Optimalisasi PAD Sektor Tambang Nikel di Sultra, AJP Dorong Pemda Buat Pakta Integritas
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Ketua Fraksi P-Golkar DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), Aksan Jaya Putra (AJP) mendorong optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di sektor pertambangan dan pengolahan bijih nikel (industri). Menurutnya, kekayaan mineral bijih nikel yang dimiliki Sultra belum mampu berbicara banyak terhadap pundi-pundi PAD, lantaran seluruh kebijakan diambil alih oleh pemerintah pusat. Sementara kewenangan pemerintah daerah hanya bertumpu perintah pusat, sehingga guna mendapatkan nilai tambah dari sektor pertambangan, AJP menekankan pemerintah provinsi harus lebih serius lagi menyikapi persoalan ini untuk mendorong optimalisasi PAD pada sektor pertambangan. Utamanya industri baru yang wacananya masuk di Kabupaten Kolaka, Kota Kendari, dan Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Pada kawasan industri baru tersebut, Pemprov Sultra perlu mengoptimalkan dengan membuat sebuah pakta integritas mengenai kewajiban pajak yang melekat pada perusahaan. Sebab berkaca dari kasus pajak air permukaan PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) di Morosi, Konawe, kurang lebih Rp40 miliar hingga kewajiban membayar pajak belum ditunaikan. Belum lagi dengan Pemerintah Konawe terkait Pajak Penerangan Jalan (PPJ) non PLN.
Hal ini terjadi karena tidak adanya legitimasi yang menguatkan Pemprov Sultra untuk menagih ketunggakan PT VDNI terhadap kewajiban mereka membayar pajak permukaan air. PT VDNI selalu kuat-kuatan bahwa mereka bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikendalikan langsung oleh pemerintah pusat.
“Contoh ketika mereka (smelter) mulai membangun, kita (Pemprov Sultra) harusnya membuatkan pakta integritas, terkait dengan kewajiban-kewajiban yang ada, sehingga kita tidak mengulangi kesalahan yang sama, seperti yang terjadi di Morosi,” ucapnya saat ditemui, Jumat (11/8/2023) malam.
Belum lagi, persoalan industri yang diberikan kelonggaran pemangkasan kewajiban pajak atau disebut dengan istilah tax holiday (libur pajak) dari pemerintah pusat.
Padahal, mengacu dari pernyataan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, bahwa satu tungku pemurnian nikel industri itu mendapat libur pajak senilai Rp200 miliar.
“Sekarang kita tinggal pikirkan, bagaimana peningkatan PAD-nya, sehingga ke depan, kalau misalkan ada smelter baru yang mau dibangun, itu kita harapkan peran kepala daerah, seperti yang saya bilang mesti ada pakta integritas, itu salah satu contoh yang simpel kok,” tuturnya.
“Jadi, nanti kita buatkan pakta integritas di atas Kop Garuda, nanti kita bertanda tangan, kepala daerah dengan Forkopimda bahwa ini yang kamu punya kewajiban, begitu ko berjalan, kewajibanmu tidak terpenuhi, kita lapor Presiden, bahwa ini atau perusahaan ini bandel, buktinya dia sudah tanda tangan pakta integritas, tapi kewajibannya tidak dibayarkan,” sambung dia.
Suramnya lagi, AJP mengatakan bahwa Pemprov Sultra hanya mendapat 16 persen atau Rp160 miliar dari Dana Bagi Hasil (DBH) Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk sektor pertambangan. Sisanya dibagi 30 persen ke daerah pemilik mineral, 30 persen ke pemerintah pusat dan sisanya ke beberapa daerah di Sultra.
Sehingga kecilnya DBH PNBP tambang yang diperoleh Pemprov Sultra, membuat program pemerintah seperti pengerjaan jalan rusak yang panjangnya kurang lebih 200 kilo meter (KM) terhambat dan tentu merugikan masyarakat.
Data Dinas ESDM Sultra sebelumnya disebut, RKAB atau kouta nikel sebanyak 60 juta metrik ton. Dari data itu, potensi penerimaan daerah sebesar 60 juta dolar dengan asumsi daerah menerima 1 Dolar atau dalam rupiah 15 ribu per metrik ton.
“Jadi per tongkang, kita kenakan 1 dollar, berarti kalau dia misalkan 60 juta metrik ton RKAB yang keluar, ini kan pasti dimaksimalkan, pasti kan ada plus minusnya, bisa dia tidak habis semua, tapi kalau misalkan, kita buang saja sisa 50 juta metrik ton, berarti potensi pemasukan Rp50 juta,”bebernya.
Menurutnya, potensi mendapatkan PAD tambahan terus digaungkannya. Sebab untuk dari sisi darat masih kewenangan daerah. Sementara sisi laut kewenangan pemerintah pusat.
“Saya sering sampaikan ke mereka (Pemprov Sultra), silahkan kalian kaji banding, misalkan di daerah lain, di Kalimantan kah, yang batu bara, atau misalkan di Bangka Belitung terkait dengan timah. Karena mereka juga memaksimalkan. Bayangkan Kutai Kertanegara saja, satu kabupaten dia bisa dapat PAD sebesar Rp70 triliun dari sektor pertambangan batu bara,” tukasnya. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Wulan