Dirut PT Lawu, Tersangka Kasus Korupsi Tambang Jalani Penahanan di Rutan Kendari
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Direktur Utama (Dirut) PT Lawu Agung Mining (LAM) Ofan Sofwan (OS), tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi bidang pertambangan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Asisten Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), Ade Hermawan, menjelaskan, OS terbang dari Bandara Soekarno Hatta (Soetta) Jakarta menuju Bandara Haluoleo Kendari.
Didampingi penyidik tindak pidana korupsi Kejati Sultra, OS mendarat di Bandara Haluoleo Kendari menggunakan pesawat Batik Air pada pukul 17.00 Wita, Kamis (20/7/2023).
Menurut Ade Hermawan, pemindahan penahanan Dirut PT Lawu tersebut dari Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Rutan Kelas II Kendari dalam rangka penyidikan lebih lanjut.
“Jadi pemindahan ini berhubungan dengan penyidikan dan langsung ditahan di Rutan Kelas IIA Kendari,” ujarnya.
Terkait hasil penyelidikan, Ade Hermawan menambahkan, pihaknya akan kembali menyampaikan perihal penyelidikan atas keterlibatannya dalam kasus korupsi tambang ini.
Sebelumnya diberitakan, Kejati Sultra tengah melakukan proses penyidikan mulai dari pemeriksaan saksi-saksi hingga penetapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan WIUP PT Antam di Blok Mandiodo, Konut.
Mereka yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yakni Direktur PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) Andi Andriansyah, Manajer PT Antam Konut, Hendra Wijianto, Pelaksana Lapangan (PL) PT Lawu, Glen dan Direktur Utama (Dirut) PT Lawu, Ofan Sofwan.
Penetapan tersangka terhadap empat orang ini diduga telah melakukan penambangan ilegal dan penjualan ore nikel di konsensi PT Antam. Sebelumnya PT Antam bekerja sama dengan PT Lawu dan Perusda untuk menggarap 22 hektare lahan milik PT Antam melalui KSO Mandiodo.
Setelah itu, PT Lawu merekrut 38 perusahaan atau kontraktor mining untuk menambang bijih nikel di area kawasan PT Antam. Perjalanannya, ternyata tidak seperti dalam kontrak kerja sama.
Justru para penambang ini memperluas jangkauan penggalian hingga menerobos kawasan hutan lindung sekitar 157 hektare. Padahal luasan yang hanya boleh digarap berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) PT Antam seluas 40 hektare.
Kemudian, yang seharusnya bijih nikel yang sudah ditambang PT Lawu melalui perusahaan kontraktor mining dijual ke PT Antam, tapi kenyataannya hanya sebagian kecil yang diserahkan ke PT Antam dan sisanya dijual ke perusahaan smelter.
“Sisanya dijual di smelter lain dengan menggunakan dokumen palsu atau terbang milik PT KPP dan beberapa perusahaan tambang lainnya,” kata Kajati Sultra, Partris Yusrian Jaya. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Biyan
Kejati harus dan tidak boleh tebang pilih dalam kasus tambang selanjutnya transparan tidak harus ditutup-tutupi ini adalah legitimasi aparat hukum menegakkan keadilan, tidak menutup kemungkinan ada aparat Kejati yang terlibat,kami masyarakat akan mengawal kasus tambang di Sultra agar kehidupan masyarakat Sultra lebih damai dan sejahtera