Kejati Sultra Jadwalkan Pemeriksaan Dua Perusahaan Tambang Terkait Penyediaan Dokumen
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) dijadwalkan akan memeriksa perusahaan tambang biji nikel atas dugaan ikut memfasilitasi penggunaan dokumen terbang (dokter) untuk penjualan ore nikel ilegal di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Hal itu diungkapkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Patris Yusrian Jaya saat menggelar konferensi pers Hari Bhakti Adhyaksa ke-63 di Aula Kejati Sultra, Sabtu (22/7/2023).
Patris mengatakan, perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi tambang di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam, Blok Mandiodo, Konut disinyalir bukan hanya satu perusahaan yang dokumennya digunakan PT Lawu Agung Mining (LAM) menjual ore nikel ke pabrik smelter.
Sementara yang baru diungkap penyidik tindak pidana korupsi Kejati Sultra yakni PT Kabaena Kromit Pratama (KKP). Di mana dokumen PT KKP dipakai guna memuluskan praktik korupsi tambang PT Lawu. Seolah-olah, lanjut dia, ore nikel tersebut berasal dari konsensi WIUP PT KKP.
Disebutkannya, mulai tahun 2017 sampai dengan 2023, PT KKP sudah tidak ada deposit biji nikel, namun Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) terus diterbitkan dan PT KKP beralibi mereka melakukan aktivitas penambangan.
“Kalau dia ngomong (PT KKP) tanggal 22 Juli 2022, ada lima alat berat yang beroperasi disitu, dengan dump truk yang mengangkut 20 dump truk misalnya, dengan karyawan 20 orang, kita sekarang bisa klik, 22 Juli 2022, mau jam berapa? dengan koordinat di situ, akan nampak alat berat itu ada atau tidak,” tuturnya.
Olehnya itu, pihaknya akan mengejar siapa-siapa saja perusahaan yang ikut terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi tambang di WIUP PT Antam, termasuk perusahaan yang dokumennya digunakan.
Dia menambahkan, penyidik sudah memanggil dua perusahaan tambang biji nikel untuk dilakukan pemeriksaan.
“Sementara kita panggil dan menunggu jadwal pemeriksaan,” tukasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kejati Sultra menetapkan tersangka terhadap lima orang yang diduga telah melakukan penambangan ilegal dan penjualan ore nikel di konsensi WIUP PT Antam.
Mereka yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yakni Direktur PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) Andi Andriansyah, Manajer PT Antam Konut, Hendra Wijianto, Pelaksana Lapangan (PL) PT Lawu, Glen dan Direktur Utama (Dirut) PT Lawu, Ofan sofwan.
Di mana diketahui PT Antam berkerjsama dengan PT Lawu dan Perumda untuk menggarap 22 hektare lahan milik PT Antam melalui Kerja sama Operasional (KSO) Mandiodo.
Setelah itu, PT Lawu merekrut 39 perusahaan atau kontraktor mining untuk menambang biji nikel di area WIUP PT Antam. Namun dalam perjalanannya, ternyata tidak sesuai kesepakatan yang dimuat dalam kontrak kerja sama.
Justru para penambang ini memperluas jangkauan penggalian hingga menerobos kawasan hutan lindung sekitar 157 hektare. Padahal luasan yang hanya boleh digarap berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) PT Antam seluas 40 hektare.
Kemudian, yang seharusnya biji nikel yang sudah ditambang PT Lawu melalui perusahaan kontraktor mining dijual ke PT Antam, namun kenyataannya hanya sebagian kecil dari hasil penambangan
diserahkan ke PT Antam dan sisanya dijual ke perusahaan smelter.
Motif penambangan ilegal ini, dimana PT Lawu mengakalinya dengan memakai atau menggunakan dokumen PT KKP untuk menjual ore nikel, seolah-olah ore nikel tersebut berasal dari PT KKP.
“Sisanya dijual di smelter lain dengan menggunakan dokumen palsu atau terbang milik PT KPP dan beberapa perusahaan tambang lainnya,” kata Kajati Sultra, Partris Yusrian Jaya. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Biyan