TNI AU Haluoleo Diduga Serobot Lahan 274 Hektare, Pemdes dan Warga Rambu-Rambu Jaya Layangkan Protes

KONAWE SELATAN, DETIKSULTRA.COM – Pemerintah Desa (Pemdes) Rambu-Rambu Jaya, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama masyarakat layangkan protes ke TNI Angkatan Udara (AU) Haluoleo Kendari.
Protes ini berkaitan dengan dugaan penyerobotan lahan milik masyarakat seluas 274 hektare yang dilakukan oleh TNI AU Haluoleo Kendari. Masyarakat dan Pemdes Rambu-Rambu Jaya sepakat untuk memperjuangkan hak milik mereka yang sudah dikuasai puluhan tahun.
“Sejak beberapa bulan yang lalu, kami sudah kompak dengan masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak kami, apalagi ini adalah program ketahanan pangan dari Presiden. Alangkah ironisnya kita punya lahan yang sangat luas, tetapi tidak bisa mengolahnya karena ada gangguan,” ucap Kepala Desa Rambu-Rambu Jaya, Rusmin Suaib, Minggu (16/3/2025).
Menurut Rusmin, alasan penguasaan yang terus digaungkan TNI AU Haluoleo, hanya karena lahan itu merupakan aset Jepang, setelah kurang lebih tiga tahun menjajah daerah ini. Sehingga dasar itu kemudian dijadikan alasan TNI AU Haluoleo Kendari menguasai lahan masyarakat.
Sementara kata dia, jika ditarik historisnya perkampungan sudah lebih dulu ada, baru Jepang masuk menginvasi Indonesia, termaksud di wilayah ini, pada Maret 1942.
Mestinya, keberadaan TNI melindungi masyarakat, membela rakyat, bukan untuk menguasai aset masyarakat.
“Mereka mengklaim sejak tahun 1975, dan tidak ada konfirmasi kepada orang tua kami bahwa tanah kami akan diklaim. Mereka hanya bilang tanah itu akan jadi perumahan traslok, itu jawaban mereka,” kata dia.
Akibatnya, masyarakat merasa mendapat intimidasi, karena mendengar lahan masyarakat adalah milik TNI AU Haluoleo. Bahkan, masyarakat pernah didatangi pasukan bersenjata, yang makin membuat masyarakat ketakutan.
Masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai petani merasa terancam untuk berkebun karena takut akan intimidasi.
“Ketika kami berkebun, sering kali pagar kami dibongkar, kawatnya digulung, bahkan dibakar,” ungkapnya.
Untuk itu, Kades Rambu-Rambu Jaya meminta pihak TNI AU agar tidak lagi mengaku lahan mereka sebagai hak milik atau aset TNI AU.
Ia menyebut, TNI AU tidak memiliki dasar yang kuat untuk menguasai lahan masyarakat. Mereka hanya mengklaim, dengan berdasarkan penguasaan yang ditinggalkan Jepang.
“Kami berharap TNI AU segera mundur, untuk apa lagi dipertahankan. Mereka tidak punya dasar hukum, hanya klaim saja,” jelas dia.
Menyikapi klaim tudingan dari masyarakat, Komandan Lanud Haluoleo Kolonel Pnb Lilik Eko Susanto tidak menampik jika lahan tersebut merupakan lahan yang mereka telah kuasai sejak diambil alih dari penjajahan Jepang.
Berdasarkan catatan sejarah, tanah itu merupakan area yang telah digunakan sejak era penjajahan Jepang dan memiliki relevansi dengan penggunaan tanah untuk kepentingan pertahanan negara pasca kemerdekaan.
“Lahan Translokau merupakan lahan peninggalan Jepang yang memiliki nama Pangkalan AURI Boro-Boro atau dikenal masyarakat Pangkalan Sukedjo. TNI AU juga memiliki dokumen dan bukti kepemilikan yang sah atas tanah tersebut yang sudah tercatat dalam arsip militer,” ucap dia.
Ia menjelaskan, di lokasi tanah tersebut masih terdapat beberapa benteng peninggalan Jepang. Tanah Translokau TNI AU seluas 274 hektare ini pada awalnya adalah landasan pacu berupa landasan rumput, yang jaraknya sekitar 4 kilometer dari Lanud yang masih bernama Wolter Mongingsidi (WMI).
“Tanah tersebut adalah tanah negara yang dikuasai Dephan/TNI c.q.TNI AU berdasarkan Skep Kepala Staf Angkatan Perang No. 023/P/KSAP/50 tanggal 23 Mei 1950. dan tercatat dalam Inventaris Kekayaan Negara (IKN) dengan Nomor Registrasi 50612002 sesuai Gambar Situasi No. 920 Tahun 1979,” jelas Lilik. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Biyan