Caci Maki Bawahan, Dua ASN di Kolaka Terancam Penjara
KOLAKA, DETIKSULTRA.COM – Kepala Sub Bagian (Kasubag) Protokoler Pemda Kabupaten Kolaka, Adianto dan Staf Protokoler Reski Aska Prasasti, kini harus berurusan dengan hukum.
Kedua ASN tersebut berhadapan dengan masalah hukum, lantaran dianggap tak beretika menegur bawahannya, yang juga sebagai Pegawai Honor Tidak Tetap (PHTT) dibagian Protokoler Pemda Kolaka, mereka adalah Andi Ilda Ramadani, Meylani, dan St Nurfadillah.
Ketiga korban secara bersamaan, menerangkan dihadapan tiga majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kolaka, bahwa mereka diduga menerima cacian dari kedua terdakwa dengan mengunakan kata-kata kasar.
Mereka bilang, cacian itu diterima saat seluruh staf Protokoler Pemda Kolaka menggelar rapat. Ketika itu, ketiganya mengaku mendapat cacian dari Adianto dan Reski Aska Prasasti, yang disaksikan oleh seluruh staf.
Pernyataan korban juga dikuatkan oleh tiga saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolaka. Begitu pula kedua terdakwa tidak menyampaikan bantahan ke majelis hakim atas keterangan korban dan saksi.
Kepada Detiksultra.com, Rabu (22/1/2020), JPU Kejari Kolaka, Serli Patulang mengatakan, sidang tersebut merupakan agenda sidang kedua mendengarkan keterangan korban dan saksi lainnya.
Setelah mencermati perjalanan sidang, dirinya menyebutkan dari pernyataan korban dan saksi sudah memenuhi unsur pencemaran nama baik.
“Kedua terdakwa disangkakan Pasal 310 tentang pencemaran nama baik. Juga, nanti sidang berikutnya, kami akan hadirkan satu ahli pidana dan satu ahli bahasa dari Kendari,” jelasnya.
Ditempat yang sama, Kuasa Hukum Andi Ilda Ramdani, DR. HC. Surpriadi, SH., MH., Ph.D mengatakan, seharusnya kedua terdakwa tidak hanya disangkakan oleh pasal tunggal yakni, pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.
Kata dia, mestinya kedua terdakwa juga harus disangkakan dengan pasal 315 KUHP tentang penghinaan ringan, sebab ketika pasal 310 tidak terpenuhi unsurnya, maka ada pasal alternatif yang terpenuhi unsurnya di pasal 315 KUHP.
“Harusnya ada pasal alternatif, dalam hal ini atau junto pasal 315 KUHP, karena berkaitan dengan ungkapan kata – kata kasar di depan umum,” ujarnya.
BACA JUGA :
Ditegaskannya, pelaporan kliennya ke pihak kepolisian, hingga sampai ketahap persidangan, tidak ada niat sama sekali untuk membalas dendam terhadap kedua terdakwa.
Menurut dia, pihaknya hanya sekedar memberikan efek jera dan menjadi contoh bagi atasan maupun pimpinan lainnya, untuk tidak serta merta memperlakukan bawahan yang tak beretika.
Secara tegas kuasa hukum meminta agar Bupati Kolaka memberikan sanksi kode etik PNS ke kedua terdakwa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri. Dimana didalamnya terdapat 17 kewajiban dan 15 larangan.
“Kami minta, ketika terbukti bersalah berdasarkan putusan pidana, maka Pak Bupati harus memberikan sanksi kode etik terhadap bawahannya. Sehingga bisa menjadi pembelajaran bersama, agar tidak ada lagi pimpinan atau pun senior yang semena-mena terhadap bawahannya,” tegas dia.
Dijelaskannya lagi, pelanggaran kode etik adalah segala bentuk ucapan, tulisan dan perbuatan PNS yang bertentangan dengan butir-butir jiwa korps dan kode etik. Yang dimaksud dengan ucapan adalah segala bentuk kata-kata yang diucapkan di hadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat, ceramah dan lain – lain.
“ASN ini kan sebagai pelayan masyarakat, bagaimana bisa melayani masyarakat sementara didalam internalmu saja sudah melanggar kode etik,” pungkasnya.
Reporter: Sunarto
Editor: Dahlan