Kisruh Potensi Konflik, Warga Desa Sukarela Jaya Wawonii Melawan Perusahaan Tambang
KONAWE KEPULAUAN, DETIKSULTRA.COM – Perusahaan tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP) Kabupaten Konawe Kepualauan (KonKep) kembali bermasalah dengan warga sekitar.
Hal ini dipicu karena PT GKP diketahui telah membawa alat pengebor tanah sebanyak tiga unit melewati lahan milik warga. Padahal empat bulan lalu, tepatnya Agustus 2019 masyarakat Desa Sukarela Jaya Kec. Wawonii Tenggara bersama Polda Sultra dan pihak perusahaan telah sepakat bahwa tak boleh ada aktivitas pertambangan sekecilpun, terlebih lagi dengan keberadaan alat pertambangan milik PT GKP, sambil menunggu proses mediasi selanjutnya.
Menurut pendamping Masyarakat Penolak Tambang KonKep, Hafidah, dengan kesepakatan ini, bahkan warga mendirikan pos penjagaan untuk menghalau jika peralatan perusahaan tambang memaksa masuk, menyerobot dan melewati lahan milik warga tersebut.
“Dua bulan terakhir ini, masyarakat sibuk memanen jambu mente. Mereka kecolongan, nanti mereka sadar ketika alat sudah naik dan mendengar bunyi mesin, padahal alat itu sudah diturunkan empat bulan yang lalu dan tak boleh naik kembali,” katanya, Senin (30/12/2019).
BACA JUGA:
PT GKP dinilai telah mengabaikan surat rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bernomor 131/TUA/XII/2019 tertanggal 13 Desember 2019 yang isinya. “Penghentian sementara terhadap aktivitas pertambangan maupun pembangunan jetty atau pelabuhan khusus (Pelsus) yang dilakukan oleh PT GKP, sampai adanya hasil evaluasi Kementerian Kelautan dan Perikanan RI terkait perizinan PT GKP yang diduga tidak sesuai dengan UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” bebernya
“Kita tetap mengacu pada kesepakatan awal itu secara lisan. Kemudian kita sudah mendapat rekomendasi dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Disitu jelas tertulis tidak ada aktivitas pertambangan sambil menunggu hasil keputusan lintas Kementerian. Tapi rupanya PT GKP tidak mengindahkan rekomendasi itu,” jelasnya.
Masalah semakin runyam ketika pihak Polsek dan Koramil Langara berjanji bakal mempertemukan pihak PT GKP dengan masyarakat, namun pihak perusahaan hanya mau menemui perwakilan pendamping masyarakat. Tentu saja keinginan tersebut ditolak malah membuat warga semakin marah kepada pihak perusahaan.
“Kapasitas saya hanya sebagai pendamping, sementara keputusan ada di warga. Akhirnya komunikasi itu buntu dan tidak menemui kata sepakat,” ungkapnya.
Warga mengultimatum bahwa alat pengebor PT GKP segera diturunkan dalam jangka waktu dua hari.
Dihubungi terpisah, Legal Officcer (LO) PT GKP, Marlion membenarkan bahwa pihaknya telah membawa alat pengebor menuju area konsesi milik perusahaan, namun pihaknya menolak jika dikatakan telah menggunakan jalur milik lahan warga.
“Itu hoaks, memang benar alat kami sudah naik sejak seminggu yang lalu, tapi menggunakan jalan desa seperti yang digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Alat kamipun naik dengan cara dipikul oleh warga yang kami gaji,” ujarnya.
Terkait alat PT GKP yang berada dalam lahan warga, Marlion menyatakan bahwa alat tersebut sudah masuk dalam area konsesi perusahaan.
“Alat itu ada di lahan kami! Bukan di lahan warga,” tegasnya
Selanjutnya Marlion juga menuturkan PT GKP selalu terbuka bagi siapapun untuk melakukan pertemuan terkait persoalan tambang berdasarkan prosedur yang sudah ditetapkan perusahaan.
“Kami juga mencegah jangan sampai konflik, karena berdasarkan pengalaman, yang minta izin masuk bertemu cuma empat orang, sementara (yang ikut) dibelakangnya banyak,” tandasnya.
Reporter: Sunarto
Editor: Qs