Penyidikan Kasus Korupsi Kantor ESDM Sultra Dihentikan, Andre: Anomali Dalam Penegakan Hukum
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kasus dugaan korupsi pembangunan kantor baru Dinas ESDM Sulawesi Tenggara (Sultra) Tahun 2021, dihentikan penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kendari. Penghentian perkara ini, di saat sudah naik ke tahap penyidikan.
Keputusan penyidik Pidsus Kejari Kota Kendari tersebut, melahirkan perdebatan apakah pemberhentian penyidikan sudah tepat dilakukan penyidik dan sesuatu yang lazim atau sebaliknya.
Menanggapi hal itu, Praktis Hukum, Andre Dermawan pun ikut mengomentari soal kasus yang ditangani Kejari Kota Kendari. Ia mengatakan, selayaknya kasus yang sudah naik ke tahap penyidikan tidak boleh dihentikan, sekalipun kerugian negara telah dikembalikan.
Merunut dari Pasal 4 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kata Andre Dermawan, jelas diterangkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Dalam Pasal 2 dan Pasal 3, dikatakan telah memenuhi unsur-unsur pasal yang dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
Sehingga, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan pelaku tindak pidana korupsi.
“Bagi saya, ini sebuah anomali (kelalaian atau penyimpangan) dalam penegakan hukum. Kita tidak lagi bisa ajari jaksa tentang Pasal 4 UU Tipikor,” kata dia, Selasa (13/8/2024).
Yang perlu dipahami, penyelidikan adalah sebuah rangkaian pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) untuk menemukan alat bukti, apakah perkara ini masuk tindak pidana, ataukah kasus ini tidak termasuk perlakuan tindak pidana.
Sementara tahap penyidikan, bukan lagi berbicara pulbaket, tetapi penyidik sudah yakin bahwa peristiwa tersebut adalah tindak pidana, dan tinggal mencari siapa pelaku tindak pidana yang akan ditetapkan tersangka, bukan lagi untuk membuat terang kasusnya.
Artinya, ketika penyidik menaikkan tahap penyelidikan ke penyidikan, penyidik pasti sudah yakin jika perkara tersebut merupakan tindak pidana berdasarkan bukti-bukti yang mereka temukan.
Dan mestinya, jika fakta-fakta hukum, pengembalian kerugian negara diketahui saat penyelidikan, harusnya kasusnya dihentikan saat itu juga, tidak dihentikan ketika sudah naik ke tahap penyidikan.
“Seharusnya, jika mereka tahu bukan tindak pidana, harusnya di penyelidikan dihentikan, bukan saat melakukan penyidikan. Jadi ini, aneh ketika saat penyidikan kasusnya diberhentikan,” tegas Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Sultra ini.
Menurut dia, banyak kasus serupa, yang mana pengembalian keuangan negara sudah dilakukan, tetapi proses pidananya tetap berjalan, karena pengembalian kerugian negara dilakukan saat kasus telah naik ke tahap penyidikan.
Dalam kesempatan ini juga, Andre turut menyoroti perlakuan berbeda atas kasus dengan konstruksi yang sama. Sebut dia, kasus dugaan korupsi PDAM Kota Kendari, namun setelah melihat kasus ESDM Sultra, ternyata ada perlakuan yang berbeda
Dia menerangkan, kasus PDAM Kota Kendari, dipersoalkan karena kelebihan pembayaran ke pihak kontraktor kemudian dilakukan pengembalian saat tahap penyelidikan. Namun jaksa berkehendak lain, dengan tetap menaikkan kasusnya ke tahap penyidikan hingga sidang dan vonis bersalah.
Sedangkan, jika dibandingkan dengan kasus dugaan korupsi Kantor baru ESDM Sultra, dihentikan pada saat sudah naik ke tahap penyidikan, dengan alibi sudah ada pengembalian kerugian negara, dan tidak lagi ada indikasi kerugian negara.
Hal lain, lanjut Andre, ada pernyataan Kejari Kota Kendari bahwa kekurangan pengembalian jaminan, denda dan uang muka yang harus dibayarkan oleh pihak penyedia (Kontraktor) dianggap bukan perbuatan melawan hukum pidana, tetapi perdata.
Sedangkan di kasus PDAM Kota Kendari yang konstruksi kasusnya sama persis, ada kekurangan pengembalian uang muka dan jaminan pelaksanaan tidak dicairkan, tetapi itu dianggap sebagai kerugian negara oleh penyidik Kejari Kota Kendari.
Kemudian, mereka juga menggunakan hasil audit Inspektorat Sultra, sebagai rujukan. Namun dalam perkara kasus PDAM, sikap mereka berbeda, malahan menggunakan perhitungan sendiri. Sementara, dalam temuan Inspektorat Kota Kendari, justru tidak menemukan kerugian negara di kasus PDAM Kota Kendari.
“Ini yang menurut saya jadi pertanyaan, kenapa ada perlakuan yang berbeda dari kedua kasus tersebut,” katanya.
Kembali pada kasus dugaan korupsi pembangunan Kantor baru Dinas ESDM Sultra, Andre menambahkan dengan mereka menghentikan kasus ini, masih bisa dilakukan upaya pra peradilan.
“Tinggal siapa lembaga anti korupsi di Sultra ini yang bisa mengkuasakan ke lawyer atau pengacara untuk upaya pra peradilan,” tukasnya. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Biyan