Hukum

Beri Tanggapan soal Kasus Guru Honorer di Konsel, Susno Duadji Imbau Juniornya di Polri Belajar Hukum

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kasus dugaan penganiayaan yang menimpa Supriyani, seorang guru honorer di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) terhadap muridnya yang juga anak seorang anggota Polri, kini menjadi sorotan publik. Berbagai pihak mengungkapkan keprihatinan mereka, salah satunya mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji.

Dikutip dari Nusantara TV Prime, Susno Duadji menilai penanganan kasus ini menunjukkan kurangnya pemahaman hukum, terutama dari aparat yang seharusnya melindungi guru.

Susno menegaskan bahwa kasus ini seharusnya tidak masuk ranah pidana jika aparat penegak hukum memahami aturan dan yurisprudensi yang ada.

“Saya sangat prihatin dan sedih. Baru saja kita lelah dengan kasus Vina dan Iki di Cirebon, sekarang muncul lagi kasus ini. Kasus ini bau-bau rekayasanya sangat tinggi,” ujarnya saat di wawancara secara live di Ntv Prime, Jumat (25/10/2024).

Lanjut Susno menjelaskan bahwa menurut yurisprudensi Mahkamah Agung dan Peraturan Pemerintah tahun 2004, tindakan guru dalam mendidik siswa tidak dapat dipidana.

“Kalau guru menghukum muridnya, guru itu harusnya bebas karena sudah dilindungi oleh yurisprudensi bahwa tindakan seperti itu bukanlah tindak pidana. Ada juga aturan di Peraturan Pemerintah tahun 2004 yang menyatakan hal serupa, guru itu harus mendapat perlindungan hukum,” tegasnya.

Lebih jauh Susno menyatakan keprihatinannya terkait kejanggalan dalam bukti-bukti yang diajukan. Berdasarkan informasi yang ia peroleh, Supriyani mengajar di kelas berbeda dengan murid yang melapor, sehingga sulit dibayangkan ia melakukan tindakan penganiayaan.

“Ibu Supriyani ini mengajar di kelas 1B muridnya itu di kelas 1A, bagaimana dia mau memukulnya. Saya juga melihat hasil goresannya tidak cocok dengan alat pemukul yang berupa gagang sapu, gagang sapu merupakan benda tumpul tidak akan menimbulkan goresan seperti itu,” kata Susno.

Selain itu, ia juga menyentil proses hukum yang diterima begitu saja oleh kejaksaan tanpa mempertimbangkan fakta materiel. Susno mengingatkan bahwa kasus pidana harus berlandaskan pada kebenaran materiel, bukan hanya sekadar berkas administrasi.

“Pidana itu harus mencari kebenaran materiel. Kalau saksinya korban itu anak-anak maka dia itu bukan saksi, gugur itu saksi. Jangan-jangan kasus ini seperti Vina dan Iki, dengan saksi yang juga palsu,” ujarnya.

Susno juga mengingatkan bahwa polisi dan jaksa yang menangani kasus ini seharusnya memahami undang-undang yang melindungi profesi guru. Ia mengimbau para juniornya di Polri agar lebih mempelajari hukum dan memahami peraturan yang berlaku untuk melindungi guru.

“Belajarlah hukum! Ada yurisprudensi Mahkamah Agung, ada peraturan pemerintah yang melindungi guru. Kita tidak perlu bandingkan dengan masa saya, sekarang ada aturan hukum yang jelas melindungi guru dari tindakan semacam ini,” pungkasnya.

Sedangkan pengacara Supriany, Andri Darmawan mengatakan, dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) meminta agar bisa langsung dilakukan pemeriksaan saksi dan pembacaan tuntutan, tetapi pihaknya menolak karena ingin mengajukan eksepsi.

“Akhirnya penolakan ini diterima oleh majelis hakim dan akan diagendakan untuk pembacaan eksepsi hari Senin tanggal 28 Oktober,” kata Andri Darmawan.

Andri mengatakan dakwaan terhadap
Supriyani adalah melakukan penganiayaan terhadap seorang anak menggunakan sapu ijuk sebanyak satu kali. Dakwaan ini akan dibantah oleh Kuasa Hukum mengingat banyaknya kejanggalan.

“Jadi secara ringkas bahwa dari dakwaan JPU ini menuduh Ibu Supri ini melakukan penganiayaan terhadap seorang anak itu tanggal 24 Oktober 2024 katanya dengan menggunakan gagang sapu ijuk sebanyak satu kali. Ini yang kami akan bantah nanti di persidangan-persidangan selanjutnya,” jelas Andri Darmawan.

Kejanggalan lainnya dalam sidang adalah kesaksian hanya berdasarkan kesaksian anak-anak. “Bahwa dalam penetapan tersangka Ibu Supriyani ini cuma mendasarkan dua keterangan saksi anak yang mana kita ketahui bahwa saksi anak ini kan tidak bisa dikategorikan sebagai saksi karena tidak mempunyai apa untuk mempertanggungjawabkan kesaksian apalagi dia tidak disumpah,” imbuhnya.

Menurut Andri, foto-foto luka sangat kontra sekali karena luka itu terlihat menggelembung dan melepuh kemudian ada seperti sayatan.

“Ini tidak masuk logika kita, ada beberapa luka yang ditimbulkan kalau memang pukulan sapunya cuma sekali, kenapa lukanya justru banyak dan terlihat tidak beraturan seperti itu?” kata Andri.

Supriyani dituduh melakukan pemukulan terhadap anak kelas 1A. Sementara Supriyani adalah guru kelas 1B.

“Sementara guru kelas 1A itu sebenarnya sudah ada keterangannya bahwa anak-anak di kelas 1A itu tidak ada yang dipukul. Bahkan kejadian pukul 10.00 WITA yang dituduhkan itu anak-anak kelas 1A sudah pulang karena memang sebelumnya jadwal sekolah anak kelas 1 selesai pukul 10.00,” tutur Andri.

Andri mengatakan Supriyani diminta mengaku melakukan pemukulan tersebut. Supriyani juga diminta untuk tidak mengajar lagi di sekolahnya. Andri berharap jaksa penuntut umum dapat berlaku adil dalam penegakan kasus ini. (bds)

 

Reporter: Dandy
Editor: Biyan

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button