Metro Kendari

Penetapan Ketua KAHMI Sultra Dianggap Ilegal dan Inkonstitusional

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Penetapan ketua terpilih dalam Musyawarah Wilayah (Muswil) VI Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) berujung pada polemik. Diketahui, Muswil VI KAHMI Sultra diselenggarakan selama dua hari pada 3-4 September 2022. Salah satu agenda pentingnya adalah pemilihan Ketua Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sultra periode 2022-2027.

Presidium Majelis Wilayah KAHMI periode 2017-2022, Abdul Kadir mengatakan, sejatinya pelaksanaan pemilihan sebagai rangkaian akhir muswil selesai minggu 4 September 2022. Namun dalam perjalanannya, terjadi sebuah dinamika yang berujung pada deadlock.

Ia menjelaskan, pada Minggu malam, sidang musyawarah pemilihan ketua berjalan. Namun di tengah sidang, terjadi beda pendapat antara kubu Ruksamin dan Yusmin.

Kubu Yusmin menghendaki digunakannya sistem kepemimpinan tunggal atau presidensial. Sementara kubu Ruksamin meminta sistem yang digunakan adalah sistem presidium, yang dipimpin sebanyak tujuh orang. Kedua opsi jelas diatur dalam AD/ART KAHMI.

“Tadi malam setelah berlangsungnya sidang-sidang, ada sedikit perbedaan pandangan tentang opsi apa yang terbaik untuk kesinambungan kepemimpinan di Majelis Wilayah KAHMI Sultra. Ada yang memilih opsi presidium, ada pula yang menginginkan opsi presidensial,” kata dia, Senin (5/9/2022).

Dari pandangan dan pertimbangan Majelis Daerah KAHMI di 17 kabupaten/kota,  Sterring Committee (SC) Muswil VI KAHMI Sultra, memutuskan untuk tetap memakai sistim presidium. Tapi keputusan itu ditolak oleh kubu Yusmin.

Karena menimbang ada kubu yang menolak, maka SC Muswil VI KAHMI Sultra memutuskan untuk melakukan skorsing sidang, dengan waktu yang tidak ditentukan. Tujuan skorsing sidang, kata dia, presidium sebagai penengah ingin terlebih dahulu melakukan pertemuan dengan SC untuk mencari format terbaik yang bisa ditawarkan pihak yang memilih sistim presidensial dan presidium.

Tiba-tiba, terqdengar kabar bahwa yang menolak sistim presidium meninggalkan arena sidang. Kemudian melanjutkan sidang serta menetapkan satu calon tunggal hingga terpilih dengan menggunakan sistim presidensial.

“Rupanya ini menjadi sulit dari kawan-kawan kita. Ada yang terlalu bersemangat memaksakan harus presidensial. Berdasarkan inventarisasi, memang yang paling tepat adalah sistem presidium dengan memberikan kesempatan oleh semua orang,” ucap Kadir.

“Jadi kami anggap, yang hari ini melanjutkan kegiatan Muswil tanpa sepengetahuan SC yang membuka sidang, dalam sudut pandang organisasi itu adalah tindakan ilegal,” lanjutnya.

Di tempat yang sama, presidium sidang Muswil VI KAHMI Sultra, Muhammad Endang SA mengatakan, memang di dalam AD-ART, perihal skorsing sidang tidak diatur. Namun, dalam metode persidangan, jelas diatur siapa yang membuka sidang, maka dialah yang harus menutup sidang.

“Jangankan yang menutup yang membuka, di dalam metode persidangan di HMI itu juga diatur soal palu sidang. Kalau dia betul kader HMI harusnya paham. Dari segi etika, masa lain yang buka lain yang tutup. Palu sidangnya juga masih ada sama saya,” bebernya.

Sementara itu, Ketua Panitia Muswil VI KAHMI Sultra, Nasruddin mengatakan, aktivitas sidang yang terjadi pagi hari hingga sore ini, itu di luar pengetahuan panitia karena semalam setelah deadlock, ada briefing SC yang menyepakati cooling down menunggu hasil pertemuan seluruh SC.

“Siang ini sebenarnya disepakati waktu untuk para SC untuk membicarakan mencari solusi atas kebuntuan semalam itu. Makanya saya pulang tidur karena yang saya tahu bahwa harus ada hasil pertemuan internal SC dan MW,” ujarnya.

Tetapi dengan kondisi yang kemudian muswil dilanjutkan tanpa sepengetahuan penanggung jawab sidang. Ini  menunjukkan adanya kekeliruan terhadap pihak yang melanjutkan muswil.
Sebab, pada prinsipnya, jika memahami alur konstitusi dan menghormati prosesnya, maka apabila sidang tersebut sedang diskorsing, yang membuka juga pihak bersangkutan atau yang diberi kewenangan.

“Jadi ujuk-ujuk datang mengambil alih sidang,” tegasnya.

Karena secara hirarki berorganisasi masih ada diatas dari KAHMI Sultra yakni KAHMI nasional, maka persoalan ini akan diteruskan ke KAHMI nasional untuk menimbang ataupun memutuskan jalan keluarnya.

“Terlepas bahwa muaranya nanti akan diputuskan oleh KAHMI Nasional terkait masalah initetapi apa yang dilakukan oleh teman-teman (kubu Yusmin) yang melakukan Muswil sepihak tanpa penanggung jawab maka itu ilegal dan tidak sah secara konstitusi karena di sana tidak ada penanggung jawab, panitia, tidak kuorum,” tukasnya. (bds)

 

Reporter: Sunarto
Editor: Wulan Subagiantoro

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button