Metro Kendari

Camat Angata Konawe Selatan Bantah Ingin Pukuli Warganya

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Camat Angata, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), La Anda Makati, menepis dirinya ingin memukul salah satu warganya asal Desa Lamooso.

La Anda menjelaskan, kejadian ini bermula saat dirinya duduk bersama dengan Pemerintah Desa Teteasa dan keluarga kedua belah pihak laki-laki dan perempuan untuk menyelesaikan persoalan adat, Minggu (11/12/2022).

Menurut dia, penyelesaian adat ini dilatarbelakangi ketidakinginan lagi pihak perempuan untuk bersama-sama dengan pasangannya. Sebab, pihak perempuan merasa pihak laki-laki tidak ada niatan menyelesaikan adatnya, sesuai yang telah disepakati bersama.

Apalagi pihak mempelai perempuan diduga kerap menjadi sasaran kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama bersama pasangannya dalam kurun waktu enam bulan lamanya.

Sehingga dari situ, pihak keluarga perempuan memutuskan untuk menyelesaikan dengan cara kawin cerai atau Pasolo Soro (sebutan dalam adat Suku Tolaki) dan Mesokei.

“Awal pertemuan sebelumnya, kedua belah pihak antara keluarga perempuan dan laki-laki sudah menyepakati mahar dibayarkan Rp50 juta. Hanya karena ini perempuan sering dipukul, makannya perempuan ini tidak mau lagi dan memutuskan untuk berpisah,” kata dia saat dihubungi Detiksultra.com, Senin (12/12/2022).

Karena pihak perempuan tidak mau lagi, sehingga prosesi adat Posolo Soro dan Mesokei dijalankan sesuai aturan adat Tolaki. Pada saat itu, pihak keluarga laki-laki dan perempuan juga telah menyepakati besaran yang akan dibayarkan.

Bahkan, antara kedua belah pihak keluarga dengan masing-masing pemerintah desa baik Pemerintah Desa Lamooso dan Teteasa sudah bermusyawarah sebelumnya atas pertimbangan adat yang dimuat dalam berita acara.

Namun, saat prosesi penyelesaian adat yang dilaksanakan kemarin di rumah pihak perempuan, tiba-tiba salah satu keluarga pihak laki-laki datang dan menolak apa yang sudah menjadi keputusan dalam berita acara.

Anehnya, yang datang menolak juga yang turut hadir mewakili pihak Desa Lamooso sekaligus perwakilan pihak keluarga laki-laki pada musyawarah yang digelar sebelumnya.

“Pada prinsipnya, apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama, pihak laki-laki tidak mau membayar uang Posolo Soro dan Mesokei senilai Rp5 juta. Dengan angka yang sudah ditetapkan juga sebenarnya sudah menghapus tindakan KDRT secara adat. Bahkan saya pribadi dan ada salah satu anggota DPRD ingin membantu membayar guna meringankan beban pihak laki-laki,” jelasnya.

Sehingga dia menegaskan, dalam proses penyelesaian adat tidak ada niatan atau aksi pemukulan yang dilakukannya kepada salah keluarga pihak laki-laki.

Yang ada dirinya mengusir dari tempat penyelesaian adat karena keluarga laki-laki dinilai tidak menghargai proses adat. Padahal sudah diputuskan bersama.

“Tidak benar mau dipukul, hanya disuruh keluar karena tidak sopan santun main tunjuk. Pake celana pendek datang padahal di situ orang tua semua, termasuk ada pemerintah. Dan Camat juga sudah ingin membantu menyumbang agar mereka selesaikan adatnya, tapi ditolak pihak keluarga laki-laki,” tukasnya.

Sebelumnya, di salah satu media online diberitakan A mengaku mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari Camat Angata saat mempertanyakan proses penyelesaian adat.

“Iya benar, saya tadi mau dipukul oleh Camat Angata padahal saya cuma pertanyakan soal adat,” tuturnya. (bds)

Reporter: Sunarto
Editor: J. Saki

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button