).
4. Kegiatan restoran untuk makan di tempat (dine in) dibatasi hanya 25 persen dan maksimal sampai pukul 17.00. Sementara untuk take away dan pesan antar dibatasi sampai pukul 20.00.
5. Pusat perbelanjaan mal tetap boleh buka sampai maksimal pukul 17.00 WIB dengan kapasitas 25 persen.
6. Proyek konstruksi bisa beroperasi sampai 100 persen.
7. Kegiatan keagamaan di rumah ibadah sementara ditiadakan.
8. Semua fasilitas publik ditutup sementara waktu.
9. Seluruh kegiatan seni dan budaya ditutup sementara waktu.
10. Seluruh kegiatan seminar dan rapat ditutup sementara waktu.
11. Kegiatan transportasi umum akan diatur oleh pemda untuk kapasitas dan protokol kesehatan. (bds*)
Reporter: Sunarto
Editor: J. Saki
7. Kegiatan keagamaan di rumah ibadah sementara ditiadakan. <— kenapa gak dimasukkan ke 'sektor esensial'? sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.