PB IDI Sebut Indonesia Negara dengan Rasio Dokter yang Rendah
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyebut Indonesia merupakan salah satu negara dengan rasio dokter per pasien yang masih rendah di dunia yakni 0,4 dokter per 1.000 penduduk.
Ketua Umum PB IDI, dr. Moh. Adib Khumaidi mengatakan, bercermin dari meninggalnya dr. Helmiyadi, PB IDI menyoroti bahwa salah satu permasalahan utama dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia adalah ketimpangan distribusi dokter karena banyak dokter yang terkonsentrasi di daerah perkotaan, sehingga masyarakat pedesaan dan wilayah terpencil tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
Hal ini ditambah lagi dengan kurangnya ketersediaan peralatan medis, obat-obatan, dan infrastruktur yang tidak memadai. Distribusi dokter dan sumber daya yang tidak merata ini menghambat kemampuan negara untuk menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas bagi warganya, khususnya di daerah pedesaan dan daerah yang kurang terlayani.
“Ini bukan hanya soal angka, ini masalah nyawa hidup dan mati,” katanya.
Kurangnya dokter di daerah-daerah tertentu menyebabkan banyak masyarakat Indonesia tidak mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan ini adalah masalah yang tidak bisa diabaikan.
“Kita juga menghadapi kekurangan peralatan medis, obat-obatan, dan infrastruktur. Fasilitas kesehatan di daerah pedesaan seringkali kekurangan peralatan dasar, sehingga dokter tidak dapat memberikan perawatan yang memadai,” jelasnya.
Dalam hal obat-obatan, banyak obat-obatan penting yang persediaannya terbatas, sehingga pasien tidak memiliki akses terhadap pengobatan yang diperlukan. Selain itu, masalah kemampuan pembiayaan melalui JKN-BPJS juga masih belum memadai.
Adib menambahkan, ketimpangan kemampuan pelayanan kesehatan juga disertai tidak meratanya infrastruktur. Banyak fasilitas kesehatan di daerah terutama pedesaan yang kekurangan fasilitas dasar, seperti air bersih, listrik, dan sanitasi.
Hal itu akan berdampak pada pekerjaan pelayanan kesehatan yang tidak bisa optimal. Ketersediaan alat kesehatan, sarana prasarana dan obat juga mempengaruhi kualitas dan kemampuan pelayanan kesehatan dasar di daerah.
Konsekuensi dari semua ini menyebabkan pasien terpaksa melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan pelayanan dan perawatan medis dan seringkali dengan biaya yang besar. Dan dalam beberapa kasus, pasien sudah dalam kondisi yang kronis dan terminal tanpa akses terhadap perawatan medis yang baik.
Dokter Adib menyampaikan bahwa masalh kesehatan ini bukan hanya masalah dan tanggung jawab pemerintah saja tetapi memerlukan peran penting semua komponen bangsa termasuk organisasi profesi, LSM, kelompok akademisi, swasta, media massa dan sosial, dan tentunya masyarakat sendiri sebagai garda terdepan agen perubahan transformasi kesehatan.
“Peningkatan jumlah dokter di daerah dapat dilakukan melalui beasiswa dan program insentif,” tuturnya.
Selain itu pemerintah pusat dan daerah perlu berinvestasi pada peralatan medis, obat-obatan, dan infrastruktur, untuk memastikan bahwa rumah sakit dan fasilitas kesehatan di daerah tersebut memiliki sumber daya yang mereka perlukan untuk memberikan layanan berkualitas. Didukung juga kemampuan pembiayaan baik dari pemerintah pusat, daerah maupun melalui JKN -BPJS
PB IDI mengingatkan bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas adalah hak asasi manusia yang mendasar dan setiap orang mempunyai akses terhadap perawatan medis yang mereka perlukan.
Jadi mari saling bekerjasama untuk mengatasi masalah kritis ini. Mari memperbaiki sistem pelayanan kesehatan dan memastikan bahwa setiap orang Indonesia memiliki akses terhadap layanan medis yang berkualitas.
“Kita bisa melakukan hal tersebut dan kita harus melakukannya. Kita harus “total football’ dalam upaya totalitas transformasi kesehatan. Masa depan negara kita bergantung pada masalah kesehatan dasar ini,” tutup Adib. (cds)
Reporter: Septiana Syam
Editor: Biyan