Air Sakral dari Bukit Majapahit
KOLAKA UTARA, DETIKSULTRA.COM – Bukit Majapahit merupakan situs budaya yang terletak di Desa Majapahit (Mopai), Kecamatan Pakue Tengah, Kabupaten Kolaka Utara. Bukit ini menyimpan banyak misteri, salah satunya adalah mata air sakral yang tiba-tiba muncul dari dalam goa tepat berada di bawah bukit.
Cerita mistis dan kesakralan air ini tidak terlepas dari keberadaan Kerajaan Luwu yang setiap tahunnya menggunakan air dari situs budaya Bukit Majapahit ini sebagai pelengkap dalam setiap acara resmi kerajaan. Air ini juga merupakan satu dari tiga mata air yang sangat disakralkan Kedatuan Luwu yang turut menghiasi rangkaian Festival Keraton Nusantara yang digelar di Keraton Luwu pada tanggal 9 September 2019 bulan depan.
Menurut keterangan tokoh adat H. Songkeng (Mokole Waworuo) yang juga mendapat undangan resmi dari Kedatuan Luwu, untuk hadir dalam festival keraton, jika setiap acara resmi kerajaan, tidak akan sah tanpa keberadaan air tersebut.
[artikel number=3 tag=”air,kolut”]
“Jadi rangkaian acara festival keraton itu berawal dari pengambilan air dari Bukit Majapahit, itu berlangsung selama satu hari. Ada tiga titik pengambilan air yang sangat disakralkan Kerajaan Luwu, pertama di Majapahit ini, kemudian di Bua dan Sabbang Luwu,” jelasnya.
Bahkan menurut Datu Luwu, air yang bersumber dari Majapahit itu nomor dua dari air zamzam.
“Waktu ketemu dengan Datu Luwu dia sampaikan kepada saya jika Majapahit sangat istimewa bagi Kedatuan Luwu karena airnya yang nomor dua dari air zamzam,” ungkap Mokole Waworuo.
Di tempat terpisah, Kepala Desa Majapahit, Rante, juga mengungkapkan pengalaman mistisnya sekitar 30 tahun silam, yang katanya pernah melihat langsung ribuan ular dengan berbagai bentuk dan jenisnya keluar dari sela-sela batu di sekitar mata air.
“Dulu sekitar tahun delapan puluhan kalau sudah pukul 15.00 sudah tidak ada lagi yang berani lewat di sekitaran bukit itu saking angker dan mistisnya,” katanya.
Namun sayang, di balik kesakralan dan mistisnya situs budaya Majapahit, Pemkab Kolut justru terkesan abai dengan potensi wisata yang terpendam di dalamnya. Hal ini membuat sebagian anggota DPRD Kolut yang ikut dalam prosesi pengambilan air sakral oleh Datu Luwu Agustus 2019 lalu, prihatin dengan kondisi situs yang tidak terawat serta dikelilingi pemukiman warga dan mengharapkan adanya atensi lebih dari Pemkab sehingga ke, depannya, situs tersebut bisa menjadi salah objek wisata yang dapat menggerakkan roda ekonomi masyarakat setempat sekaligus sumber PAD.
“Saya cukup perihatin dengan kondisi situs budaya ini. Seharusnya Pemkab lebih memperhatikan sehingga bisa menjadi icon budaya dan menjadi sumber ekonomi masyarakat setempat,” Kata Mustamin Shaleh, S.Ag kepada detiksultra, Senin (26/8/2019)
Kami juga sudah mengusulkan kepada Pemkab agar kedepannya melakukan relokasi untuk rumah warga yang berada di sekitar situs budaya.
“Jadi rumah warga bisa direlokasi ketempat lain, sehingga di sekitar situs budaya bisa ditata lebih baik, masa orang dari luar mengsakralkan sementara kita tidak,” tutupnya.
Reporter: Muh. Risal
Editor: Rani