Solidaritas Hakim Indonesia bakal Aksi Cuti Massal, Tuntut Pemerintah Perhatikan Kesejahteraan Hakim
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Solidaritas Hakim Indonesia akan menggelar aksi cuti bersama selama empat hari mulai 7 Oktober hingga 11 Oktober 2024 mendatang. Aksi ini sebagai bentuk tuntutan para hakim se-Indonesia. Sebab selama bertahun-tahun kesejahteraan mereka belum menjadi prioritas pemerintah. Padahal hakim merupakan pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan di negara ini.
Aksi cuti bersama ini bukanlah pilihan yang diambil dengan tergesa-gesa. Sejak tahun 2019, para hakim melalui organisasi profesinya, Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) telah berjuang dengan sabar dan gigih untuk mendorong perubahan terhadap PP 94 Tahun 2012.
Berbagai upaya resmi dan formal telah ditempuh, dengan harapan agar pemerintah memberikan perhatian yang serius dan langkah nyata terhadap tuntutan tersebut. Namun, hingga sampai saat ini, perjuangan itu belum mendapatkan tanggapan yang sepadan dari pemerintah.
Oleh karena itu, dengan berat hati namun penuh keyakinan, aksi cuti bersama ini menjadi pilihan terakhir demi memperjuangkan martabat dan kesejahteraan hakim di Indonesia.
Hakim perempuan Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Vivi Fatmawaty Ali mengatakan, ketentuan mengenai gaji dan tunjangan jabatan hakim dalam PP Nomor 94 Tahun 2012 hingga saat ini belum pernah mengalami penyesuaian.
“Hal ini membuat gaji dan tunjangan yang ditetapkan 12 tahun lalu menjadi sangat berbeda nilainya dibandingkan dengan kondisi saat ini,” katanya di Kendari, Minggu (29/09/2024).
Kendati dirinya tidak sempat hadir secara langsung dalam aksi yang digelar Oktober mendatang, namun sebagai dukungan penuh maka persidangan pengadilan negeri di wilayahnya tidak akan berlangsung selama aksi tersebut.
Vivi juga menyatakan dukungan penuhnya kepada para hakim yang ikut dalam aksi tersebut, dengan harapan Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua Komisi Yudisial (KY) ikut membersamai aksi tersebut.
Hal ini sebagai langkah dan dukungan MA dan KY dalam memfasilitasi para hakim dengan lembaga-lembaga terkait di pemerintah pusat, salah satunya Kementerian Keuangan.
Selain itu, berbagai permasalahan kesejahteraan hakim di Indonesia termasuk di Sultra yakni gaji dan tunjangan yang tidak memadai, tunjangan kinerja yang hilang sejak 2012, beban kerja dan jumlah hakim yang tidak proporsional, kesehatan mental akibat beban kerja dan tanggung jawab yang berat.
“Kemudian harapan hidup hakim menurun, rumah dinas dan fasilitas transportasi yang tidak memadai, dampak kesejahteraan pada keluarga hakim, risiko keamanan dan jaminan keamanan, kurangnya keberpihakan terhadap hakim perempuan,” terangnya.
“Kami berharap melalui aksi ini ke depannya sistem peradilan lebih kuat, hakim yang sejahtera, dan hukum yang benar-benar terjaga. Inilah panggilan untuk kita semua, bersatu dalam solidaritas, untuk keadilan yang lebih baik bagi Indonesia,” pungkasnya.
Sebagai informasi, hingga 27 September 2024 tercatat sebanyak 1.326 hakim telah bergabung dalam gerakan ini.
Lebih dari 70 diantaranya menyatakan akan hadir langsung di Jakarta dengan biaya pribadi sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dinilai lambat dalam menanggapi tuntutan hakim.
Ini adalah bukti nyata perjuangan ini bukanlah sekadar wacana, melainkan gerakan yang didorong oleh semangat solidaritas dan tanggung jawab bersama. (bds)
Reporter: Muh Ridwan Kadir
Editor: Wulan