BI Sultra Bantu Pengembangan Padi Organik di Koltim, Hasil Panen Capai 7,1 ton per Hektare
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Bank Indonesia Kantor Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra) membantu pengembangan klaster padi organik bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur. Pengembangan klaster tersebut
sebagai upaya meningkatkan produksi dan perluasan lahan padi organik.
Kepala KPw BI Sultra, Bimo Epyanto mengatakan, bahwa program tersebut telah dilakukan sejak 2020 dan akan berlangsung hingga 2023 mendatang.
Lebih lanjut ia mengatakan, pengembangan klaster tersebut bertujuan mendorong percepatan peningkatan produksi, pengolahan pascapanen, dan perluasan akses pasar serta pemanfaatan teknologi.
Ia juga menyebutkan, program pengembangan potensi daerah di sektor pertanian itu menyasar tiga desa di Kabupaten Koltim.
Ketiga desa itu yakni Desa Mokupa, Desa Mondoke, dan Desa Onemanu. Ketiga desa itu berada di Kecamatan Lambandia.
Tak hanya itu, Bimo menjelakan, pengembangan klaster padi sawah organik dilakukan melalui pengembangan demplot pertanian, yang terintegrasi padi sawah dan peternakan sapi secara terukur dengan sistem digital atau yang lebih populer dengan istilah integrated digital eco farming.
“Jadi, sistem pertanian ini terintegrasi dengan peternakan melalui pemanfaatan limbah ternak, untuk kebutuhan pembuatan pupuk dengan teknologi MA-11 dan pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak,” jelas Bimo Epyanto saat bincang bersama media di Kendari, Rabu (2/6/2021).
Bimo menambahkan, tahun ini direncanakan pembangunan gudang dan lantai penjemuran untuk mempercepat ekosistem pengembangan padi sawah di Kabupaten Kolaka Timur, sekaligus sebagai bentuk wujud nyata dedikasi Bank Indonesia untuk negeri.
“Pada kesempatan panen perdana 24 Mei 2021 lalu, demplot padi sawah di lokasi tersebut memiliki produktivitas sebesar 7,1 ton per hektare. Hal ini lebih tinggi dibandingkan produktivitas padi organik pada umumnya yang hanya sebesar 3-4 ton per hektare,” pungkasnya.
Penerapan integrated digital eco farming pada demplot tersebut juga berhasil menurunkan biaya produksi dari Rp5 sampai Rp8 juta per hektare menjadi Rp3,5 juta per hektare dengan berhasil memanfaatkan tiga ekor sapi untuk kebutuhan 1 hektare sawah. (bds*)
Reporter : Erik Lerihardika
Editor : J. Saki