Walhi dan HPPNI Soroti Tambang Ilegal di Kolaka yang Tidak Tersentuh APH
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Meski aktivitas dugaan penambangan ilegal di Desa Oko-Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) telah berlangsung lama, namun Aparat Penegak Hukum (APH), seakan tak berkutik melihat bukaan lahan yang menggundul. Terbukti, penindakan baru dilakukan saat Penegak Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Pos Gakkum LHK Kota Kendari, turun pada Rabu 6 September 2023 lalu.
Sebanyak 17 unit alat berat yang tengah melakukan aktivitas di lokasi dugaan tambang ilegal diamankan Pos KLH Kota Kendari, dan kini dititipkan untuk sementara waktu di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, lokasi tambang nikel yang digarap secara melawan hukum, karena tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP). Jika mengacu pada peta Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di lokasi penambangan tersebut, tak terdapat izin, yang ada didekat dugaan penambangan ilegal itu hanya IUP PT Antam Tbk, Kolaka.
Selain itu, gambar yang diambil dari citra satelit pertanggal 11 September 2023, lokasi tambang ilegal tersebut tepat berada di dekat Kantor Desa Oko-Oko dan pemukiman warga. Di situ juga tampak jelas bukaan lahan yang telah diolah dan dikeruk kandungan mineralnya (ore nikel) secara ilegal.
Kemudian, dari dokumentasi yang diterima awak media ini baik dokumentasi video maupun foto memperlihatkan kubangan dengan kedalaman diatas rata-rata 10-15 meter dari berbagai sisi lahan dimana dilakukannya pengerukkan nikel yang diduga ilegal.
Polisi Dinilai Lakukan Pembiaran Tambang Ilegal di Desa Oko-Oko
Mencuatnya aktivitas dugaan penambangan nikel ilegal di Desa Oko-Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sultra menarik perhatian dari berbagai pihak, utamanya Ketua Himpunan Pengacara Pertambangan Nikel Indonesia (HPPNI) Sultra, Andri Dermawan.
Andri Dermawan yang dihubungi lewat via telepon, Senin (11/9/2023) mengatakan, Gakkum KLHK hanya bertindak sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tindak pidana kehutanan, apabila berkaitan dengan perambahan kawasan hutan.
Tetapi, kalau sangkut pautnya dengan penambangan nikel ilegal secara umum mestinya penegakkan hukumnya pihak kepolisian yang menangani dan melakukan penindakan.
Sebab, ketika di wilayah tertentu terdapat aktivitas penambangan nikel yang tidak disertai perizinanan sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Minerba, maka dipastikan itu ilegal. Karena ilegal, polisi yang memiliki gawean menindak pihak-pihak yang terlibat didalam aktivitas ilegal itu.
“Sudah pasti ada pembiaran di sana (Desa Oko-Oko, Kolaka) kan ada Polsek, dan ada Polres. Masa penambangan ilegal di dekat perkampungan tidak ditahu, kan aneh. Sementara itu kan kegiatan penambangan ilegal dilakukan secara terbuka, apalagi dekat dengan pemukiman, banyak alat berat masa tidak ditahu. Yang jelas ini bukan tindak pidana yang tersembunyi, tapi terbuka,” tuturnya.
Lebih lanjut, Andri menegaskan, karena disinyalir ada pembiaran terstruktur yang dilakukan APH, ia meminta Mabes Polri melakukan evaluasi terhadap bawahannya dengan dugaan tidak menjalankan fungsi dan tugas secara profesional.
Selain itu, ia menambahkan, polisi juga mesti membongkar dan membuka secara terang-benerang aktivitas yang telah menimbulkan kerugian negara.
“Nanti tinggal dicari siapa-siapa penambang ilegal disitu, dan siapa yang punya alat, pasti banyak yang terlibat disitu,” katanya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra, Andi Rahman menyampaikan, prinsip dalam dunia usaha pertambangan, yang menjadi patokan utamanya harus mengantongi izin atau IUP dari Kementerian ESDM.
Namun, jika berbicara mengenai aktivitas penambangan nikel di Desa Oko-Oko, Kecamatan Pomalaa, Kolaka itu, yang diduga tidak memiliki izin, otomatis analisis dampak lingkungan atau Amdal-nya juga tidak ada.
Apabila dalam sebuah aktivitas tambang dilakukan secara masif tanpa disertai dengan Amdal, maka akan berdampak pada lingkungan maupun sosial ditengah masyarakat.
Terkait dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan atas adanya aktivitas penambangan ilegal, ditambah lokasinya berada di dekat pemukiman masyarakat Desa Oko-Oko dan sekitarnya, menurut dia sangat besar dampaknya.
Misalnya sebut Andi Rahman, aktivitas masyarakat terganggu, polusi udara tidak sehat lagi, apalagi jika aktivitas dilakukan secara masif. Kemudian sepengetahuan dia, di daerah sana ada Sungai Oko-Oko yang bisa saja tercemar akan aktivitas tersebut. Terakhir, potensi banjir dan longsor tidak dapat dielahkan ketika hujan dengan intensitas tinggi turun di daerah lokasi tambang oleh itu.
“Tentu akan menimbulkan dampak besar ya, utamanya dampak lingkungan terhadap masyarakat. Yang ada saja Amdalnya kadang masih terjadi pengrusakan lingkungan secara masif, apalagi yang tidak ada izin. Dan saya bisa pastikan penambangan disana (Desa Oko-Oko) dilakukan secara membabibuta dengan tidak memikirkan dampak lingkungan dan sosial masyarakat,” tuturnya.
Dengan kondisi ini, Andi Rahman minta kepada APH khususnya kepolisian dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra segera melakukan penindakan secara serius dan tegas terhadap pelaku penambang ilegal.
Ia juga menyoroti seakan APH tidak serius menindak para pelaku yang sudah menimbulkan kerugian dan kerusakan lingkungan. Andi Rahman kembali menegaskan, APH harus berani membongkar kejahatan pertambangan yang dilakukan oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Bahkan, APH dapat mengenakan dua UU, yakni tindak pidana pertambangan dan tindak pidana pengrusakan lingkungan.
“Kalau ini harus cepat ditindak oleh penegak hukum kita. Karena kalau ini dibiarkan terus menerus, akan menimbulkan banyak dampak baik dari sisi kerugian negara maupun kerusakan lingkungan serta dampak sosial,” tegasnya.
PT Anugrah Persada Dwipantara Diduga Sebagai Penambang Ilegal di Desa Oko-Oko
Desa Oko-Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, menjadi daerah salah satu daerah sasaran penambang ilegal. Di lokasi yang diduga tak berizin ini, dengan leluasa para penambang mengeruk ore nikel dengan cara ilegal.
Menurut sumber yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan bahwa, lokasi tambang nikel di Desa Oko-Oko, disebut PT Anugrah Persada Dwipantara bertindak sebagai kontraktor mining atau penambang nikel.
Sementara hasil pengerukkan ore nikel yang ditambang oleh PT Anugrah Persada Dwipantara di bawah atau dilakukan pengapalan di Jetty PT Gasing Sulawesi dengan menggunakan dokumen RKAB milik PT Suria Lintas Gemilang.
“Kontraktor miningnya PT Anugrah Persada Dwipantara dan dokumennya PT Suria Lintas Gemilang,” katanya.
Ia juga menyebutkan, alat berat yang disita Gakkum KLHK Kendari melalui Pos Gakkum LHK Kota Kendari, tujuh alat berat milik Kepala Desa (Kades) Oko-Oko, Binsar, PT Anugrah Persada Dwipantara empat alat berat dan enam alat berat milik atas nama Minca.
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah pihak PT Anugrah Persada Dwipantara dan PT Suria Lintas Gemilang lewat pesan whatsapp maupun via telepon, kedua perusahaan tersebut tidak merespon upaya klarifikasi awak media ini.
Di samping itu, awak media ini belum dapat mengkonfirmasi pihak PT Gasing Sulawesi, lantaran keterbatasan akses, sebaliknya Kades Oko-Oko, Binsar hingga saat ini belum juga memberikan tanggapannya meski sudah coba dihubungi. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Wulan