KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat menggelar kegiatan sekolah lapang kearifan lokal masyarakat adat Kapota di Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sekolah kearifan lokal ini bekerjsama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Wakatobi serta melibatkan para tokoh adat bersama dengan pemuda-pemudi adat Kapota.
Penyelenggaraannya dilaksanakan dimulai dengan pembekalan teknis bagi para pandu budaya masyarakat adat Kapota, 23-24 Juni 2022.
Kepala Dikbud Kabupaten Wakatobi, La Aliwangi mengatakan kegiatan sekolah lapang kearifan lokal merupakan salah satu bentuk pendidikan kontekstual dalam rangka mendukung proses pemajuan kebudayaan oleh masyarakat adat.
Dengan harapan bahwa para pandu budaya memahami teknik dan metode menemukenali dan menggali objek pemajuan kebudayaan sehingga tersusun Dokumen Temukenali Objek Pemajuan Kebudayaan (DTK).
“Tentunya kita mengapresiasi adanya sekolah lapang kearifan lokal di Kabupaten Wakatobi dan menginginkan agar para pandu budaya nanti mampu menggali kekayaan sepuluh objek pemajuan budaya sebagai sumber identitas budaya di Kapota,” ujar dia, Kamis (23/6/2022).
Sementara itu, Pamong Budaya Ahli Madya dari Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Agus Setiabudimenyampaikan bahwa potensi kekayaan sumberdaya maritim di Pulau Kapota perlu dioptimalkan pengelolaannya berdasarkan adat istiadat melalui sekolah lapang kearifan lokal.
Menurutnya, sekolah lapang kearifan lokal memberikan ruang bagi generasi muda adat untuk belajar berbagai ragam kekayaan objek pemajuan kebudayaan milik masyarakat adat.
Sebagai salah satu bentuk pendidikan kontekstual, sekolah lapang kearifan lokal dapat dijadikan sebagai ajang regenerasi guna mempersiapkan keberlanjutan kepemimpinan adat istiadat.
Melalui sekolah lapang generasi muda adat menemu kenali berbagai kekayaan ragam budayanya. Proses transfer pengetahuan antar generasi, dari para empu sebagai pemilik pengetahuan tradisional kepada para generasi muda berlangsung dalam sekolah lapang kearifan lokal.
Para pemuda-pemudi adat maupun para tokoh adat sepakat bahwasanya saat ini terjadi pengikisan budaya yang begitu kuat sehingga terdapat beberapa tradisi yang terancam punah di Kapota.
“Sekolah lapang kearifan lokal diharapkan mampu mengurai permasalahan tersebut,” harapnya.
Dia menambahkan, selain menemukenali berbagai ragam budaya yang terancam punah, sekolah lapang juga merevitalisasi kekayaan pengetahuan dan teknologi tradisional.
Tidak sekedar merevitalisasi berbagai budaya yang akan punah, sekolah lapang juga berupaya memanfaatkan keberadaan teknologi dan pengetahuan tradisional yang ada sehingga mampu berkontribusi bagi ekonomi masyarakat adat di wilayah Adat Kapota.
Reporter: Sunarto
Editor: Wulan