Penolakan TKA dari China dan Kondisi ketenagakerjaan pekerja Lokal di VDNI dan OSS
Pro dan Kontra penolakan Tenaga Kerja Asing yang akan ditempatkan di PT. Virtu Dragon Nikel Industri dan PT. OSS banyak diutarakan oleh politisi, aktifitis dan bahkan sampai oleh Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. Dasar utama penolakan adalah Investasi asing.
Namun menjadi pertanyaan apakah investasi asing yang dimaksud adalah Investasi china ataukah investasi asing lainnya.
Kalau penolakannya terhadap investasi asing khususnya investasi China maka menjadi pertanyaannya jika penolakannya terhadap investasi asing maka seharusnya penolakannya dilakukan
pertama : terhadap regulasinya dan kedua : pembangunan smelter pada saat sementara di bangun.
Namun dua penolakan tersebut tidak dilakukan oleh mereka yang saat ini sedang gencar-gencar menolak TKA dari China.
Jika Penolakan TKA dari Cina dilakukan lalu timbul pertanyaan kenapa uang untuk berinvestasi dari cina tidak ditolak oleh mereka yang menolaknya.
Apakah karena datangnya TKA dari Cina lalu itu ditolak. Kalau ternyata yang ditolak karena TKA dari cina tetapi uang dari cina tidak ditolak maka penolakan tersebut terjadi karena sentimen ras bukan karena tenaga kerja asing yang ditolak.
Belum lagi jika merujuk pada Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing di dalamnya terdapat pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) maka menentukan Tenaga kerja asing dapat bekerja di wilayah negara RI adalah Menteri Tenaga kerja. Pemerintah Provinsi lebih merupakan pengawas bukan pengambil kebijakan.
Jadi setidaknya Komposisi tenaga kerja asing sudah diketahui untuk ditempatkan pada suatu perusahaan.
Jika melihat jumlah tenaga kerja di VDNI dan OSS diperkirakan ada sekitar 20ribuan pekerja dan tenaga kerja asing jumlahnya kurang dari seribu orang. Dari fakta ini apakah mengurangi hak tenaga kerja lokal dan sebenarnya apa yang ditolak?????.
Sebenarnya yang perlu diperhatikan dan diperbaiki adalah Kondisi tenaga kerja lokal kita. Kondisi Tenaga kerja lokal jauh dari kondisi yang layak untuk disebut pekerja yang bekerja pada sektor pertambangan;
Menurut data yang diperoleh LBH Kendari Kondisi tenaga kerja lokal di PT.VDNI dan PT. OSS dapat diuraikan sebagai berikut;l
- Sebagian besar pekerja masih berstatus sebagai Pekerja waktu tertentu atau pekerja kontrak padahal jika melihat jenis pekerjaannya maka seharusnya mereka adalah pekerja tetap.
- Perjanjian kerja dilakukan setiap 3 bulan sehingga ini melanggar UU ketenagakerjaan. Ada pekerja yang dikontrak sudah lebih dari dua tahun.
- Upah yang diterima untuk pekerja tambang tergolong rendah antara 3 juta sampai 5 juta. Sebagai perbandingan upah pekerja PT.IMIP kurang lebih 8 juta.
- Kondisi keselamatan kerja sangat minim. Keluhan dari driver truk pengangkut materiil walaupun tidak layak jalan tetap dipaksakan jalan. Akibatnya sering kali terjadi kecelakaan.
- Pekerja dengan mudah di PHK tanpa ada kesalahan.
- Maraknya praktek suap jika ingin menjadi pekerja PT.VDNI dan PT. OSS.
- Tidak ada dewan Pengupahan dan juga tidak ada Upah Minimum Sektoral khusus Pertambangan.
- Tidak adanya fasilitas tempat tinggal bagi pekerja lokal di VDNI dan OSS yang mengakibatkan pekerja harus kost dengan biaya kost yang mahal dan perusahaan tidak menganggarkan biaya tempat tinggal bagi pekerja.
Kondisi ini yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah dan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. Jika ingin meningkatkan kesejahteraan pekerja lokal.
Lalu menjadi pertanyaan apa yang mau ditolak dari TKA sedangkan kondisi tenaga kerja lokal kita saja tidak diperhatikan kesejahteraan oleh Pemerintah. Jadi ibarat pepatah kuman diseberang lautan terlihat tetapi gajah di pelupuk mata tidak terlihat?
Penulis
Anselmus AR Masiku
Direktur LBH Kendari dan juga Ketua DPD VOX POINT Sulawesi Tenggara