Kejati Sultra Sikapi Kesaksian Ahli Pidana, Sebut Ridwansyah Taridala Tidak Terlibat di Kasus PT Midi
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra) menyikapi pernyataan saksi ahli untuk terdakwa Ridwansyah Taridala dalam perkara kasus dugaan Gratifikasi di PT Midi Utama Indonesia.
Dimana dalam kesaksian Handrawan yang merupakan seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Halo Oleo (UHO) Kendari menganggap bahwa terdakwa Ridwansyah Taridala tidak melakukan pelanggaran hukum dalam kasus ini meski terlibat sebagai pembuat RAB untuk perizinan Alfamidi. Hal tersebut dikarenakan terdakwa Ridwansyah hanya menjalankan perintah dari atasannya dalam hal ini mantan Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir.
Ia menjelaskan, pasal 51 KUHP tentang pelaku pembantuan yang tidak boleh dipidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, yang tertulis dalam ayat 1.
Kemudian di ayat 2 menjelaskan perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah mengira dengan itikad baik bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
Menanggapi hal tersebut, Plh Asintel Kejati Sultra, Edwin Beslar menjelaskan, bahwa dalam kasus tersebut, Ridwansyah Taridala didakwa sebagai orang yang membantu Syarif Maulana dalam melakukan tindak pidana pemerasan sesuai yang tertera pada Pasal 12 e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Poin di sini adalah, pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum, menyalahkan gunakan kekuasaan, memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu dalam hal ini PT Midi Utama Indonesia sebagai pihak yang dipaksa,” ungkapnya kepada awak media, Jumat (15/9/2023) malam.
Ua menjelaskan bahwa bagi PT Midi, bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) kepada pemerintah harus ditujukan ke rekening pemerintah daerah, namun yang diberikan rekening pribadi atas nama Syarif Maulana. Untuk memenuhi keinginan permintaan itu, PT Midi terpaksa meminta bantuan Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhamdiyah (Lazismu) yang merupakan koleganya untuk menyalurkan bantuan.
“Karena dalam kaitan itu, yang tadinya punya itikad baik, untuk program kemanusiaan, pembangunan kampung warna-warni tetapi dalam kaitan ini, terdakwa Syarif Maulana sudah punya niat jahat sebelumnya, sehingga begitu dananya masuk secara bertahap, didiamkan sendiri. Namun ketika terjadi persoalan, baru dikembalikan”, terangnya.
Sementara perbuatan Ridwansyah Taridala, yang saat itu punya kapasitas sebagai Kepala Bappeda yang juga ditunjuk sebagai Plt Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap pembuatan RAB.
Dimana dokumen RAB ini dilakukan atas dasar perintah Wali Kota Kendari saat itu, Sulkarnain Kadir. Karena atas tas perintah itu, dibuatlah RAB dengan komposisi anggaran yang memang sudah diketahui Rp350 juta.
Setelah ada pelaporan, terjadi lagi perintah merubah dan menambahkan beberapa item sehingga membengkak menjadi Rp721 juta. Tindak lanjut dari perintah itu adalah Ridwansyah Taridala harus menyerahkan RAB kepada orang yang bernama Syarif Maulana.
“Sementara Syarif Maulana adalah orang yang tidak punya kapasitas untuk melaksanakan program CSR. Syarif Maulana merupakan salah satu tim percepatan pembangunan Kota Kendari yang tupoksinya bukan sebagai implementasi daripada pelaksanaan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman untuk melakukan pembangunan kampung warna-warni,” terangnya.
Disinilah, kata dia, sudah mulai terlihat niat jahat mereka. Karena di dalam perjalanannya, terjadi pembahasan perubahan anggaran dilingkup Pemerintah Kota Kendari, dimana terdakwa Ridwansyah Taridala sebagai Sekretaris TPAD melakukan pembahasan perubahan anggaran.
“Yang tadinya anggaran pembangunan kampung warna-warni belum ada di APBD induk, digeser dari anggaran yang tersedia di Dinas Pariwisata yang sumbernya dari uang sisa HUT Kota Kendari yang tidak terpakai senilai Rp900 juta,” imbuhnya.
Ia menambahkan, Ridwansyah Taridala sebagai Sekretaris TPAD tahu proposal atau RAB yang dibuat sudah berpindah ke Syarif Maulana. Seharusnya, Ridwansyah Taridala mengikuti perkembangan dan tahu kelanjutan dari program tersebut.
“Karena di dalam asas penyelenggaraan pemerintahan, yang paling utama adalah asas kecermatan. Ketika anggaran ini dibahas dalam TPAD, sementara ada RAB yang sudah ditindaklanjuti, ini kan menjadi overlapping, dimana Syarif Maulana sebagai penerima anggaran tidak menyetor ke kas daerah sebagai penerimaan,” pungkasnya. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Wulan