Soal Korupsi Tambang, Kejati Sultra Cekal Pemilik PT Lawu Windu Aji Soesanto ke Luar Negeri
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Dalam penanganan proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi tambang di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam, di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), kejaksaan kembali mengeluarkan surat pencekalan.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Partris Yusrian Jaya, mengatakan, upaya pencekalan berpergian ke luar negeri itu ditujukan kepada pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM), Windu Aji Soesanto.
Pencekalan kepada Windu Aji Soesanto itu dilakukan guna menghindari terjadinya hal yang dapat menghambat proses penyidikan kasus dugaan korupsi tambang.
Menurut Patris, penyidik tindak pidana korupsi sudah memanggil dan memeriksa Windu Aji Soesanto di Kejati Sultra untuk pemeriksaan pertama kalinya.
“Terhadap pemilik PT Lawu (Windu Aji Soesanto), pertama sudah datang untuk diperiksa,” ujar dia kepada awak media di Kendari, Kamis (13/7/2023).
Kemudian, penyidik kembali melayangkan panggilan kedua, karena merasa belum cukup. Sehingga pada panggilan kedua ini Windu Aji Soesanto berhalangan dan meminta dijadwalkan ulang.
Dia menyebut, Windu Aji Soesanto masih berstatus sebagai saksi, tetapi pihaknya akan terus mengembangkan kasus ini hingga penentuan status (tersangka) pada pemilik PT Lawu tersebut dapat dilakukan secara objektif dan profesional.
“Penyidik berpendapat terhadap yang bersangkutan perlu dilakukan pencegahan ke luar negeri dan itu sudah dilakukan kemarin,” tukasnya.
Kejati Sultra, saat ini tengah melakukan proses penyidikan mulai dari pemeriksaan saksi-saksi hingga penetapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konut.
Mereka yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yakni Direktur PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) Andi Andriansyah, Manajer PT Antam Konut, Hendra Wijianto, Pelaksana Lapangan (PL) PT Lawu, Glen dan Direktur Utama (Dirut) PT Lawu, Ofan Sofwan.
Penetapan tersangka terhadap empat orang ini diduga telah melakukan penambangan ilegal dan penjualan ore nikel di konsensi PT Antam.
Sebelumnya PT Antam bekerja sama dengan PT Lawu dan Perusda untuk menggarap 22 hektare lahan milik PT Antam melalui KSO Mandiodo.
Setelah itu, PT Lawu merekrut 38 perusahaan atau kontraktor mining untuk menambang bijih nikel di area kawasan PT Antam. Perjalanannya, ternyata tidak seperti dalam kontrak kerja sama.
Justru para penambang ini memperluas jangkauan penggalian hingga menerobos kawasan hutan lindung sekitar 157 hektare. Padahal luasan yang hanya boleh digarap berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) PT Antam seluas 40 hektare.
Kemudian, yang seharusnya bijih nikel yang sudah ditambang PT Lawu melalui perusahaan kontraktor mining dijual ke PT Antam, tapi kenyataannya hanya sebagian kecil yang diserahkan ke PT Antam dan sisanya dijual ke perusahaan smelter.
“Sisanya dijual di smelter lain dengan menggunakan dokumen palsu atau terbang milik PT KPP dan beberapa perusahaan tambang lainnya,” kata Patris. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Biyan