Paslon Menggugat ke MK, LM Bariun: Jika Menang, Dua Kemungkinan PSU dan Diskualifikasi
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Sejumlah pasangan calon (Paslon) bupati dan wakil bupati di Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mengajukan gugatan terkait perselihan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 ke Mahkamah Konsitusi (MK).
Berdasarkan data yang dihimpun, paslon yang mengajukan gugatan ke MK yakni LM Rajiun – La Pili (Muna), Muhamad Endang SA – Wahyu Ade Pratama Imran (Konawe Selatan), Arhawi – Hardin La Omo (Wakatobi), da Muhammad Oheo Sinapoy – Muttaqin Siddiq (Konawe Kepulauan).
Menurut Pengamat Hukum Tata Negara Sultra, LM Bariun semua Paslon yang kalah dalam kontestasi lima tahunan ini memiliki hak secara hukum untuk menggunggat ke MK, berapun selisih perolehan suara berdasarkan pleno KPU.
“Calon yang merasa tidak menerima hasil Pilkada, boleh mengajukan gugatan. Karena dalam gugatan ke MK itu tidak mutlak harus dari hasil suaranya, tetapi bisa dari pengaruh hasil perolehan suara,” ujar dia, Selasa (22/12/2020).
Jadi lanjut Bariun, calon yang menggugat tinggal membuktikan ke MK terkait dalil-dalil gugutan mereka. Sebab, dalil yang Paslon gugatkan itu harus berdsarkan fakta yang harus dipertanggungjawabkan.
“Jadi peluang penggugat menangkan sidang di MK tinggal bagaimana mereka membuktikan di barengi dengan kesaksian. Kemudian ada ngga saksi yang dapat meyakinkan hakim bahwa adanya pelanggaran Pilkada yang mempengaruhi hasil suara,” sebutnya.
Setelah itu, biasanya hakim MK akan meminta rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat, untuk membenarkan gugatan Paslon terjadi di wilayah kerja Bawaslu tersebut.
“MK akan meminta tanggapan ke Bawaslu apa benar ada laporan sesuai gugatan Paslon untuk menjadi bahan pertimbangan MK dalam memutuskan sebuah gugatan,” jelasnya.
Sehingga tambah Direktur Pasca Sarjana Hukum Unsultra ini mengatakan bahwa hanya ada dua kemungkinan yang dapat di putuskan hakim MK, ketika gugatan Paslon memenuhi unsur yakni Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan diskualifikasi terhadap Paslon pemenang.
“Bisa saja diskualifikasi, jika itu bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan di semua TPS, tetapi jika tidak semuanya TPS dilakukan pelanggaran, maka hanya PSU saja sesuai TPS yang dianggap ada pelanggaran,” tukasnya.
Reporter: Sunarto
Editor: Via