Dipolisikan Tim Nirna Lahmuddin, Ini Tanggapan Komisioner Bawaslu Konawe
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Beberapa waktu lalu Tim kampanye Calon Legislatif (Caleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Nirna Lachmuddin, mengadukan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Konawe, Indra Eka Putra di Polda Sultra, dengan dugaan telah melanggar undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Saat dikonfirmasi oleh pewarta Detiksultra.com terkait kasus pengaduan yang dilakukan oleh Tim Kampanye Nirna Lachmuddin, Indra Eka Putra mengatakan bahwa Bawaslu Konawe, khususnya pribadinya, menganggap itu merupakan hal yang biasa dan itu adalah bagian dari hak warga negara.
Bahkan kata dia, justru warga negara memiliki hak untuk melaporkan ketika salah satu pihak dirugikan dengan diduga telah melanggar UU ITE tersebut.
[artikel number=3 tag=”nirnalachmuddin,” ]
“Saya menggaris bawahi bahwa Bawaslu hari ini itu kita buka ke publik untuk bisa memberitakan,” ungkapnya ketika ditemui disalah satu warkop di Kendari.
“Karena kita bicara pada konteks hukum, mana yang pernyataan saya yang mengatakan pasti, saya hanya mengatakan diduga,” sambungnya.
Lebih lanjut pernyataan pihak Tim Kampanye Nirna Lachmuddin yang mengatakan pemberitaan tanpa didahului oleh rapat pleno terlebih dahulu, menurutnya Bawaslu memiliki metode pleno secara tersendiri.
Bahkan pleno pun bisa WhatsApp atau pleno didalam media ketika komisionernya berada diluar. Jadi kalau sudah saatnya pleno maka mereka akan plenokan melalui handphone.
“Saya menyatakan pleno yang mana coba, kalau pleno di tingkat kecamatan itu sudah tapi kabupaten belum, saya mengeluarkan statement itu tanggal 7 yang sudah dibicarakan di level komisioner,” jelasnya.
Selain itu, Koordinator Divisi (Koordiv) Hukum Penindakan dan Penanganan Pelanggaran (HPP), Bawaslu Konawe Ini mengatakan ada sebuah dilematika bila ada kemauan lembaga untuk menyebarkan informasi publik agar menjadi pengetahuan masyakarat apa yang telah dilakukan oleh Bawaslu saat ini.
Namun kadang ada juga yang mengatakan jangan karena itu adalah ranah pribadi. Kata dia mana yang lebih penting, kepentingan pribadi atau kepentingan negara. Sementara sambung dia, keterbukaan informasi publik itu di negara-negara maju telah menjadi hak dasar warga negara.
Sebab, di dalam undang-undang keterbukaan informasi publik sudah dijelaskan pada pasal 28 f, bawah setiap warga negara berhak mendapatkan informasi berkomunikasi dan mendapatkan informasi publik untuk mengembagkan diri.
“Di Perbawaslu, Bawaslu itu di nobatkan sebagai lembaga paling informatif. Kita yang dilarang itu adalah kalau menangani pelanggaran kita munculkan yang namanya B1 sampai B14 itu ngga boleh,” tuturnya.
Untuk itu, ia menilai harusnya jika kasusnya ada kesalahan dalam penangan pelanggaran kampanye dilaporkan ke DKPP bukan pidana.
“Ayo kita saling membutikan, kita terbuka. Kalau saya salah silahkan adukan, Bawaslu tetap pada on the track dan konsisten pada regulasi,” cetusnya.
Ditanya apa dia akan melaporkan balik, menurutnya itu hanya akan meperlebar permasalahan. Sebab kegiatan penanganan kasus pelanggaran administrasi di Gakkumdu masih menumpuk.
“Ngga usah yang begituan, itu hanya memperpanjang masalah, Bawaslu saja tidak melaporkan, itu kerjanya sudah banyak,” tutupnya.
Ditambahkan kasus Nirna Lachmuddin ada dua konteks yakni penanganan pelanggaran administrasi dan pidana.
Reporter: Sunarto
Editor: Rani