Eks Plt Dirjen Minerba ESDM Dijadwalkan Diperiksa Jaksa Soal Kasus Korupsi Tambang di Sultra
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Sejumlah pihak telah menjalani pemeriksaan soal pengusutan dugaan tindak pidana korupsi pertambangan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut) Sulawesi Tenggara (Sultra). Kejaksaan Tinggi (Kejati) dalam mengusut kasus ini sudah menetapkam empat tersangka. Meski begitu, pihaknya masih terus melakukan pendalaman untuk mencari pihak-pihak mana saja yang ikut terlibat.
Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Ade Hermawan menerangkan, dalam waktu dekat ini, penyidik tindak pidana korupsi, akan kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap satu saksi dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Mantan (eks) Plt Dirjen Minerba akan diperiksa dalam waktu dekat,” ucapnya saat ditemui awak media di Kejati Sultra, Kamis (13/7/2023) kemarin.
Ade Hermawan melanjutkan, sebelumnya penyidik sudah memeriksa beberapa saksi dari Kementerian ESDM. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung) belum lama ini.
“Sudah ada beberapa pejabat di Kementrian ESDM yang diperiksa oleh tim penyidik,” pungkasnya.
Kejati Sultra, saat ini tengah melakukan proses penyidikan mulai dari pemeriksaan saksi-saksi hingga penetapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konut.
Mereka yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yakni Direktur PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) Andi Andriansyah, Manajer PT Antam Konut, Hendra Wijianto, Pelaksana Lapangan (PL) PT Lawu, Glen dan Direktur Utama (Dirut) PT Lawu, Ofan sofwan.
Penetapan tersangka terhadap empat orang ini diduga telah melakukan penambangan ilegal dan penjualan ore nikel di konsensi PT Antam. Dimana sebelumnya PT Antam berkerjasama dengan PT Lawu dan Perusda untuk menggarap 22 hektar lahan milik PT Antam melalui yang dinamakan KSO Mandiodo.
Setelah itu, PT Lawu merekrut 38 perusahaan atau kontraktor mining untuk menambang bijih nikel di area kawasan PT Antam. Perjalanannya, ternyata tidak seperti dalam kontrak kerja sama.
Justru para penambang ini memperluas jangkauan penggalian hingga menerobos kawasan hutan lindung sekitar 157 hektare. Padahal luasan yang hanya boleh digarap berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) PT Antam seluas 40 hektare.
Kemudian, yang seharusnya bijih nikel yang sudah ditambang PT Lawu melalui perusahaan kontraktor mining dijual ke PT Antam, tapi kenyataannya hanya sebagian kecil yang diserahkan ke PT Antam dan sisanya dijual ke perusahaan smelter.
“Sisanya dijual di smelter lain dengan menggunakan dokumen palsu atau terbang milik PT KPP dan beberapa perusahaan tambang lainnya,” kata Kajati Sultra, Patris. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Wulan