Wow! Angka Stunting di Sultra Hanya 11 Persen, Bukan 30 Persen
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – BKKBN Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat, ternyata angka stunting di Sultra hanya 11 persen bukan 30 persen. Pasalnya, sejak dieksposnya data hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 beberapa bulan lalu, Indonesia “geger stunting” mengingat angka stunting yang diturunkan dari tahun 2022 sampai dengan 2023 hanya 0,1 persen saja.
Tentu saja hal itu membuat banyak pihak “kebakaran jenggot”, mengingat kerja kerasnya selama satu tahun tidak membuahkan hasil yang gemilang.
Hal itu pun terjadi di Sulawesi Tenggara, angka stunting hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 tergolong tinggi yakni 27,7 persen, pada tahun berikutnya (sesuai hasil SKI 2023) justru kembali meningkat hingga 30,0 persen.
Tentu saja hal ini membuat resah banyak pihak terutama sektor pemerintah yang tergabung dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang selama ini telah bekerja keras dari level provinsi hingga desa dan kelurahan.
Sebut saja salah satu pejabat yang sempat terpancing dengan hasil SKI 2023 adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Selatan, Hasriyadi beberapa pekan lalu saat menyampaikan materi 1.000 Hari Pertama Kehidupan di Kecamatan Lapandewa bersama Tim Penurunan Stunting dari Dinas P3APPKB Sultra.
Hasriyadi pun tidak hanya diam. Ia mencoba cross cek beberapa baduta yang sudah diukur oleh Tim SKI 2023 dengan cara mengukur ulang baduta tersebut.
Hasilnya pun benar-benar mengecewakan dirinya, karena ada beberapa bayi yang diukur oleh Tim SKI ternyata lebih pendek dari hasil pengukuran Tim Dinas Kesehatan Buton Selatan yang dipimpinnnya.
Sepertinya, informasi tentang “diragukannya” data hasil pengukuran SKI juga tercium pada banyak daerah lain.
Selanjutnya mengilhami TPPS tingkat nasional untuk melakukan pengukuran ulang dengan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) pada Pos Pelayanan Terpadu (posyandu) seluruh Indonesia.
“Awalnya diragukan, karena ada beberapa daerah yang kehadiran warganya ke posyandu tidak sampai 50 persen,” katanya.
Namun setelah TPPS melakukan upaya intervensi serentak di seluruh Indonesia untuk menghadirkan peserta posyandu (ibu hamil, ibu menyusui dan keluarga pemilik balita) hingga minimal 95 persen.
Sedangkan peserta yang tidak hadir di posyandu diharapkan TPPS tingkat desa/kelurahan jemput bola dan turun ke lapangan untuk melakukan pengukuran di rumah warga, ini benar-benar membuahkan hasil yang gemilang.
“Pada Jumat (5/7/2024) gerakan pengukuran stunting dengan EPPGBM di Sultra telah berhasil mengukur peserta posyandu (khususnya balita) hingga mencapai angka 95 persen atau sebanyak 192.910 balita,” terangnya.
Sementara itu, berdasarkan informasi yang didapatkan dari Satgas Stunting Perwakilan BKKBN Sultra melalui Koordinator Program Manajer (KPM)-nya Adi Supryatno mengatakan, dari angka 192.910 balita tersebut ada sebanyak 21.522 balita atau 11,16 persen yang ditengarai sebagai balita stunting.
“Data tersebut memang belum tergolong data resmi mengingat belum ada rilis resmi hasil EPPGBM secara nasional,” jelasnya.
Tambahnya, namun hasil tangkapan data dari lapangan nampaknya jika data tersebut valid, informasi ini justru menjadi kabar gembira bagi warga Sultra.
“Sehingga tidak lagi merasa resah berlebihan dengan keberadaan stunting di Tanah Anoa Sulawesi Tenggara ini,” tutupnya. (kjs)