Pakaian Adat, Koalisi Makna Etika, Elemen dan Estetika
KENDARI, DETIKSULTRA.COM-Bangsa indonesia adalah koalisi permanen dari 1.072 etnik dan sub etnik yang tercermin dari kebhinekaan pakaian adat yang dikenakan.
Pakaian adat dan restorasi jati diri pakaian adat adalah produk budaya tenunan indonesia. Pakaian adat tradisional tidak mengabaikan elemen, estetika, etika bahkan ideologi sebagai paham kebenaran yang diyakini tertuang dalam warna, bahan dan guratan motif yang mempunyai keunikan tersendiri.
Untuk kasus pakaian adat tolaki adalah perkembangan dari zaman ke zaman, terkait pembiasaan peran sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin, status sosial, dan ritual hingga fungsi pragmatik tersendiri.
Berdasarkan perbedaan itulah jenis pakaian tradisional tolaki terbedakan antara pria dan wanita.
Pakaian adat tolaki khusus pria dikenal dengan sebutan babu kandiu, yang merupakan pakaian yang berkembang dari genus kulit kayu yang biasa disebut kinawo sebagai pakaian masa lampau. Kulit kayu Usongi, Otipulu, Dalisi dan Wehuka yang direbus dengan abu dapur, direndam hingga lembut, dipukul-pukul hingga tipis melebar sehingga didapatkan seratnya. Serat itulah yang dirajut sebagai busana sehari hari.
Menurut pegiat budaya tolaki, Ajemain Suruambo, babu kandiu merupakan pakaian khusus laki laki yang memiliki kancing yang dapat terbuka secara tegak lurus sebagai makna keyakinan yang lurus akan tujuan dan falsafah ideologis suku tolaki (pine ona ona). Pakaian tersebut biasanya berwarna putih yang melambangkan kesucian dan keihlasan hati.
Sedangkan untuk motif kotak-kotak (pine tari wadi) dalam pakaian adat khusus wanita (babunginasami) adalah bentuk irisan kue wajik yang melambangkan ketulusan seorang wanita untuk melayani kebutuhan suami dalam rumah tangga.
Selain itu terdapat motif tumbuhan pakis dalam pakaian adat tolaki (pine ta ulumbaku) yang melambangkan bahwa tanah adat tolaki tempat kehidupan adalah tanah kesuburan dan kesejahtraan.
“Pakaian adat tolaki itu memiliki makna dan nilai warna hitam melambangkan simbolkewibawaan yang dimiliki kalangan bangsawan, sedangkan warna biru melambangkan sebuah nlai angan-angan dan ciita-cita luhur pemakainya, seperti dalam lagu rakyat tolaki une une,” ucapnya sambil berdendang lagu kute une uneko.
Dikutip dari laman resmi puteri-indonesia.com, Rieski Dwi Oktaviana adalah finalis Putri Indonesia 2020 asal Sulawesi Tenggara.
Terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, menjadikan Kikio sapaan sehari harinya menjadi pribadi yang tangguh.
Pencapaiannya saat ini tak lepas dari didikan kedua orang tuanya yang terus mendorong ia untuk berani bermimpi dan berani akan keterbatasan yang dimiliki. Terlebih lagi ayahnya adalah seorang polisi.
Sejak kecil Kikio telah diajarkan untuk menjadi pribadi yang tangguh dalam mencapai tujuan. Ia pernah menjadi karyawan “shoes and care", membersihkan sepatu para pelanggan, tak jarang pula menjadi cleaning service. Hal itu dilakukan bukan hanya untuk mendukung dirinya dalam hal finansial namun sebagai pembuktian bahwa ia adalah wanita mandiri dan tangguh lebih dari apa yang ia pikirkan.
Menurut Ajemain Suruambo, selaku pegiat budaya tolaki, warna merah dalam balutan pakaian adat yang dikenakan Kikio saat ajang tersebut merupakan simbol keberanian atau dalam bahasa tolaki disebut motaha atau momea.
“Hiasan disekitar leher disebut wonake wi nonga dengan hiasan dibawah pinepara babu,” ucapnya.
Pakaian adat yang dikenakan merupakan media intropeksi untuk menata kembali fungsi dan keunikan motif dari pakaian adat yang dimiliki.
Dalam pakaian adat terdapat sebuah nilai multikultur yang dapat digunakan untuk mewujudkan tujuan bersama.
Reporter: Anakia
Editor: Haikal