BPIP RI: HMI Diperhadapkan Antara Isu Agama dan Negara
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyebut Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat ini tengah diperhadapkan dengan isu antara spiritualitas dan nasionalis. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pengkajian Kebijakan Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP RI, Muhammad Sabri, dalam dialog kebangsaan, bertempat di Gedung Serbaguna KAHMI Sultra, Sabtu (4/3/2023).
Dialog kebangsaan mengangkat tema merangkai kembali jejak Pancasila: historis-filosofis, konsepsi dan aksi. Tema tersebut menitikberatkan terkait peran Pancasila dalam bernegara dan berbangsa.
Sabri mengatakan, bahwa tujuan HMI ini hadir apakah kadernya dapat berdamai sebagai warga negara dan sebagai umat Islam. Karena ketika isu islam muncul seakan-akan mereka ini tidak nasionalis begitu juga sebaliknya.
“Bagi HMI ini sudah selesai isu ini, bagaimana dirimu sebagai umat Muslim dan dirimu sebagai warga negara. Hal ini telah selesai sejak HMI dicetuskan di Yogyakarta, yaitu menegakkan syariat Islam dan kemerdekaan,” katanya.
Lebih lanjut, pembahasan terkait Pancasila ini perlu adanya strategi politik serta kajian-kajian mendalam, sehingga Pancasila harus dimaknai lebih mendalam agar tidak hanya terjebak pada teks.
Pandangan Sabri terkait Pancasila yaitu memiliki dua paras, yaitu sebagai teks dan konteks. Untuk itu pentingnya melihat geneologi atau sejarah gagasan sebelumnya lahirnya Pancasila dengan berbagai perdebatan antara pendiri bangsa.
“Sehingga sebuah teks akan mati jika pikiran yang mati. Teks itu akan hidup jika ada pikiran hidup, sehingga jika kita letakkan Pancasila hanya sebagai sebuah teks final maka kita mematikan nilai-nilai yang sangat luar biasa,” katanya.
Tambahnya, Pancasila ini sebagai dasar dan filosofi bangsa artinya ini adalah pondasi, untuk itu jangan coba memainkan dasar ini, jika tidak maka akan meruntuhkan Indonesia. Selain itu Pancasila merupakan sumber dari sumber hukum negara.
Di tempat yang sama, Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sultra, Hidayatullah mengatakan, bahwa pembahasan terkait dengan Pancasila berada pada ruang sunyi, artinya dibahas ketika hanya pada momentum 1 Juni.
“Pancasila saat ini tidak dimaknai sebagai filosof, pandangan hidup, serta dasar dalam pengambilan kebijakan hukum sudah hilang, bahkan pada kurikulum saat ini apakah Pancasila itu ada atau tidak,” imbuhnya.
Ketua JaDI menyebut, objek dari Pancasila itu adalah manusia. Bagaimana manusia ini berperan ketika berada di lingkup pemerintahan ataupun misalnya sebagai seorang pelajar dan lainnya. Sedangkan untuk subjeknya itu adalah keseluruhan dalam hidup ini.
Ketua Dewan Pakar KAHMI Sultra, Eka Suaib menjelaskan, Pancasila ini merupakan suatu yang penting karena sebagai ideologi berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat. Sehingga Pancasila ini bukan berada pada tatanan yang abstrak.
“Jadi bagaimana Pancasila itu mampu dioperasionalkan dalam menjawab permasalahan yang dihadapi oleh rakyat dan bangsa kita. Untuk itu tiap poin dalam Pancasila itu perlu dipahami secara mendalam” katanya.
Eka menuturkan bahwa Pancasila ini digali berdasarkan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat sejak dahulu kala.
Koordinator Presidium MW Forhati Sulawesi Tenggara, Wa Ode Rulia mengungkapkan, saat ini tengah berbagai permasalahan terkait dengan hoax, maka perlunya Pancasila kembali digaungkan.
“Diharapkan ke depan, Pancasila ini dapat dijadikan sebagai landasan hukum, atau sebagai landasan untuk bersikap berbangsa dan bernegara,” imbuhnya.
Wa Ode mengatakan, bahwa generasi muda saat ini mulai lupa dengan 36 butir serta 45 butir Pancasila. Untuk itu pemahaman Pancasila ini perlu digaungkan ataupun disosialisasikan ke masyarakat akan peran pentingnya di dalam kehidupan. (bds)
Reporter: Muh Ridwan Kadir
Editor: Wulan