Metro Kendari

Dewan Kendari Nilai Kebijakan Larangan Mudik Tak Berkeadilan

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kebijakan pemerintah yang melarang masyarakat untuk melakukan mudik lebaran Idulfitri 1442 H, baik untuk lintas provinsi maupun kabupaten/kota, menuai kecaman.

Akibat dari kebijakan itu, sejumlah mahasiswa di Kota Kendari menolak, baik secara tertulis maupun dengan gerakan turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka.

Bahkan, mereka yang mengatasnamakan Pemuda dan Mahasiwa Peduli Mudik Sulawesi Tenggara (Sultra), melakukan pemboikotan terhadap salah satu pusat perbelanjaan di Kota Kendari sebagai bentuk kekecewaan mereka kepada pemerintah.

Selain menutup pusat perbelanjaan, para mahasiswa ini juga meminta agar pemerintah menutup seluruh pusat perbelanjaan dan tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan.

Menyikapi itu, Anggota DPRD Kota Kendari, Sahabuddin mengatakan penutupan salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Kota Kendari, buntut dari kebijakan pemerintah melarang masyarakat mudik lebaran.

Menurut Sahabuddin, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan, yang kemudian diterjemahkan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, dengan alasan menghindari terjadinya kerumunan dan mengakibatkan lonjakan kasus Covid-19.

Namun, sambung dia, harusnya kebijakan itu jangan serta merta ditindaklanjuti, baiknya dikaji dan dibedah dulu oleh pemerintah provinsi (Pemprov) dan pemerintah daerah (Pemda) di 17 kabupaten/kota se-Sultra.

Jika tidak tidak seperti itu maka setiap keputusan dan kebijakan pemerintah yang notabene lebih mayoritas tidak berpihak ke masyarakat, konsekuensinya akan terjadi gejolak.

“Ini tidak terlepas dari efek domino, yang ditimbulkan dari kebijakan pemerintah pusat lalu diterjemahkan oleh pemprov dan pemda di Sultra, untuk melarang mudik masyarakat,” ujar dia, ditemui Kamis (6/5/2021) kemarin.

Lebih lanjut, Ketua Bappilu DPD II Partai Golkar Kendari ini menuturkan, persoalan kerumunan yang akan memicu melonjaknya kasus Covid-19 bukan hanya pada saat mudik lebaran saja, tetapi banyak persoalan lain yang berpotensi dapat memicu peningkatan kasus Covid-19.

Dia menyebutkan, mulai dari pusat perbelanjaan, tempat nongkrong dan lain sebagainya, itu juga tempat menimbulkan kerumunan massa. Jika demikian, pemerintah harus berlaku adil dengan menutup semua yang dapat menimbulkan kerumunan massa.

“Kalau melarang mudik karena alasan dapat menimbulkan kerumunan massa yang berdampak pada peningkatan kasus Covid-19, berarti harus ditutup semua yang menyangkut persoalan yang bisa menimbulkan kerumuman,” katanya.

“Tapi kalau kondisinya seperti ini, tidak ada keadilan untuk masyarakat, pemerintah buat kebijakan dengan mengacu pada asas berkeadilan. Supaya tidak ada masyarakat kita yang merasa dirugikan dengan adanya kebijakan dari pemerintah,” sambungnya.

Sehingga, legislator Golkar Kendari ini menekankan, seharusnya pemerintah dalam membuat suatu kebijakan jangan tumpah tindih antara satu kebijakan dangan kebijakan lainnya.

Selain itu, dia juga turut menyoroti perihal terjadi kerumunan yang begitu luar biasa di sejumlah pelabuhan di Sultra, sebelum  penerapan pelarangan mudik lebaran.

“Apa bedanya, nah itu juga dapat menimbulkan lonjakan Covid-19. Makanya sebelum membuat kebijakan, harus dipikirkan matang-matang, supaya tidak terjadi mispersepsi,” jelas Sahabuddin.

Ia pun menyarankan agar Pemprov Sultra maupun Pemkot Kendari meninjau ulang kebijakan menyangkut larangan mudik lebaran Idulfitri 1442 H.

Apalagi, kasus-kasus Covid-19 di Sultra pada umumnya relatif rendah, bahkan sudah menurun laju penambahan kasusnya dibandingkan 2020 lalu.

Artinya, dengan konteks yang relatif rendah itu, pemprov dan Pemkot Kendari serta kabupaten/kota lainnya jangan seolah-olah kebijakan itu dipaksakan, dan menyamakan daerah lainnya, seperti Jakarta yang memang kasusnya terus melonjak naik.

“Tingkat kasus Covid-19 antar kabupaten/kota di Sultra itu kan relatif rendah dan tidak ada yang begitu signifikan dibandingkan Jakarta dan provinsi lainnya di Indonesia. Sehingga pemerintah bisa saja membolehkan mudik antar kabupaten/kota, asal jangan antar provinsi,” pintanya.

Meski begitu, Sahabuddin menambahkan, jika pemerintah membolehkan mudik karena masih ada waktu untuk mengubah kebijakan itu, nanti pemerintah tinggal mengatur pembatasan skala masyarakat yang akan melakukan mudik.

Sehingga, tidak ada kerumuman yang terjadi di pelabuhan kapal penumpang serta yang menggunakan transportasi darat baik roda dua, roda empat, maupun bus.

“Artinya kerumuman bisa dibatasi, kemudian kita tidak melarang mudik juga,” katanya. (bsd*/)

 

Reporter: Sunarto
Editor: J. Saki

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button