KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Pabrik Smelter PT Virtu Dragon Nickel Industry (VDNI) yang terletak di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), disorot soal dugaan permainan kadar ore nikel. Mafia kadar ore nikel ini diungkapkan oleh perusahaan trader atau pembeli ore nikel PT Bintang Morosi Mineral (BMM).
Direktur PT BMM Muh. Faizan Musni mengatakan bahwa pihaknya menjadi salah satu korban pemanufulasian kadar. Itu terjadi ketika dirinya hendak menjual ore nikelnya ke pabrik smelter PT VDNI pada awal Desember 2023 lalu.
Sebelum kapal tongkang dikirim menuju jetty PT VDNI, dia lewat anggotanya lebih dulu berkoordinasi ke salah satu oknum di divisi ore suplay perusahaan. Di situ disampaikan bahwa kader ore miliknya hanya 1,2 (low grade).
Meski berada di kelas rendah, namun perusahaan tetap menerima ore nikel miliknya, dengan akan menaikan kadarnya menjadi 1,5. Tapi dengan catatan, pemilik ore nikel PT BMM harus membayar biaya koordinasi sebesar Rp430 juta.
“Kami kirimkan (permintaan dana oknum ore suplay PT VDNI), dan kapal kami berangkat menuju jetty PT VDNI,” kata dia, Jumat (26/1/2024) kemarin.
Setelah sampai kapal tongkang pada 16 Desember 2023 lalu, ore nikel miliknya tidak langsung dibongkar untuk dibawa ke pabrik smelter. Di sana, dirinya sempat menanyakan kapan ore nikel miliknya dibongkar. Oknum ore suplay perusahaan menyampaikan nanti setelah ada hasil uji laboratorium.
Hasilnya, kadar ore hasil uji laboratorium yang dikeluarkan perusahaan melalui surveyor independen, kadarnya tetap di angka 1,2. Hasil ini pun tidak sesuai standar yang ada dalam kontrak jual beli ore nikel di perusahaan PT VDNI.
Karena berada kelas rendah, perusahaan pun menolak dan mengeluarkan instruksi bahwa kapal tongkang yang memuat ore nikel miliknya ditolak. Fauzan lalu menanyakan komitmen mereka di awal bahwa mereka akan menaikan kadarnya, tetapi faktanya tidak demikian.
“Saya pertanyakan bagaimana dengan uang yang kami setorkan. Namun katanya sudah tidak sesuai komitmen. Memang benar komitmen diawal itu kadar 1,5 dan akan di up ke kadar 1,7. Tapi kan di sini sudah ada komitmen, dan uang telah disetorkan. Ini yang kemudian saya tidak terima,” katanya.
Tak sampai di situ, dia kembali beberkan, setelah kapalnya akan dipulangkan tanpa ada pembongkaran, oknum yang sama kembali meminta uang senilai Rp350 juta, dan berjanji akan memuluskan dan menaikan kadarnya. Namun permintaan itu tidak disanggupinya lagi.
Pasalnya, dirinya telah merugi, ditambah denda pembayaran kapal atau demorit yang dibayarkannya ke perusahaan kapal yang mencapai miliaran rupiah.
“Saya tidak sanggupi dan kapal yang memuat ore saya terkatung-katung. Saya merugi akibat harus bayar demorit,” keluhnya.
Dia mengaku, permainan mafia kadar ore nikel telah berlangsung lama, hanya mungkin baru dirinya yang mau buka suara terkait praktek ini. Entah manajemen perusahaan PT VDNI tahu atau memang murni permainan oknum.
Perihal kerugian yang dialaminya, ia akan melaporkan ke aparat penegak hukum (APH) soal dugaan pemerasan yang dilakukan oknum divisi ore suplay. Semua bukti telah dikantonginya, menjadi dasar pelaporan ke APH.
“Kami meminta APH dan pemerintah segera melakukan pendalaman soal mafia kadar nikel di PT VDNI,” tandasnya.
Sementara itu, Humas PT VDNI, Bahar mengatakan bahwa terkait adanya dugaan mafia kadar ore nikel di perusahaan tersebut, baru diketahuinya setelah dikonfirmasi oleh awak media ini.
Menyikapi itu, Bahar menerangkan, tinggal bagaimana pihak yang merasa dirugikan membuktikan tudingannya tentang adanya oknum yang bermain, khususnya pada penetapan kadar ore nikel.
“Iya tinggal dia (trader) buktikan. Dia kan tahu semuanya. Tapi kalau di divisi HRD, siapapun itu kalau memang terlibat, akan ditindak oleh manajemen,” ungkap dia. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Biyan