Selain PT KKP, Kejati Kantongi Perusahaan Lain yang Digunakan PT Lawu Jual Ore Nikel Ilegal
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Beberapa perusahaan tambang menjadi fokus sasaran kejaksaan berikutnya dalam mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi tambang di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam, Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kasus korupsi tambang yang sementara ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, disinyalir bukan hanya satu perusahaan tambang biji nikel saja yang dokumennya digunakan PT Lawu Agung Mining (LAM).
Yang baru terungkap, PT Lawu memakai dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) PT Kabaena Kromit Pratama (KKP), yang mana direkturnya telah ditetapkan tersangka.
Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Ade Hermawan, mengatakan, beberapa perusahaan yang dokumennya ikut dipakai PT Lawu sudah dikantongi penyidik, berdasarkan keterangan dari para tersangka.
“Sudah dikantong sidik nama-nama (perusahaan) itu,” katanya saat ditemui di Kantor Kejati Sultra, Jumat (21/7/2023).
Bahkan beber Ade Hermawan, ada sebagian pimpinan perusahaan yang enggan disebutkan secara rinci nama tersebut, sudah dipanggil untuk diperiksa.
“Ada yang pernah, ada yang belum. Tunggu saja langkah penyidik dalam mengungkap kasus ini,” ungkapnya.
Ditanya perihal beberapa perusahaan yang masuk radar penyelidikan Kejati Sultra, apakah lokasi IUP-nya tidak jauh dari konsensi WIUP PT Antam, Ade memilih untuk tak menjawab. Alasannya itu masih ranah penyidikan.
Diberitakan sebelumnya, Kejati Sultra menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tambang di WIUP PT Antam, Blok Mandiodo, Konut diantaranya, PL PT Lawu Gleen, Direktur Dirut PT Lawu Ofan Sofwan, pemilik PT Lawu, Windu Aji Soesanto, GM PT Antam, HA dan Direktur PT KKP, Andi Adriansyah.
Penetapan tersangka terhadap lima orang ini, diduga telah melakukan penambangan ilegal dan penjualan ore nikel di konsensi WIUP PT Antam. Sebelumnya PT Antam bekerja sama dengan PT Lawu dan Perusda untuk menggarap 22 hektare lahan milik PT Antam melalui KSO Mandiodo.
Setelah itu, PT Lawu merekrut 38 perusahaan atau kontraktor mining untuk menambang bijih nikel di area kawasan PT Antam. Perjalanannya, ternyata tidak seperti dalam kontrak kerja sama.
Justru para penambang ini memperluas jangkauan penggalian hingga menerobos kawasan hutan lindung sekitar 157 hektare. Padahal luasan yang hanya boleh digarap berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) PT Antam seluas 40 hektare.
Kemudian, yang seharusnya bijih nikel yang sudah ditambang PT Lawu melalui perusahaan kontraktor mining dijual ke PT Antam, tapi kenyataannya hanya sebagian kecil yang diserahkan ke PT Antam dan sisanya dijual ke perusahaan smelter.
“Sisanya dijual di smelter lain dengan menggunakan dokumen palsu atau terbang milik PT KPP dan beberapa perusahaan tambang lainnya,” kata Kajati Sultra, Partris Yusrian Jaya. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Biyan