kesbangpol sultra   kesbangpol sultra
Opini

Kalau Saya Bukan Pribumi Asli Sultra Dalam Pilkada Pasti Menang!

Dengarkan

Kalau Saya Bukan Pribumi Asli Sultra
Dalam Pilkada Pasti Menang!
(Seri tulisan Cross cutting culture)
Oleh: Amijaya Kamaluddin

Maaf ya!, Saya ingin mengajak pembaca untuk berimajinasi, bila fenomena ini terjadi di pilkada serentak. Dalam konteks Pilkada Gubernur dan Bupati Walikota serentak, fenomena money politics yang akan terjadi menunjukkan bahwa faktor ekonomi, mentalitas masyarakat, popularitas kandidat, strategi kampanye, dan keterbatasan informasi semuanya saling berinteraksi dan berkontribusi terhadap hasil pemilihan. Perlu juga kita ketengahkan sekaligus mempertanyanyak bagaimana untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan adanya upaya kolektif dari kita sebagai masyarakat, pemerintah, kelompok masyarakat sipil, dan lembaga pemantau pemilu untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya integritas dalam pemilihan, serta menciptakan alternatif yang lebih baik bagi masyarakat untuk memilih berdasarkan visi dan misi, bukan berdasarkan imbalan materi, ini sebuah harapan yang bisa dianggap ilusi semata, tidak mengapa hae!.

Dalam pilkada serentak selalu ada hal yang ekstrim terutama bagaimana mempengaruhi pemilih dengan menggunakan uang, bagiSaya kandidat yang bukan putra daerah asli sultra dimana masyarakat akan meragukan dan mengabaikan cinta tanah air saya akan sultra.

Langkah strategisnya akan melihat kondisi pbjektif yang dikarenakan situasi dan kondisi kemiskinan terutama mentalitas miskin dan saya akan melakukan serangan fajar lebih massif dan saya akan membayar 5 kalilipat diatas ratas; contok apabila kandidat putra daerah asli sultra yang populer dan di cintai masyarakat hanya memberikan uang untuk memilih dirinya dengan sejumlah 500 ribu per suara, sedangkan saya sebagai kandidat kandidat pendatang tentu akan membayar 5 kali lipat (2,5juta) lebih besar, maka kemungkinan peluang menang akan sangat mungkin terjadi dan inilah kekuatan money politik.

Kita semua tidak sependapat bahwa “fenomena money politics atau politik uang” dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) adalah isu yang kompleks dan sering kali mencerminkan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Dalam konteks Pilkada gubernur serentak di sultra, di mana kandidat yang bukan putra asli daerah Sultra berusaha akan memenangkan suara bagi pemilih yang kami gaambarkan diatas, dan kita dapat menganalisis beberapa faktor yang sangat mungkin memberikan kontribusi terhadap keberhasilan strategi yang kami telah gambarkan sebelumnya.

Secara objektif Kondisi Ekonomi dan Kemiskinan sebagai salah satu faktor utama yang mempengaruhi perilaku pemilih adalah kondisi ekonomi. Dimana kondisi daerah khususnya di pedalaman dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, banyak pemilih mungkin merasa terdesak secara finansial dan lebih cenderung menerima uang sebagai imbalan untuk suara mereka. Dalam situasi ini, tawaran uang yang lebih besar dari kandidat pendatang (misalnya, 2,5 juta per suara) bisa jadi lebih menarik dan akan mungkin diambil untuk di pertukarkan dengan suara pemilih, dibandingkan dengan tawaran dari kandidat putra daerah asli yang lebih rendah (semisal 500 ribu per suara).

Kondisi keadaan yang sudah menjadi kebiasaan buruk namun tidak ada yang menyalahkan dari penegakan hokum dan aturan dalam setiap pileg dan pilpres ataupun pilkada sebelumnya menjadi pembenarn yang kemudian menjadi bagian kebiasaan dan mentalitas dangan Nilai-nilai Sosial yang di anggap masyarakat kelas bawah sebagai kebiasaan yang sangat wajar.

Catatan hal yang dapat menjadikan mentalitas masyarakat yang sudah terbiasa dangan hal ini, dalam masyarakat yang sudah terbiasa dengan praktik politik uang, maka penerimaan terhadap money politik bisa menjadi norma baru. Jika masyarakat melihat bahwa praktik ini adalah cara yang umum dan diterima dalam proses pemilihan, maka mereka akan cenderung mengabaikan nilai-nilai seperti cinta tanah air dan integritas, dan lebih memilih untuk memanfaatkan situasi tersebut demi keuntungan pribadi kandidat, dan kemudian untuk apa Bawaslu dan KPU ada?.

Yang paling miris lagi apabila kandidat yang populer dan dicintai masyarakat, meskipun merupakan putra asli daerah, mungkin saja tidak selalu memiliki keunggulan jika mereka tidak mampu bersaing dalam hal finansial. Popularitas tidak selalu menjamin kemenangan jika kandidat tersebut tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk mempengaruhi pemilih (Money politik). Dalam banyak kasus, citra dan reputasi bisa tergantikan oleh daya tarik materi yang ditawarkan oleh kandidat pendatang.

Selain itu dibanyak daerah, keterbatasan pengetahuan dan akses informasi dapat mengakibatkan pemilih tidak sepenuhnya memahami konsekuensi dari memilih berdasarkan imbalan finansial. Ketidak pahaman ini dapat dimanfaatkan oleh kandidat yang menggunakan money politics, karena pemilih mungkin tidak menyadari pentingnya memilih berdasarkan visi dan misi yang lebih baik untuk masa depan daerah mereka.LAK

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button