Membaca Tanda-Tanda Siapa Lawan Imbang Petaha di Pilkada Konsel?
Oleh : Aliyadin Koteo, S.Pd
Penulis Adalah Jurnalis/ Peneliti Rekonsiliasi Politik Pemuda, dan praktisi event publik hearing Kepemiluan dan Pilkada.
Bismillah.
Pilkada Konawe Selatan 2015 lalu, telah mengantarkan Surunuddin Dangga sebagai jawara hajatan ruang kedaulatan rakyat saat itu.
Waktu berlalu terlalu cepat, hingga Pilkada yang rasanya baru kemarin terjadi, esok hari kembali akan terulang.
Berbagai figur dari jazira Konawe Selatan mulai unjuk kebolehan dan nampak ke permukaan menyambut Pilkada 2020. Mereka datang dari berbagai profesi, dari politisi, birokrat, pengusaha, hingga anak jalanan. Meminjam kata “Dari yang tidak laku, yang dipaksa laku, hingga yang laris manis,” (istilah nitizen). Kendati begitu Istilah tersebut kurang santun digemahkan, sebab konstitusi memberi ruang kepada siapapun yang memiliki kompetensi, dan memuhi syarat dan kriteria, selebihnya sebagai konsekwensi dari kedaulatan, maka rakyat menjadi juri yang berhak memberi mandat dan daulat.
Mengamati konstalasi politik pra tahapan, sedikitnya ada puluhan figur yang sudah dijagokan dan digadang-gadang turut menjadi peserta Pilkada 2020 di Konawe Selatan.
[artikel number=3 tag=”opini,politik”]
Mereka adalah Surunuddin Dangga, Arsalim, Irham Kalenggo, Muh Endang, Senawan Silondae, Nadira, Samsu, Mukhlis, Nurmantasya, Beangga Hariyanto, Ahmad Baso, Tasman Lamuse, Sjarif Sajang dan Rasyid.
Sekian nama tersebut diatas, posisi Surunuddin sebagai incumbent atau petahana tentu masih sangat kuat dan berpotensi kembali memandu jalannya pemerintahan Konsel.
Hal itu dapat diukur dari kekuatan struktural birokrasi. Pilkada 2015 lalu, Surunuddin yang diback up kekuatan birokrasi melalui tangan Imran, (mantan Bupati Konsel ) berhasil mengantarnya pada puncak kemenangan. Kata lain, meski saat itu Surunuddin masih mengandalkan tangan kedua untuk menekan struktural pemerintahan hingga tingkatan desa, cara itu rupanya cukup ampuh, apalagi saat ini, tidak perlu meminjam power orang lain, Surunuddin justru sudah memiliki kekuatan itu sendiri untuk menekan birokrasi dan struktural hingga ke tingkat bawah.
Bukan rahasia umum lagi, setiap petahana, dipastikan mengandalkan kekuatan kekuasaannya untuk menekan birokrasinya. Tak perduli aturan membolehkan, asal ambisi kekuasaan kembali terpenuhi.
Belum lagi, loyalitas dan simpatisan Surunuddin yang bisa jadi kian bertambah akibat keberhasilan dan track record kepemimpinannya. Tentu ini menjadi ukuran tersendiri yang harus dihitung matang oleh penantang petahana.
Menurut penulis, dari sekian nama yang muncul, maksimal hanya akan ada empat pasang yang mengerucut sebagai calon bupati.
Surunuddin Dangga, Irham Kalenggo, Arsalim, dan Muh Endang.
Empat nama tersebut penulis perkirakan akan tarung dengan pasangannya masing-masing, karena tidak satupun pernyataan dari mereka untuk mendur, menjadi wakil, ataupun jadi pendukung, berbedah dengan yang lainnya. Demikian halnya jika dilihat daru tingkat keinginan rakyat, keempat nama tersebut menjadi sering disebut sebut.
Tidak hanya itu, penulis juga mengamati bahwa ke empat nama itu sulit untuk bersatu, Sebab tidak akan ada yang mau jadi wakil, entah karena gengsi, dan bisa jadi posisi jabatan yang saat ini diemban sulit dilepas. Kalaupun itu terjadi maka Pilkada Konsel hanya akan menyisahkan dua Pasang Calon. (head to head) selebihnya akan memilih tetap pada posisinya dan memilih bargening.
Yang pasti Surunuddin tetap bakal maju dengan pasangan baru, bisa jadi pasangan lama, penantangnya besar kemungkinan ketiga nama diatas, namun bisa juga hanya satu dari tiga nama, apakah Endang, arsalim, atau Irham.
Lalu siapa lawan imbang Surunuddin pada Pilkada 2020 jika terjadi empat pasang, atau head to head??
Apakah Arsalim yang tak lain adalah “istri” Surunuddin yang menceraikannya baru-baru ini? Yah, Arsalim adalah wakil Surunuddin pada Pilkada 2015 lalu. Dua bulan lalu, melalui Imran, (Ketua Gerindra Sultra, dia dengan tegas menyatakan Arsalim bakal maju sebagai calon bupati melawan petahana, entah apa alasannya, yang pasti, kata Imran, Surunuddin mulai tidak loyal,dan tidak sejalan dengan alur fikir Imran yang diketahui adalah Bupati Pertama di Konsel yang telah menorehkan estapet kepemimpinan dan meninggalkan bibit unggul SDA, SDM dan potensi Konsel lainnya untuk dikembang dan dilanjutkan Surunuddin.
Arsalim sebagai petugas Partai Gerindra, sekaligus kader loyal Imran nampak tak ragu, dia bahkan sudah mulai bekerja menyusun renstra melawan petahana. Organ pemuda pejuangnya pun sudah terbentuk dan mulai bekerja menjual dan mengukur pupularitas dan elektabilitas.
Figur lainnya Ada Irham Kalenggo, Ketua DPRD Konsel dari partai Golkar yang belakangan muncul sebagai penantang, bahkan hampir setiap sudut desa, baliho dengan tagelain “anak daerah” itu sudah bertebaran, menjadi jawara terbanyak baliho pra tahapan masuk.
Mungkinkah Irham adalah lawan petahana yang kuat?
Atau Justru Endang yang pada Pilkada Lalu menempati posisi kedua pemilik suara terbanyak dari empat pasang calon. Endang hingga kini masih diselimuti rasa malu untuk berkata jujur, maju atau tidak, namun pada akhrinya Endang pasti akan menyatakan sikap.
Mari kita amati.
Kehadiran, Irham Kalenggo dan Arsalim sebagai Penantang yang sebelumnya adalah satu gerbong dengan Surunuddin tentu banyak menyisahkan tanya kepada publik, Irham adalah kader Surunuddin di Golkar, tidak bisa dinapikan, jejak karier politik Irham banyak dicampuri dan ditopang oleh Surunuddin. Pilkada Lalu, Irham menjadi ketua Tim Surunuddin.
Sedang Arsalim adalah Wakil Surunuddin, tentu ini mengagetkan dan melahirkan kebingungan berjamaa, apa sebenranya yang terjadi ditubuh gerbong Surunuddin.
Yang beredar di Publik, Irham Kalenggo dan Arsalim masing masing memisahkan diri dari gerbong sebab alasan yang irasional menurut penulis. Mereka (Irham dan Arsalim) memilih memisahkan diri dan menantang karena tidak seiring sejalan dengan Surunuddin selama bergandengan lima tahun terakhir ini. Baik Arsalim sebagai wakil, maupun Irham sebagai Ketua DPRD. Lebih tepatnya Surunuddin dinilai gagal membawa perubahan untuk Konsel.
Tidak sedikit yang menyederhanakan maksud keduanya dilatarbelakangi oleh kekecewaan atas “bagi-bagi piring” yang tidak merata. Tapi apapun dalilnya, dan andaipun Surunuddin dianggap gagal memimpin Konsel, maka Arsalim dan Irham Kalenggo tidak bisa dipisahkan dari kegagalan itu. Sebab mereka adalah bagian dari rezim dan kebijakan.
Penulis masih sulit membaca apakah itu semua adalah manuver politik, dan strategi dari ketiganya untuk membaca dinamika politik, atau memang benar ketiga bercerai derai. Tapi dalam politik apapun bisa terjadi, bisa berkawan kapan saja, bisa jadi rival kendati itu saudara sendiri.
Tapi bukan itu akhir dari tulisan ini. Andaipun terjadi empat pasang seperti dimaksud penulis, ataupun head to head, maka penulis menyimpulkan Endang akan kembali menjadi penantang Petahana yang harus di Waspadai.
Kenapa demikian, Pada Pilkada lalu, Imran yang diketahui adalah konsultan politik Surunuddin-Arsalim, dan Irham Kalenggo adalah ketua tim pemenangan berhasil meraup suara terbanyak dengan pencapaian 38, 01 persen atau 57.099 suara. Disusul Endang- Nurfa yang tanpa backingan dari tokoh besar berhasil mendulang keberuntungan dengan menempati posisi ke dua, 30, 74 persen atau perolehan suara 46.204 disusul paslon Asnawi Syukur–Rustam Tamburaka (Harum) diback up oleh Nur Alam (gubernur Sultra) meraup 40.186 suara atau 26,75 persen, dan posisi paling buncit paslon nomor urut 4 Rusmin Abdul Gani–Muhlis (Beragam) dengan perolehan suara hanya 6.723 suara atau 4,48 persen.
Dalam kaitannya, Perolehan suara pada pilkada 2015 lalu itu tentu masih bisa menjadi dasar berhitung untuk Pilkada 2020 nanti. Bisa dibayangkan, ketika angka 38, 01 peresen, atau 57.099 suara terbagi ke masing masing tiga nama yang dulunya satu kekuatan.
Ketika Surunudin, Arsalim dan Irham berpisa, maka angka itu akan mereka bagi, dan andaipun kembali bersatu akan berada disekitar angka itu.
Sementara Endang, hanya seorang diri, perolehan suaranya waktu lalu tentu masih akan stabil diangka itu, bahkan berpotensi bertambah dari suara atau perolehan pasangan Asnawi-rustam, dan RAG- Mukhlis. Dan bahkan bisa jadi pemilih Surunudin- arsalim saat itu akan berpindah ke Endang, hal itu bisa jadi karena faktor ketidakpuasan hasil kepemimpinan Surunudin Arsalim (SUARA) selama lima tahun terkahir, atau faktor lainnya.
Endang tentu masih sangat seksi, dan “suci” jika dipandang dari sudut kebijakan, jika terdapat Kegaduhan, dan kegagalan kepimpinan atau pemerintahan, maka tidak terkait dengannya, sehingga pemilih atau militansi dan simpatisan dari Surunuddin, Arsalim, dan Irham Kalenggo besar Kemungkinan berpindah ke Endang.
Sebab itulah Endang dinilai penulis sebagai satu satunya lawan yang imbang dan berpotensi menumbangkan Petahana.
Sekian, dan terimakasih, nantikan tulisan tulisan berikutnya.
Penulis adalah Pendiri Organisasi Akademisi Mahasiswa Islam (OASIS) Sulawesi Tenggara
Pendiri Gerakan Mahasiwa Konsel Menginspirasi (GMKM)
Founder Rumpun Yatim Piatu Menginspirasi Sultra.
Selama Bermahasiwa Penulis sudah aktif sebagai presenter, dan sampai hari ini aktif sebagai Jurnalis khusus bidang politik, hukum dan kriminal. Juga Kader tulen Kesatuan Aksi mahasiswa muslim Indonesia (KAMMI).
Alumni Tahun 2015, /Mantan Ketua Senat Mahasiswa 2 Periode Institut Agama Islam Negeri IAIN Kendari.