Opini

“Good News” Dipanggil Menerima Keputusan Arb Tudingan Berhianat

Dengarkan

Wacana perpolitikan tanah air terkait pencapresan ARB akhir minggu ini sangat ramai dan sangat dinamis perkembangannya, berbagai head line dengan judul “Good News” mendistrupsi fokus perhatian berita perpolitikan kearah ARB yang dipanggil SP sebagai pimpinan Nasdem untuk menerima keputusan menganti formasi pasangan cawapres ARB untuk mengikuti kontestasi pilpres di tahun 2024. Sontak seluruh tudingan kepada ARB yang sudah dibangun image-nya sebaga ‘good boy’. Efek dari pemanggilan tersebut sang good looking AHY sebagai pimpinan PD bereaksi merasa di tikam dari belakang.

Ada yang menarik untuk dicermati, ketika ARB dipanggil SP untuk menerima keputusan diluar kesepakatan yang sebelumnya telah dibuat Partai PKS, Nasdem, dan Demokrat, terjadi perubahan, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum mengalamatkan tuduhan kepada  ARB “berkhianat” terhadap kesepakatan tersebut. Penting untuk memahami konteks dan kondisi yang mengelilingi kesepakatan sebelum dapat menentukan apakah terdapat pengkhianatan dalam perubahan keputusan tersebut.

Pertama-tama, perlu dipertimbangkan apakah ada klausul atau persyaratan tertentu dalam kesepakatan awal yang mengizinkan perubahan keputusan di luar kesepakatan tersebut. Jika ada ketentuan yang memungkinkan situasi ini terjadi, maka tidak dapat dikatakan bahwa ARB Bersama Nasdem telah berkhianat kepada kesepakatan tersebut. Misalnya, dalam kontrak bisnis, seringkali terdapat klausul yang memungkinkan salah satu pihak mengubah keputusan jika terjadi perubahan keadaan atau kondisi yang signifikan. Dalam hal ini, ARB dapat menerima keputusan tersebut tanpa adanya tindakan pengkhianatan.

Namun, jika tidak ada ketentuan dalam kesepakatan yang memperbolehkan perubahan keputusan, lebih sulit untuk menentukan apakah ARB telah berkhianat. Dalam hal ini, dibutuhkan  kepiawaian untuk melihat konteks dan alasan di balik perubahan keputusan tersebut. Apakah terdapat faktor eksternal yang mempengaruhi perubahan tersebut, seperti perubahan dinamika perpolitikan saat ini.

Atau apakah ada alasan yang mendasarinya, seperti adanya informasi baru yang mempengaruhi keputusan tersebut. Jika wacana perubahan keputusan tersebut dapat dijustifikasi dan diterima secara logis, maka sulit untuk menuduh “ARB berkhianat”. Namun, jika tidak ada alasan yang jelas dan logis untuk perubahan tersebut, maka dapat ada indikasi pengkhianatan terhadap kesepakatan awal.

Selanjutnya, penting untuk mempertimbangkan apakah ARB telah berkomunikasi dan berdiskusi dengan pihak lain yang terlibat dalam kesepakatan sebelum mengambil keputusan di luar kesepakatan tersebut. Jika ARB telah secara aktif berkomunikasi dengan pihak lain dan menjelaskan alasan dan niat mereka, maka dapat dikatakan bahwa mereka tidak berkhianat terhadap kesepakatan tersebut. Namun, jika subjek telah mengambil keputusan tanpa pemberitahuan atau konsultasi kepada pihak lain, maka dapat ada kecurigaan bahwa mereka telah melanggar kesepakatan awal.

Terakhir, penting untuk menghindari keputusan yang berbasis pada asumsi atau prasangka negatif terhadap ARB. Sebelum menuduhnya berkhianat, penting untuk para pihak melakukan komunikasi  yang cerdas, tidak menghakimi dan argumentative dengan  mengumpulkan alasan argumen, bukti yang jelas dan kuat tanpa terlebih dahulu bereaksi negatif. Tindakan pengkhianatan harus didukung oleh fakta-fakta konkret dan bukti yang meyakinkan.

Pernyataan Ketua Majelis tertinggi SBY dari Demokrat bisa saja menyayangkan dan kecewa dengan situasi koalisi yang dinamis dan terus berkembang termasuk perubahan situasi mendekati waktu penetapan calon Presiden dan calon wakilnya untuk mengikuti kontestasi pada pemilu presiden tahun2024. Keadaan ini sangat mirip situasinya dengan kejadian pilpres tahun 2004, dimana saat terjadi breaktrhough issu  disaat itu kemudian menggunakan tagline “SBY di Zolimi Presiden Megawati” saat itu kemudian mendapat simpati publik dan SBY memenangkan pilpres tahun 2004.

Dalam kesimpulannya, menuduh ARB berkhianat terhadap kesepakatan sebelumnya bergantung pada konteks, alasan, komunikasi, dan apakah Demokrat akan menjadikan momentum ini dengan memanfaatkan “kerak sakit hati” atas penghianatan emak-emak dan ketidaksukaan publik pada kebohongan, kearognsian dan segala bentuk tipu daya termasuk penghianatan yang mulai marak di tabuh genderingnya. Apakah ini merupakan bentuk   kompensasi, dan bukti yang ada sebagai mana asumsi bahwa Demokrat ingin melakukan  ‘surfing’ di tengah “gelombang  “good news” yang lagi menyita perhatian publik. Penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor ini secara hati-hati sebelum membuat tuduhan yang serius.

Oleh : DRLAKAI

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button