Dicatat, Pemerintah Resmi Larang Mudik Lebaran Tahun 2021
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Pemerintah Pusat melalui Satuan Tugas (Satgas) penanganan COVID-19 nasional, resmi melarang adanya mudik lebaran tahun 2021.
Hal itu diungkapkan Ketua Satgas COVID-19, Doni Monardo didepan para gubernur, walikota dan bupati se-Indonesia saat menggelar rapat koordinasi secara virtual, Senin (3/5/2021).
Rapat virtual itu, turut dihadiri dan saksikan oleh Gubenrur Sulawesi Tenggara (Sultra), Ali Mazi, didampingi sejumlah anggota Forkopimda dan sejumlah anggota Satgas COVID-19 Sultra serta kepala dinas, di rumah jabatan (Rujab) Gubernur Sultra.
Dalam kesempatan itu, Doni Monardo menegaskan, keputusan larangan mudik ini merupakan narasi tunggal yang harus dijalankan oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia dan harus mendapat pengawasan yang ketat di lapangan.
“Narasi tunggal keputusan politik negara adalah dilarang mudik. Mohon kiranya tidak ada yang berbeda dengan (keputusan) kepala negara. COVID-19 ditularkan bukan oleh hewan tapi oleh manusia. Bagaimana memutus rantai penularan, yah dengan cara mengurangi mobilitas,” ucap dia.
Penegasan ini dilakukan di tengah peningkatan kembali kasus COVID-19 di Indonesia dalam beberapa hari terakhir. Dua hari lalu, kata Kepala BNPB ini, kasus aktif nasional mencapai 5,99 persen. Namun saat ini, angka tersebut menanjak menjadi 6,01 persen.
Sementara angka kesembuhan, yang sebelumnya mencapai 91,28 persen, kini mengalami penurunan sebesar 0,02 persen.
“Mohon Bapak Gubernur, Bupati, Walikota, kemungkinan pelandaian yang kita nikmati selama beberapa bulan terakhir akan berakhir. Mohon maaf, saya tidak menakut-nakuti. Di beberapa daerah terjadi peningkatan,” katanya.
Dikatakan, pada setiap libur panjang, pasti akan diikuti dengan penurunan angka ketersediaan tempat tidur rumah sakit, angka kematian bertambah, termasuk angka kematian dokter dan perawat.
Sebagai salah satu contoh, tingkat keterisian pasien di Wisma Atlet yang menjadi pusat perawatan Covid-19 selama beberapa minggu sebesar 21 persen. Saat ini, mulai meningkat sekitar lima persen. Menurut Doni Monardo, kalau sudah ada peningkatan seperti itu, maka peningkatannya akan eksponensial dalam beberapa hari saja.
Sementara itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengungkapkan, ada sekitar 17 juta pemudik yang diperkirakan akan bergerak pada H-2, H-3, dan H-5 lebaran.
“Sesuai arahan Presiden, kita membutuhkan pemahaman dan persepsi yang sama dalam mengedukasi masyarakat terkait aturan peniadaan mudik, agar terdapat kesamaan aksi dalam pelaksanaannya,” jelas Menhub.
Menhub menyatakan, India yang selama ini dijadikan referensi dalam penanganan Covid-19 selama ini, ternyata lengah dan mengakibatkan tsunami Covid yang benar-benar hebat dengan tingkat kasus harian telah mencapai angka 400 ribu.
“Kalau di masa Idul Fitri kita lengah, bukan tidak mungkin kasus di India juga akan terjsdi di kita. Oleh karena itu, mari kita care. Kita kendalikan secara baik, sistematis, dan terkoordinasi,” tambah Menhub.
Dilain pihak, Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, mengatakan, pada prinsipnya Kemenag telah memilki perangkat peraturan yang perlu mendapat dukungan di lapangan karena pihaknya tidak memiliki sumber daya untuk melakukan pengawasan.
Disebutkan, pada prinsipnya dalam kegiatan keagamaan, harus mendahulukan yang bersifat wajib daripada yang sunah. Saat ini, hal yang bersifat wajib adalah bagaimana menjaga kesehatan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Itu wajib hukumnya. Sedangkan, taraweh, Sholat Idul Fitri, dan mudik itu hanya sunah.
“Saat ini, taraweh mulai berkurang, mushalla sudah mulai sepi. Namun, kita harus mewaspadai terkait Shalat Id, mudik lebaran, dan silaturrahmi di antara kelompok masyarakat. Kita semua harus kompak menjalankan instruksi presiden agar tidak terjadi seperti di negara lain, terutama di India,” kata Menag.
Sejumlah aturan pelaksanaan ritual keagamaan dalam rangka menegakkan protokol kesehatan antara lain, kapasitas jamaah di masjid maksimal 50 persen. Kegiatan ibadah seperti tadarus dan I’tikaf herus mengedepankan protokol kesehatan. Pengajian, tauziah, dan ceramah tidak boleh lebih dari 15 menit.
Selain itu, silaturrahmi sebaiknya dilakukam keluarga dekat, tidak ada arak-arakan takbiran. Tidak ada takbiran keliling. Pelaksanaan takbiran di masjid dengan kapasitas tidak boleh melebihi 50 persen dari kapasitas masjid.
“Kemenag akan memberikan contoh dengan menggelar takbiran secara virtual di Masjid Istiqlal, dengan harapan masyarakat luas akan meniru. Pelaksanaan pengumpulan zakat, infaq dan sedekah dapat dilakukan di masjid atau mushalla, dan tidak perlu berdesak-desakan.
Dia melanjutkan, sosialisasi halal bi halal atau silaturrahmi hanya dilaksankan di keluarga inti saja dengan protokol kesehatan. Namun, semua itu tidak ada artinya jika tidak ada penegakan aturan di lapangan.
“Edaran ini hanya akan menjadi macan kertas jika tidak ada penegakan yang baik. Kami tidak memiliki kemampuan atau otoritas untuk melakukan penegakan. Karenanya, sangat berharap pada pemangku kepentingan di daerah untuk membantu pelaksanaan di daerah terkait penertiban-penertiban,” tandasnya.
Reporter: Sunarto
Editor: J.Saki