Metro Kendari

Intimidasi dan Hapus Foto Jurnalis, IJTI Sultra Minta Polisi Selidiki Oknum Jaksa dan Security Kejari Kendari

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Intimidasi hingga kekerasan pada jurnalis kembali terjadi. Kali ini, lima jurnalis di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) mengalami hal demikian, saat melakukan peliputan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kendari, Selasa (30/5/2023).

Awalnya, sejumlah wartawan datang ke Kejari untuk meliput setelah mengetahui adanya tahanan Kejari Kota Kendari yang kembali ditangkap usai mencoba melarikan diri.

Naufal, salah satu dari lima orang wartawan yang mendapat tindakan kekerasan dan intimidasi, mengaku langsung menyalakan telepon genggam dan melakukan live streaming melalui akun facebook.

Namun, tiba-tiba pegawai Kejari Kota Kendari langsung mengambil telepon genggamnya dan meminta Naufal menghapus gambar yang ada di dalamnya. Tetapi Naufal menolak dan terjadi tarik-menarik.

Baca Juga : Tahanan Kejari Kendari Kabur, Kasi Intel: Benar, Tapi Sudah Tertangkap

Saat itu, wartawan Tribunnewssultra tersebut berusaha menjelaskan bahwa dirinya adalah wartawan yang sedang melakukan peliputan. Tetapi jaksa perempuan itu tak mengindahkannya.

Jaksa tersebut tetap memaksa Naufal untuk menghapus rekamannya dan menghentikan peliputan serta mengusirnya dari dalam ruangan Kejari Kendari.

“Saya sempat bilang saya dari media, tapi dia bilang saya tau ji, keluar mi. Dia minta suruh hapus foto semua, sementara saya posisi live saat itu,” tuturnya.

Hal yang sama dialami Nilsan, wartawan Edisi Indonesia dan Muamar, wartawan Harian Publik. Mereka mendapat tindakan intimidasi dari jaksa dan sekuriti Kejari Kota Kendari.

Saat melakukan kerja-kerja jurnalistik, keduanya dihampiri beberapa pegawai Kejari Kendari dengan suara tinggi, yang meminta keduanya menghapus gambar yang direkam.

Saat itu, petugas kejaksaan mengamankan seorang laki-laki yang membantu tahanan kabur. Muammar lantas berupaya mengambil gambar dan hendak memotret peristiwa itu.

“Mereka (pegawai kejaksaan) datangi saya sambil larang ambil gambar, dan mencoba rampas HP, tapi saya pertahankan,” kata Muammar.

Jaksa dan pegawai Kejari Kendari langsung mendorong tubuh Muammar dan menyandarkan ke tembok areal PTSP, sambil marah serta melarang mengambil gambar.

Disaat yang sama, datang jaksa laki-laki memarahi Muammar dan menanyakan kartu pers.

“Kebetulan saya tidak bawa karena ada di dalam jok motor, tidak sempat saya ambil karena kejadian mendadak,” jelasnya.

Akibat peristiwa itu, Muammar tak sempat mengambil foto untuk bahan membuat karya jurnalistik. Muammar pun meminta foto dari rekannya.

Sementara Nilsan, jurnalis Edisi Indonesia  dirampas telpon genggamnya oleh pegawai Kejari Kendari kemudian dihapus foto-foto hasil peliputannya.

Tidak hanya itu, dua jurnalis lain yakni Mukhtaruddin, jurnalis Inews TV dan Ismail, jurnalis Media Kendari juga mendapat tindakan intimidasi. Sejumlah pegawai dan sekuriti Kejari Kendari bahkan meneriaki dan meminta keduanya tidak mengambil gambar.

Menyikapi itu, Kordinator Bidang Hukum dan Advokasi IJTI Sultra, Fadli Aksar menilai, kekerasan dan penghapusan hasil peliputan merupakan merupakan tindakan menghalang-halangi tugas jurnalis serta melanggar undang-undang.

Sebab, kerja-kerja jurnalis yakni mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan berita yang mana dilindungi oleh Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999.

“Sehingga siapapun tidak bisa menghalangi tugas jurnalis melakukan peliputan,” tuturnya.

Menurut Fadli, upaya menghalang-halangi kegiatan jurnalistik merupakan pelanggaran hukum dan dapat dipidana sebagaimana Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

“Dalam ketentuan Pasal 4 Ayat 2, dan Ayat 3, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pelaku dapat dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp500 juta,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua IJTI Sultra, Saharuddin, mengecam tindakan kekerasan dan penghalang-halangan terhadap lima jurnalis yang dilakukan oleh jaksa, pegawai dan sekuriti Kejari Kendari.

“Bahwa tindakan menghalangi, mengintimidasi, dan menghambat tugas jurnalistik adalah bentuk ancaman nyata kebebasan pers,” katanya.

IJTI Sultra pun mendesak Jaksa Agung dan Kajati Sultra turun tangan menjatuhkan sanksi tegas para jaksa, pegawai dan sekuriti yang melakukan kekerasan terhadap lima jurnalis di Kendari. Meminta aparat kepolisian untuk menyelidiki, memproses dan membawa kasus ini sampai ke pengadilan dengan menerapkan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

“Meminta seluruh pihak untuk menghormati kerja-kerja jurnalis. Sebab, aktivitas jurnalistik dilindungi dan dijamin UU,” tandasnya.

IJTI Sultra juga mengimbau kepada jurnalis untuk tetap menaati kode etik dan keselamatan dalam melakukan peliputan. (bds)

Reporter: Sunarto
Editor: Wulan

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button