Kesehatan

Jangan Salah Persepsi, Jarak Waktu Kehamilan Hindarkan Bayi Stunting!

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menyayangkan persepsi kaum ibu yang mengatakan “sekalian repot”, sehingga mereka melahirkan anak dalam jarak waktu di bawah tiga tahun. Hal itu dikemukakannya saat menerima audiensi Perkumpulan Kepala Dinas Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, Keluarga Berencana (Bangga Kencana) se-Jawa Barat, Jumat (23/6/2023) sore, di ruang rapat BKKBN, Jakarta.

Persepsi itu, menurut dr. Hasto, justru membuat pertumbuhan dan perkembangan anak akan terganggu, karena jarak yang terlalu dekat antara kelahiran anak satu ke anak berikutnya. Idealnya spacing atau jarak kelahiran minimal tiga tahun. Kelahiran yang terlalu dekat, menurut dr. Hasto, menyebabkan anak dan bayi dalam kandungan sama-sama stres.

“Anak yg masih di luar membutuhkan kasih sayang, sementara anak yang dikandung stres karena saat ibu tersebut menyusui, kandungannya akan berkontraksi meremas-remas perut ibu,” jelas dr. Hasto.

Efek stres pada bayi akan berdampak ke masa depan mereka. Karena itu, dr. Hasto mengingatkan pentingnya menjaga jarak kelahiran.

Menurut dr. Hasto, dalam Al-Qur’an sudah diatur bahwa jarak kelahiran 30 bulan dan menyusui selama 24 bulan. Sementara WHO (Badan Kesehatan Dunia) mengatur jarak kelahiran 36 bulan.

Sebenarnya itu semua sudah diatur papar dr. Hasto, yang juga mengingatkan bahwa ubun-ubun bayi akan menutup sempurna juga pada usia bayi 24 bulan. Dalam periode tersebut dipastikan kesehatan reproduksi perempuan sudah kembali ke kondisi normal. Sehingga kehamilan akan aman bagi ibu dan bayi.

“Spacing berpotensi memunculkan kasus stunting. Sukses stunting, maka kematian ibu dan bayi juga akan turun,” tutur Hasto.

Untuk mengawal agar prevalensi stunting dapat ditekan, dr. Hasto meminta Tim Pendamping Keluarga dan jajaran OPD KB di daerah mendorong calon pengantin (catin) mengisi data kesehatan mereka dalam aplikasi elsimil (elektronik siap nikah siap hamil) yang dikembangkan BKKBN tiga bulan sebelum mereka menikah.

“Bila berdasarkan data pada elsimil ada indikasi catin akan melahirkan bayi stunting, maka kita akan dorong mereka ke Puskesmas dulu,” jelas dr. Hasto.

Katanya dalam program stunting, tugas dan fungsi BKKBN sama seperti dalam program KB.

“Kita sukseskan program Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan, dengan cara kita ubah mindset keluarga. Program kita zero conflict. Tujuan kita membantu orang,” ujar dr. Hasto.

Perluasan Program

Sementara itu, Dian Budiana, yang memimpin perkumpulan itu mengatakan program BKKBN mengalami perluasan dan menjangkau seluruh dimensi pembangunan.

“Itu yang kami rasakan di lapangan. Karenanya, kunjungan langsung ke Pak Hasto sangat penting,” jelas Diana.

Dalam pertemuan itu juga dipaparkan oleh Ani Gestapian dari OPD KB Sumedang tentang program inovasi yang dikembangkan daerahnya.

Inovasi itu berupa aplikasi/tools terintegrasi holistik dari hulu hingga hilir terkait stunting dan program Bangga Kencana.

Hadir dalam pertemuan itu kepala OPDKB kabupaten/kota dari Bandung Barat, Kota/Kabupaten Bekasi, Sumedang, Cimahi, Kabupaten Cianjur, Kota Sukabumi, Kabupaten  Subang, Kabupaten  Karawang, Kota Cirebon, Kota Depok, Kabupaten  Bogor, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Bandung. (kjs)

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button