FIB UHO Gelar Simposium Kebudayaan, Ulik Peran Perempuan sebagai Agen Perubahan
KENDARI, DETIKSULTRA.COM– Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Halu Oleo (UHO) menggelar Simposium Kebudayaan dengan mengusung tema “Peran Perempuan sebagai Agen Perubahan dalam Pemajuan Kebudayaan di Sulawesi Tenggara (Sultra)”. Kegiatan ini juga merupakan rangkaian Dies Natalis ke-43 UHO.
Dekan FIB UHO, Dr Akhmad Marhadi mengatakan, simposium kebudayaan yang dilakukan hari ini sangat penting untuk menggali sejauh mana peran perempuan dalam hal pemajuan kebudayaan. Pasalnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, perlu terus disosialisasikan dan dikerjakan oleh FIB, termasuk FIB UHO.
Terkait tema yang dibawakan, pihaknya bekerja sama dengan jaringan perempuan pesisir Sultra dan Kantor Bahasa Sultra. Hadir pula di acara tersebut, Kepala Kantor Bahasa Sultra, Uniawati yang juga sebagai narasumber.
Akhmad menyebut, motivasi dari kegiatan ini ialah melihat kebudayaan di Sultra yang sangat luar biasa.
“Jika bukan kita yang menjaga dan tanggung jawab akan budaya kita sendiri, lalu siapa lagi? Karena kita ini bisa disebut agen-agen yang melakukan perubahan dalam hal menggali potensi budaya, seperti melalui industri wisata,” tuturnya saat ditemui usai pelaksanaan Simposium Kebudayaan di Aula FIB, Kamis (22/08/2024).
Tidak sampai di situ, sebagai agen tentu perlu memperkenalkan budaya Sultra baik di tingkat nasional maupun kanca internasional. Hal ini jelas tidak lepas dari keterlibatan peran perempuan.
Dia menambahkan, Sultra sendiri dapat disebut miniatur Indonesia karena kebudayaan di daerah ini sangat beragam, dimana terdapat suku dan etnis yang bermacam-macam, begitupun dengan bahasa yang dimiliki.
“Melalui kegiatan ini pula, menjadi upaya kita untuk memotivasi pemerintah daerah bahwa budaya itu sangat penting untuk digali dan dijadikan sebuah industri dalam hal kemajuan Sultra termasuk Indonesia,” terangnya.
Pemajuan kebudayaan pun tidak lepas dari perempuan karena perempuan merupakan pelaku dalam hal peninggalan-peninggalan budaya yang ada di Sultra, sehingga peran patrilineal dan matrilineal masih sangat berfungsi.
“Hal itulah yang perlu digali, sejauh mana peran strategis perempuan Sultra dalam hal memajukan kebudayaan,” bebernya.
Sementara itu, Ketua Jaringan Perempuan Pesisir Sultra, Mutmainna mengungkapkan, kegiatan ini terlaksana berkat kerja sama pihaknya dengan Kementerian Pendidikan melalui program Dana Indonesiana yang secara khusus ditujukan untuk mendukung komunitas seni dan budaya di berbagai wilayah Indonesia.
Sebagai organisasi Jaringan Perempuan Pesisir, adalah sekelompok warga yang bergiat di wilayah pesisir Kota Kendari, Konawe Selatan, dan Konawe. Pihaknya berkomitmen untuk mengembangkan gerakan kebudayaan lokal yang diinisiasi oleh perempuan.
“Kami menyadari bahwa kelompok masyarakat yang kami dampingi seringkali kurang mendapat perhatian karena kondisi ekonomi yang kurang beruntung dan keterbatasan akses. Mereka, para nelayan, pemulung, dan pekerja informal lainnya, telah banyak berkontribusi dalam melestarikan budaya pesisir dengan cara mereka masing-masing,” jelas dia.
Untuk itu, pihaknya sangat antusias untuk menggali lebih dalam mengenai permasalahan kebudayaan dan perempuan di Sultra dari perspektif para ahli dan akademisi. Kolaborasi dengan Fakultas Ilmu Budaya diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih luas.
“Kami berharap kegiatan ini dapat menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang berharga bagi komunitas dan para penggiat kebudayaan untuk satu tahun ke depan,” harap Mutmainna. (bds)
Reporter: Septiana Syam
Editor: Biyan