KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UHO menyelenggarakan Gerakan Anti Golput dalam seminar nasional yang bertema Politik Beradab, Politisi Bermutu Guna Mewujudkan Pendidikan Politik yang Baik.
Seminar yang dihadiri Dr. La Ode Abdul Natsir Selaku Ketua KPU Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Titie Angraeni, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Sitti Rakhma, SP, MM dari Bawaslu, Dr. La Tarifu S.Pd, M.Si Dekan Fisip UHO, dan Dr M. Najib Husain, S.Sos, M.Si dosen FISIP UHO sekaligus pengamat politik Sultra.
Seminar ini juga mendorong peserta pemilu agar tidak golput, karena melihat fenomena golput yang tinggi, seperti dalam Pileg (Pemilihan Legislatif) tahun 1999 tercatat 17,06% golput, tahun 2004 15,93%, tahun 2009 29,01% dan 2014 sempat menurun 24%, tetapi golput lebih mendominasi.
[artikel number=3 tag=”uho,seminar,golput,” ]
Untuk Pilpres, data golput terus mengalami peningkatan
Berdasarkan data, pada Pemilu tahin 2000, tercatat ada sekitar 22% golput, tahun 2009 ada 27% dan 2014 ada 29%.
“Yang menjadi masalah bukan cuma golput, untuk pemilihan legislatif tercatat surat suara yang tidak sah di tahun 2009 sekitar 17 juta. 500 tidak bisa dihitung karena coblosnya salah. Tahun 2014 ada sekitar 14 juta surat suara tidak sah. Jadi tantangan besar kita bukan hanya untuk mendorong untuk tidak golput, tapi kami juga memastikan pemilih tau, paham dan benar dalam memilih,” jelas Titie Angraeni, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi.
Yang menjadi masalah juga, sebagian besar dari caleg kita tidak mau membuka profil dirinya. Yang menjadi pertanyaan, ada apa sehingga gerakan anti golput ini juga harus diikuti dengan pemilih yang kritis, berpikir tentang bagaimana latar belakang calon yang akan dipilih.
“Kita punya tanggung jawab bukan hanya ke TPS, tetapi bisa benar dalam dua hal, benar cara mencoblosnya, benar dalam memilih calonnya,” tutupnya.
Reporter: M4
Editor: Rani
