Diperkuat Perda, Ginal Sambari Ajak Pemuda Ambil Peran Pelestarian Budaya
KONAWE, DETIKSULTRA.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe sebelumnya telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Desa Wisata.
Perda tersebut ditetapkan dengan pertimbangan bahwa dalam rangka mendukung pengembangan kepariwisataan, dipandang perlu pengaturan tentang desa wisata untuk mengangkat dan melindungi nilai-nilai budaya, agama, adat istiadat, optimalisasi potensi ekonomi dan karakteristik Daerah.
Olehnya itu, Ketua Komisi III DPRD Konawe, Ginal Sambari, kepada awak media beberapa hari lalu, mengingatkan kepada seluruh elemen masyarakat, utamanya pemuda untuk aktif dalam upaya melestarikan budaya, khususnya Suku Tolaki.
“DPRD Konawe melalui Perda Nomor 16 Tahun 2018, memberikan ruang pada komunitas budaya atau masyarakat yang ingin melaksanakan pelatihan budaya begitupun dengan budaya lainnya,” jelasnya.
Diterangkan, Suku Tolaki merupakan salah satu komunitas terbesar di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), sehingga perlu adanya pelestarian budaya, apalagi seiring perubahan zaman saat ini, nilai-nilai luhur sudah mulai dilupakan.
“Sudah banyak saya temukan anak remaja Suku Tolaki yang tidak memahami tradisi dan budayanya sendiri,” ujarnya.
Ginal yang juga menduduki kursi Ketua Lembaga Adat Tolaki (LAT) Konawe ini mengatakan, pelestarian budaya dan tradisi Suku Tolaki perlu dilakukan, lantaran saat ini berbagai masalah yang terjadi masih menggunakan hukum adat.
Hukum adat itu kata Ginal, hingga kini hidup dan berlaku di masyarakat, seperti pelaksanaan budaya dan tradisi perkawinan, serta penyelesaian adat dengan media (Osara)
“Ada peraturan suku Tolaki saat ini yang masih dilakukan yaitu jika ada masalah mereka menyelesaikan secara adat sara mosehe,” jelasnya.
Dia menjelaskan hampir semua masalah dapat diselesaikan oleh Kalo Sara, seperti soal bagi warisan, pertikaian, pencurian dan lain sebagainya. Kecuali, masalah seperti Narkoba dan terorisme yang tidak dapat diselesaikan oleh Kalo Sara.
Di sisi lain, politisi senior ini mengungkapkan ada sebagian masyarakat beberapa wilayah Kabupaten Konawe yang pernah ia temui, bukan Suku Tolaki tetapi melaksanakan adat perkawinan menggunakan adat Suku Tolaki.
Ketua Komisi III DPRD Konawe ini sempat menanyakan pada keluarga pengantin tersebut. Kenapa mereka menggunakan adat suku Tolaki, tak disangka warga non Tolaki ini pun memberikan jawaban yang mengejutkan.
“Kata mereka kita sudah lama tinggal di sini, maka kita harus pakai adat Suku Tolaki,” ungkap Ginal.
Lebih lanjut Ginal menjelaskan, Suku Tolaki juga mempunyai keunikan lain. ada sedikit perbedaan dan tata cara pelaksanaan dalam melaksanakan tradisi Suku Tolaki, oleh karena itu kita perlu menyatukannya.
Hal inilah yang membuat DPRD Konawe melihat perlu diadakannya pelestarian budaya, sehingga menurutnya di masa depan anak muda di Konawe tetap memahami adat istiadat Suku Tolaki.
Apa lagi melihat perkembangan zaman yang cepat sehingga anak muda mulai meninggalkan adat Konawe, seperti molulo, tarian lain, mengunakkan bahasa Tolaki, permainan tradisional, hingga alat musik yang saat ini mulai hilang.
LAT Konawe kata Ginal, berkoordinasi dengan Pemkab dan DPRD, bakal rutin melakukan pelatihan seperti posisi sebagai Pabitara, Puutobu, Tolea (mereka yang menjalankan/berbicara pada adat pernikahan).
Selain itu DPRD juga memberikan dukungan anggaran seperti honor pada pabitara walaupun nilainya masih kecil, dengan harapan agar generasi penerus bersemangat dan terpanggil untuk terus belajar agar tradisi suku Tolaki tetap terjaga.
“Suku Tolaki akan tetap eksis jika generasi penerus sadar pentingnya pelestarian budaya,” tutup politisi Partai Golkar itu. (Adv)