Hukum

Tak Ada Tersangka Baru Kasus Suap Alfamidi, FAHMI Sultra-Jakarta Soroti Kejati

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kasus suap dan gratifikasi perizinan Alfamidi atau PT Midi Utama sebulan berjalan setelah adanya penetapan dua tersangka, Syarif Maulana dan Ridwansyah Taridala.

Keduanya ditetapkan tersangka atas dugaan keterlibatan dalam proses perizinan Alfamidi dan mark up anggaran pembangunan kampung warna-warni di Kelurahan Tondonggeu, Kecamatan Abeli, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra melalui Aspidsus sebelumnya menyatakan akan ada tersangka baru pasca ditetapkannya dua tersangka pada 13 Maret 2023.

Mengingat ada beberapa pihak yang akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap ini, termasuk mantan (eks) Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir. Yang mana saat itu, Sulkarnain Kadir merupakan pucuk pimpinan.

Sulkarnain Kadir sendiri telah menjalani pemeriksaan selama tiga kali selaku saksi tersangka Syarif Maulana sebagai mantan Tenaga Ahli Tim Percepatan Pembangunan Kota Kendari Bidang Perencanaan Pengelolaan Keunggulan Daerah.

Tiga kali diperiksa, Sulkarnain Kadir hanya sebatas saksi dan penyidik tindak pidana korupsi (Tipidkor) Kejati Sultra menganggap selesai proses pemeriksaan.

Hal ini pun banyak dipertanyakan oleh berbagai pihak perihal hasil pemeriksaan Sulkarnain Kadir, salah satunya Ketua FAHMI Sultra-Jakarta, Midul Makati.

Menurut dia, Kejati Sultra seakan tak serius dan tidak berani mengambil sikap tegas dalam penanganan kasus suap dan gratifikasi perizinan Alfamidi tersebut.

Sulkarnain Kadir diduga erat hubungannya saat proses pengajuan pengurusan perizinan gerai Alfamidi di Kota Kendari, hingga terjadi suap menyuap dalam bentuk permintaan CSR ke pihak PT Midi Utama Indonesia.

Mengapa demikian, karena saat itu Sulkarnain Kadir merupakan pimpinan tertinggi di Pemerintahan Kota Kendari, sehingga memungkinkan Sulkarnain Kadir otak di balik kasus ini.

“Mantan Wali Kota Kendari yang paling bertanggung jawab karena saat itu ia adalah pimpinan tertinggi di Kota Kendari. Apalagi terkuak di penyidikan, adanya pertemuan antara Sulkarnain Kadir, Syarif Maulana, Manager CSR PT Midi Utama Indonesia dan dua stafnya,” ungkap dia kepada awak media ini ketika dihubungi, Sabtu (16/4/2023).

Mestinya, lanjut Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta ini menuturkan bahwa, tidak masuk akal jika bawahannya jadi tersangka, kemudian pimpinannya tidak ikut terjerat.

Sebab, tanpa perintah pimpinan, bawahan pun tidak akan berani mengambil keputusan sendiri, apalagi ini berkaitan dengan administrasi yang bersinggungan langsung dengan pemerintah.

Anggapan itu kemudian menjadi tolok ukur publik yang beranggapan Sulkarnain Kadir diduga kuat terlibat menerima suap dan gratifikasi atas proses pengurusan izin.

“Dalam kasus, diduga melibatkan mantan Wali Kota Kendari, dimana saat ini sudah ada tersangka sebagai mantan anak buah Sulkarnain Kadir sewaktu menjabat Wali Kota Kendari,” jelasnya.

Lebih jauh, Midul Makati menerangkan, Kejati Sultra perlu menetapkan tersangka baru, bukan hanya penerima suap saja, melainkan pemberi suap juga.

Sebab, diterangkan pemberi maupun penerima suap dan gratifikasi dalam hal Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun pejabat negara, ada pada pasal 5 ayat 1 Huruf (a dan b) dan ayat 2. Pasal 6 ayat 1 Huruf (a dan b) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Artinya ketika ada penerima suap dan gratifikasi maka sudah barang tentu pasti ada pemberi suap dan gratifikasi. Jangan dibuat akal bunuh akal,” katanya.

Meski begitu, Kejati Sultra yang menjadi motor dalam penanganan kasus ini seakan tidak menangani secara serius. Bahkan terkesan Kejati Sultra tidak berani mengambil sikap tegas atas fakta-fakta yang sebenarnya dapat menjerat Sulkarnain Kadir dan pihak PT Midi Utama Indonesia.

Padahal, jelas di Pasal 30 ayat (1) Huruf a sampai e Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, disini sangat jelas tugas dan wewenang Kejaksaan.

Didalam KUHAP juga diatur soal tugas dan Wewenang Jaksa yaitu di pasal 1 angka 6 huruf (a) dan Huruf (b). Kemudian dalam Pasal 13 KUHAP dan dipertegas dalam pasal 137 KUHAP.

“Seharusnya Kejati Sultra serius menangani kasus korupsi ini jangan sampai terkesan masuk angin, yang nanti membuat masyarakat curiga adanya main mata di institusi Kejaksaan,” timpalnya.

Oleh karena itu, FAMHI SULTRA -Jakarta mendesak Kejaksaan Agung untuk mengambil alih proses hukum kasus suap agar diusut secara tuntas dan tidak ada lagi indikasi kemasukan angin.

Sebagaimana diketahui, Kejati Sultra sebelumnya telah menetapkan dua tersangka, Sekda Kota Kendari, Ridwansyah Taridala dan Tenaga Ahli SK Wali Kota 2021, Syarif Maulana.

Penetapan tersangka keduanya tepatnya pada 13 Maret 2023, setelah dilakukanya pemeriksaan sebanyak dua kali dengan status sebagai saksi.

Keduanya menjadi tahanan jaksa yang dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Kendari selama dua hari pasca ditetapkan tersangka.

Namun belakangan, tersangka Ridwansyah Taridala mengajukan peralihan penahanan dari tahanan jaksa menjadi tahanan kota melalui permintaan Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari, yang dijaminkan Pj Wali Kota Kendari, Asmawa Tosepu.

Selain itu juga, peralihan penahanan Jenderal Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemkot Kendari tersebut menandai pemeriksaannya dinyatakan selesai pasca ditetapkan tersangka.

Hingga kini, tinggal menunggu proses pemberkasan kasus suap yang menjerat Ridwansyah Taridala untuk kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Tipidkor. (bds)

 

Reporter: Sunarto
Editor: Biyan

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button