KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Penyerobotan lahan milik warga kian menjamur di tanah Mekongga, khususnya di Kelurahan Anaiwoi, Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka.
Penyerobotan lahan diduga dilakukan sekelompok orang yang mengatasnamakan komunitas masyarakat adat Mekongga dengan dalih sebagai tanah ulayat atau tanah adat.
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Detiksultra.com, masyarakat Kelurahan Anaiwoi yang merasa telah diserobot lahannya, telah melaporkan kasus penyerobotan lahan ini ke pihak kepolisian setempat. Tercatat di Polsek Watubangga sudah tiga laporan dan di Polsek Kolaka sebanyak tujuh laporan.
Masih dari hasil penelusuran, dari sejumlah laporan tersebut, terdapat beberapa nama sebagai pihak terlapor, diantaranya Arno Sundusing, Supriadi, Taslim, Lena, Darmin, Budiman dan sejumlah nama lainnya yang diduga bagian dari kelompok penyerobot lahan milik warga.
Detiksultra.com kemudian mencoba menghubungi Arno Sundusing sebagai salah satu terlapor untuk kemudian dimintai konfirmasi terkait dugaan penyerobotan lahan. Namun setelah dihubungi melalui telepon seluler, Arno Sundusing tidak menjawab, kemudian dikonfirmasi melalui via Whatsapp juga hingga sampai saat ini belum dibalas.
Selanjutnya, Detiksultra.com, mencoba menghubungi pihak terlapor lainnya yakni Darmin. Alhasil, mahasiswa Fakultas Hukum USN Kolaka itu bersedia diminta keterangannya.
BACA JUGA :
Dalam kesempatan itu, Darmin mengatakan bahwa tudingan yang ditujukan kepada dirinya terkait penyerobotan lahan itu tidak benar.
“Lokasi itu memang sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai penyerobotan. Kemudian, legalitas lahan yang dikatakan diserobot itu tidak bisa dibuktikan atau tidak perlihatkan surat-surat kepemilikan atau bukti alas hak. Kalau menyampaikan bahwa lahan itu bersertifikat tidak bisa mereka tunjukan,” kata dia, Selasa (18/2/2020).
Selain itu, Darmin juga membantah soal namanya yang disebut-sebut ikut dalam penggusuran lahan warga tersebut.
Menurutnya masyarakat Anaiwoi dan Papalia yang melakukan penggusuran, sedangkan dirinya hanya melakukan advokasi atau pendampingan.
“Kalau yang menggusur bukan saya, saya juga tidak tahu objek mana yang digusur. Tapi kita tidak tahu lokasinya siapa yang digusur, masyarakat yang menggusur, itu masyarakat Anaiwoi dan Popalia, dua kampung itu,” bebernya.
Ketika ditanyakan tentang keberadaan alat berat yang digunakan dalam penyerobotan lahan, ia menampik hal tersebut.
“Kalau masalah lahan, masyarakat yang patungan untuk menyewa dua alat berat milik PT. SJS (H. Sukri) dan PT. Dewi Jaya (H. Gunawan),” sambungnya.
Tak hanya itu, dia juga membantah terkait video yang beredar, yang menyebut bahwa dirinya sebagai ketua kelompok penyerobotan di Kelurahan Anaiwoi.
“Saya bukan ketua kelompok, di sini tidak ada ketua kelompok. Yang jelas di sini atas nama masyarakat, dan saya tidak pernah melakukan pengurusan melainkan masyarakat,” jelasnya.
Kembali dijelaskannya, alasan masuknya masyarakat untuk melakukan penggusuran tidak lain berdalil lahan tersebut merupakan kawasan hutan lindung. Hal itu dikuatkan dengan terbitnya SK Bupati 188-144 tahun 2015 tentang pembebasan status kawasan.
“Jadi, di SK itu ditunjukan lokasi-lokasi yang dibebaskan, termasuk Desa Lalonggopua, lahan yang dibelakang bandara, yang tidak ada itu di Anaiwoi. Pada saat SK itu keluar, masyarakat sudah mulai masuk, klaim tanah karena sudah pembebasan kawasan,” tukasnya.
Sebelumnya diberitakan, Andi Jumaing salah satu warga yang diserobot lahannya mengaku oknum yang diduga menyerobot lahannya adalah Arno Sundusing Cs. Padahal lahannya memiliki sertifikat dan kwitansi pembelian.
Tak terima lahannya digusur beserta tanaman jangka panjang yang berdiri kokoh di atas lahannya itu, akhirnya warga yang merasa lahannya diserobot lantas melaporkan Arno Sundusing Cs di Polsek Watubangga pada 19 November 2019 lalu atas penyerobotan lahan dan pengrusakan.
Reporter: Sunarto
Editor: Qs