Islam vs Oligarki? Catatan Akhir Pekan Zainal Arifin Ryha
Nuwun sewu Mas Kris, apa yang dimaksud oligarki, bisakah kita identifikasi lebih detil siapa mereka dan posisinya dalam konfigurasi politik saat ini? Ini penting karena terdapat kesan partikularisasi makna seiring tendensi politik yang menyertainya saat ini.
Dalam beberpa literatur, oligarki dimaknai sebagai orang atau kelompok yang punya resources tak terbatas sehingga sangat powerfull mengendalikan dan menentukan arah politik. Umumnya mereka tidak terlibat langsung menjadi bagian organik dari kekuasaan politik. Tapi dalam perkembangannya, mereka bisa berada di dalam atau di luar struktur. Ukurannya tidak lagi terbatas pada modal secara material, tapi juga seberapa besar pengaruhnya terhadap kekuasaan politik.
Tidak semua oligarki berkonotasi negatif, ada juga yang positif. Di Eropa di masa pra renaisans, mereka adalah private sektor yang melahirkan kaum borjuasi sebagai pilar demokrasi, termasuk para intelektual yang enlightenment, yang melahirkan era renaisans sebagai pijakan membangun peradaban Eropa saat ini.
Dalam sejarah Indonesia kontemporer, oligarki berkonotasi peyoratif. Mereka justru menggunakan pengaruhnya terhadap politik untuk mengeruk kekayaan material, yang di era Orde Baru melahirkan fenomena kapitalisme semu versi Yoshihara Kunio.
Beberapa waktu lalu, seorang kawan fungsionaris KAHMI yang juga penulis sekaligus peneliti, menulis di grup sebelah soal dialektika Islam vs oligarki yang jadi isu politik mutakhir belakangan ini.
Menarik untuk membedah tulisan tersebut karena terkesan parsial. Tidak jelas batasan makna dari term-term yang digunakan. Siapa saja yang dimaksud dalam terminologi umat Islam itu, tidak ditegaskan. Padahal Islam itu bukan entitas tunggal yang homogen.
Secara normatif kita bisa saja bicara tentang Islam sebagai manifestasi dari tauhid al ummah, tapi realnya tidak. Islam itu beragam sosial budaya dan sosial politiknya. Dalam Islam sendiri terdapat banyak kontradiksi.
Demikian halnya dengan sosok oligarki dan posisinya dalam konfigurasi politik saat ini. Di mana posisi orang seperti Surya Paloh misalnya dalam konteks dialektika Islam vs oligarki ini: Islam atau oligarki? Pun para alumni HMI saat ini, Islam, proletar atau oligarki?
(Jum’at malam, 7 Juli ’23)