Menajemen Logistik Beras Nasional Ditengah Pandemik Covid-19
KENDARI.DETIKSULTRA.COM – Manajemen logistik pangan membutuhkan kebijakan dan finansial dari APBN. Penanganan jejaring sosial (social safety net) untuk menangani Pandemi Covid – 19. kebijakan pmerintah tidak menyentuh akar permasalahan pandemik Corona. Diumumkannya agar masyarakat menerapkan Social Distancing, karantina Wilayah sesuai protokol WHO, namun hanya setengah hati. Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) masih di rajut kebijakannya padahal korban sudah banyak berjatuhan.
Bulai Mei 2020 adalah bulan dimana situasi penanganan Covid diperkirakan sudah memasuki hari ke 50. Negara mengucurkan APBN sebesar Rp 405,1 triliun untuk menangani Pandemik Covid – 19 didalam negeri. Tetapi dana APBN tersebut hanya Rp 75 triliun saja yang dialokasi khusus untuk mengatasi Corona. Sisanya untuk stimulus program recovery ekonomi termasuk UKM dan Pajak. Lantas bagai mana dengan penanganan di sektor pangan? Berapa jumlah anggaran yang digelontorkan untuk pangan?
Rakyat Indonesia membutuhkan pangan dan jumlah penduduk Indonesia sekitar 300 juta jiwa butuh Beras pada bulan “Mei 2020”. perlu diwaspadai karena kebutuhan beras dalam waktu yang bersamaan, antara lain: pertama; Ummat Islam memasuki Rhamadan akan berakhir dibulan Mei, sedangkan Ummat akan menunaikan Kewajiban membayar Zakat dengan Beras 2,5 kg perjiwa dan ada sekitar 200 juta jiwa akan membayar Zakat atau sebesar 500 ribu Ton beras Zakat untuk didistribusikan pada H minus 1 di Hari Raya Idul Fitri untuk dibagikan ke para fakir miskin dan anak yatim piatu diseluruh pelosok negeri.
Kedua; Bertambahnya Orang miskin baru diperkirakan sebesar 5,2 juta akibat pandemik covid – 19 tidak punya pekerjaan karena baru di PHK dan dirumahkan, maka akan menambah jumlah orang miskin di Indonesia. Artinya akan terjadi peningkatan permintaan dipasaran. Penanganan secara profesional Logistik pangan sangat dibutuhkan kalau akan berujung pada instabilitas sosial harga bahan pangan. Mau impor beras pastinya akan menjadi sulit karena pemerintah tidak punya dana, harga beras internasional di negara eksportir juga sudah naik dan menahan stok berasnya untuk kepentingan dalam negerinya.
Satu data satu kebijakan
Surplus beras di awal Januari tahun 2020 sebesar 2,85 juta ton hanya bisa bertahan sampai bulan Januari. Ditambah lagi stok Bulog diawal tahun sebesar 2,3 Juta ton, perkiraan penyalurannya Bulog sebulan berkisar 300 ribu ton, dan telah habis disalurkan sampai dengan bulan April. Stok bulan Mei Bulog diperkirakan 1,2 juta ton. Itupun sudah termasuk dengan pengadaan Januari – April. Artinya pengadaan awal smeter pertama sangat kurang dari 200 ribu ton jauh dibawah pengadaan tahun sebelumnya (Year on Year). Minimnya pengadaan di tengah Pandemik Covid 19 tentu menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah.
Kalau kita mempercayai bahwa stok menghadapi Lebaran cukup maka dimana sesungguhnya stok yang banyak itu berada. Hasil survey (2015) BPS, stok beras yang dikuasai oleh Rumah tangga sebesar 47,57%, Bulog sebesar 19,30 %, Pedagang (Food Station) sebesar 18,32%, penggilingan Beras sebesar 8,22 % dan sisanya Horeka (Hotel, Restoran dan kafe) menguasai sebesar 6,59%. Dari data tersebut Posisi beras ready stok hanya dikuasai Perum Bulog sekitar 1,2 juta ton dan jumlah tersebut hanya bisa bertahan 15 hari bila dibandingkan konsumsi perbulan nasional sebesar 2,5 juta ton. Negara harus hadir disituasi disruption pandemik Covid – 19. Masalah untuk urusan perut (pangan) masyarakat tidak boleh tidak Negara harus menjamin ketersediaan beras kepada rakyatnya agar menjadi kepastian hadirnya negara dalam urusan pangan.
Tidak bisa lagi kedepan menyerahkan pangan ini kepada “mekanisme pasar” akan sangat berbahaya. Maka harus ada instrumen negara yang fokus menciptakan kepastian pangan bagi rakyatnya. Instrumen itu adalah BULOG, yang sejatinya harus segera ditugaskan untuk menjamin kepastian dalam kondisi apapun bukan lagi sebagai pemadam kebakaran, itulah bentuk mitigasi dan roadmap dalam penyelesaian krisis pangan saat ini.
BULOG tidak hanya ditugasi pada pengelolaan Stock pangan tapi harus lebih dari itu, BULOG harus direorientasi ulang, memiliki jaminan kepastian pasokan, BULOG harus diberi untuk menyusun kebijakan strategis agar setiap produksi pangan ada jumlah prosentase (%) yang harus dikuasai oleh negara melalui BULOG, cara inilah kepastian terwujudnya satu aspek untuk membuat kepastian, termasuk penanganan distribusi, pengelolaan Stock, pembiayaan dll. Pilihannya sederhana urus pangan dengan baik atau krisis pangan menanti.(LAK)
Dr. La Ode Amijaya Kamaluddin*) Mantan Pinwil Bulog Jambi dan Sultra