Buton UtaraHukum

Ini Kronologis Wanita Hamil Meninggal di Butur, Diduga Kelalaian Petugas Kesehatan

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Ladiadi warga Kelurahan Lipu, Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara (Butur), Sulawesi Tenggara (Sultra) menceritakan kronologis meninggalnya sang istri bersama bayinya.

Ia menjelaskan, hal itu bermula ketika istrinya bernama Asniati yang tengah hamil tua merasakan sakit perut seperti ingin melahirkan.

Tepat jam 11 malam pada Minggu (22/8/2021) sang suami memanggil nidan kelurahan untuk memeriksa istrinya yang saat itu sudah dalam kondisi pembukaan dua.

Usai istrinya diperiksa, bidan tersebut menyarankan apabila perut istrinya kembali merasakan sakit agar segera dibawa ke puskesmas.

Sekitar pukul 01.00 WITA dini hari, Senin (23/8/2021) istrinya dibawa ke Puskesmas Kulisusu. Pukul 04.30 WITA, air ketuban sudah mulai keluar walaupun masih pembukaan enam.

“Jam 7 pagi pembukaannya sudah hampir lengkap dan anjuran bidan agar istri saya berkeras, karena mau melahirkan normal,” ujar dia, Rabu (25/8/2021).

Setelah itu, pihak keluarga kembali menanyakan ihwal kondisi istrinya. Sebab pada saat itu istrinya sudah pembukaan terakhir, namun belum juga melahirkan.

Di saat bersamaan, bidan hanya menganjurkan agar istrinya terus berkeras untuk memantik agar ia melahirkan. Tidak lama kemudian, sekitar pukul 10.00 WITA, istrinya diberi obat semacam kapsul.

Karena sang suami awam dengan obat yang diberikan kepada istrinya, ia pun menanyakan. Hanya bidan tidak menjelaskan detail obat yang dikonsumsi istrinya.

“Yang ada jawabannya, kalau satu dosis kurang bagus, harus dua katanya. Kami pun pihak keluarga tidak tahu obat apa itu, yang jelas kami ikuti saja,” bebernya.

Sekitar sejam kemudian, lanjut dia, bukannya sakit untuk melahirkan, namun yang dirasakan istrinya sakit pada bagian ulu hati. Otomatis istrinya tak lagi berkeras karena sakit ulu hatinya sudah parah.

Meski sudah merasakan sakit, ditambah lemas karena ulu hatinya, pihak puskesmas tidak ada upaya untuk melakukan tindakan lebih lanjut.

Nanti ada upaya merujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Butur, setelah sang suami menanyakan ke pihak puskesmas karena kondisi istrinya sudah sangat lemas.

“Di situ barulah mereka bilang bahwa sudah mau dirujuk. Hanya yang jadi masalah kenapa waktu sudah pembukaan lengkap, kita tanya bagaimana kondisinya mereka bilang sedikit lagi, sudah tidak lama lagi mau melahirkan. Pokoknya itu terus alasannya mereka,” katanya.

Maunya Ladiadi, puskesmas harus proaktif mengkonsultasikan terkait kondisi pasien ke pihak keluarga. Supaya jika ada masalah segera dicarikan solusi. Namun hal itu tidak dilakukan oleh pihak Puskesmas.

Anehnya lagi, setelah dirujuk di RSUD Butur dan dilakukan pemeriksaan oleh petugas kesehatan, katanya kembali ke pembukaan satu. Padahal pada saat di puskesmas istrinya sudah dalam posisi pembukaan lengkap yang tinggal menunggu melahirkan.

Namun penjelasan RSUD Butur, jika memang sudah pembukaan lengkap maka tidak mungkin kembali ke pembukaan awal. Karena faktanya setelah diperiksa hasilnya baru pembukaan satu.

“Kita kaget juga ketika mendegar hasilnya seperti itu, sementara darah terus keluar. Di situ juga saya tanyakan dokter ahli kandungan lagi di mana, dijawab petugas katanya sementara di luar rumah sakit,” jelas Ladiadi.

Setelah menunggu kurang lebih satu jam, akhirnya dokter ahli kandungan datang dan lansung memeriksa pasien yang kondisi ulu hati istrinya makin parah.

Alhasil dokter bersangkutan menyatakan bahwa istrinya keracunan kehamilan akibat ulu hatinya sakit. Ia pun mencoba menceritakan bahwa sebelumnya istrinya diberi kapsul sebanyak dua dosis.

Hanya pihak RSUD tidak mengatakan bila sakit ulu hati itu akibat mengonsumsi kapsul yang diberikan oleh pihak puskesmas.

Lagian dia bilang, dalam materi rujukan puskesmas tidak sertakan di dalamnya jika istrinya diberikan kapsul sebanyak dua dosis.

“Perkiraan kami orang awam, jangan sampai pengaruh obat itu,” sebutnya.

Tidak lama kemudian, dokter RSUD Butur menyampaikan ke pihak keluarga jika pasien tidak memungkinkan lagi untuk melahirkan secara normal, melainkan melalui operasi sesar.

Ditambah lagi, apabila pasien dipaksakan untuk melahirkan secara normal di kala ulu hati pasien sedang sakit, takutnya akan berakibat fatal untuk keselamatan pasien.

Sehingga diberikan solusi untuk kembali di rujuk di RSUD Baubau, dengan alasan dokter ahli bedah yang akan melakukan operasi sesar sedang berada di luar kota.

Pihak keluarga mengamini solusi RSUD Butur, dengan catatan RSUD Baubau telah siap untuk melakukan operasi ketika pasien sampai di sana. Pasalnya pasien dalam kondisi membutuhkan pertolongan cepat, agar istrinya dan anak yang dalam kandungan tertolong.

“Mereka mengakui bahwa sudah di komunikasikan di RSUD Baubau. Kalau tiba akan langsung dioperasi, kami pun langsung jalan dengan jarak tempuh kurang lebih 12 jam menuju Baubau dari Butur menggunakan jalur darat,” terangnya.

Hanya sayangnya, Ladiadi menyebutkan dalam perjalan menuju RSUD Baubau bayi yang ada dalam kandungan istrinya meninggal dunia, karena keracunan ditambah guncangan saat di dalam kendaraan.

Meski begitu mereka tetap melanjutkan perjalanan dengan tujuan minimal sang istri dapat diselamatkan. Namun sampai di RSUD Baubau sekitar pukul 24.00 bukannya langsung dioperasi malah seperti pasein yang baru masuk.

Padahal sebelumnya, pihak RSUD Butur sudah menyampaikan bahwa sesampai di sana pasein akan langsung dioperasi. Tapi kenyataan tidak demikian.

“Mau tidak mau kita ikuti prosedur saja, karena dokter ahli bedah sedang tidak berada di RSUD. Padahal harusnya istri saya ini harus cepat ditangani dengan kondisinya yang sudah lemas,” tuturnya.

Keesokan harinya, istrinya menjalani operasi tepat ukul 06.00 WITA. Tidak lama kemudian, dokter keluar dari ruangan operasi memberitahukan bahwa pasien meninggal dunia.

Ia pun hanya pasrah menerima dengan ikhlas kepergian istri dan anaknya.

Namun yang ingin ditekankannya dari kejadian ini, yakni pemerintah daerah (Pemda) dalam menempatkan petugas kesehatan, khusunya petugas kesehatan baik di puskesmas dan RSUD Butur harus benar-benar bekerja secara profesional dan paham ketika berada di situasi genting seperti yang dialami oleh istrinya.

Takutnya, ada kejadian berikutnya yang akan dialami oleh pasien lainnya. Hal itu yang tak diinginkannya lagi. Dengan tegas ia menyebutkan ada kelalaian yang dilakukan oleh petugas kesehatan.

“Kedua kalau bisa dokter spesialis ditambah lagi, harus minimal dua orang dan harus siap siaga. Karena sakit tidak mengenal waktu,” tandasnya.

Hingga berita ini ditayangkan, Detiksultra.com belum mendapat pernyataan baik pihak Puskesmas Kulisusu maupun RSUD Butur. (ads*)

 

Reporter: Sunarto
Editor: Via

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button