Tugas, Wewenang dan Larangan Penjabat Kepala Daerah
Sebanyak kurang lebih 170 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya tahun 2023 ini, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota akibat diserentakkannya Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia pada 2024, maka kepala daerah yang masa jabatannya berakhir tahun 2023 akan diisi oleh penjabat kepala daerah.
Di Provinsi Sulawesi Tenggara, sebanyak 3(tiga) Kepala Daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 2023. Baru-baru ini masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara H. Ali Mazi dan H. Lukman Abunawas berakhir pada 5 September 2023 dan telah dilantik Penjabat Gubernur Sultra yang baru oleh Mendagri atas nama Presiden. Dan selanjutnya Bupati Konawe dan Wali Kota Baubau yang akan berakhir sebentar lagi pada 24 September 2023.
Sesuai bunyi Pasal 201 ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023, diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024, (baca: Mekanisme Pengusulan dan Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah).
Nantinya penjabat kepala daerah yang ditunjuk menggantikan para kepala daerah dan wakil kepala daerah yang telah berakhir masa jabatannya, dalam menjalankan tugasnya diwajibkan setiap tiga bulan sekali untuk membuat laporan pertanggungjawaban. Laporan tersebut menjadi bahan evaluasi sekaligus mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
Para penjabat kepala daerah wajib untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban tugas setiap tiga bulan sekali kepada Presiden melalui Mendagri untuk penjabat gubernur, sedangkan penjabat bupati dan wali kota melaporkan tugas-tugasnya kepada Mendagri melalui gubernur.
Tugas dan Wewenang Penjabat Gubernur, Bupati, dan Wali Kota
Penjabat kepala daerah yang akan menggantikan sementara posisi kepala daerah yang telah berakhir masa jabatannya sampai dengan terpilihnya kepala daerah hasil pemilihan serentak 2024 mendatang, penjabat kepala daerah tersebut memiliki tugas dan wewenang menggantikan kepala daerah definitif hasil Pilkada sebelumnya yang akan bertugas selama 1 (satu) tahun kedepan.
Sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (1) Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Kepala Daerah, Pj Gubernur, Pj Bupati, dan Pj Wali Kota memiliki tugas, kewenangan, kewajiban, dan larangan yang sama dengan tugas, wewenang, kewajiban, dan larangan Gubernur, Bupati, dan Wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah.
Merujuk pada Pasal 65 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan, Kepala daerah mempunyai tugas: memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD.
Selanjutnya tugas kepala daerah juga menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama; mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara, wewenang kepala daerah (Pj gubernur, Pj bupati dan Pj wali kota pada Pasal 65 ayat (2) dalam melaksanakan tugas, kepala daerah berwenang: mengajukan rancangan Perda; menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah; mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat; melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
LARANGAN PENJABAT GUBERNUR, BUPATI DAN WALI KOTA
Selain tugas dan wewenang penjabat kepala daerah yang sebagaimana disebutkan diatas, penjabat kepala daerah juga dilarang untuk melakukan hal-hal yang dilarang di dalam undang-undang dan peraturan menteri dalam negeri.
Larangan bagi penjabat kepala daerah dimaksud diatur di dalam Pasal 15 ayat (2) Permendagri 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Wali Kota.
Pasal tersebut menyebutkan ada 4 (empat) larangan bagi penjabat kepala daerah (Pj gubernur, Pj bupati dan Pj wali kota) yang dilarang dilakukan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Larangan dimaksud diantaranya dilarang: melakukan mutasi ASN; membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya; membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Terkait dengan larangan penjabat kepala daerah melakukan mutasi ASN, mengutip pernyataan dan penjelasan Kepala Biro Humas BKN, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) melalui Surat Nomor K.26-30/V.100-2/99 tentang Penjelasan Atas Kewenangan Penjabat Kepala Daerah di Bidang Kepegawaian, menerbitkan larangan bagi penjabat kepala daerah untuk melakukan mutasi pegawai. Penjabat kepala daerah yang dimaksud adalah pejabat yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, bupati dan walikota.
Dalam surat kepala BKN menegaskan penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan untuk melakukan mutasi pegawai yang berupa pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam/dari jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN), menetapkan keputusan hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, kecuali setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Jadi larangan-larangan tersebut yang disebutkan diatas, dapat dikecualikan setelah penjabat kepala daerah dalam hal ini penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Selanjutnya selain tugas, wewenang dan larangan, penjabat kepala daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban sebagai Pj Gubernur, Pj Bupati, dan Pj Wali Kota memiliki hak keuangan dan hak protokoler yang setara dengan kepala daerah definitif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebagai informasi selain tugas, wewenang dan larangan penjabat kepala daerah yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Kepala Daerah, tugas dan wewenang penjabat kepala daerah juga diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Namun, aturan (beleid) tersebut lebih spesifik mengatur mengenai tugas, wewenang dan larangan penjabat kepala daerah ketika kepala daerah definitif mengikuti kampanye dalam Pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Secara umum tugas, wewenang dan larangan penjabat kepala daerah yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Permendagri Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, hampir sama dengan tugas, wewenang dan larangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Kepala Daerah.
Berikut tugas dan wewenang Pjs Gubernur, Pjs Bupati, dan Pjs Wali kota selama masa kampanye Pilkada menurut Pasal 9 ayat (1) Permendagri Nomor 1 Tahun 2018 yaitu memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; memfasilitasi penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota yang definitif serta menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil; dan melakukan pembahasan rancangan Peraturan Daerah dan dapat menandatangani Peraturan Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri; dan melakukan pengisian pejabat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Kemudian pada Pasal 9 ayat (2) Permendagri 1 Tahun 2018, disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenang Pjs Gubernur, Pjs Bupati, dan Pjs Wali kota bertanggung jawab dan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada menteri.
Selanjutnya larangan penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah yang dilarang dilakukan penjabat kepala daerah yakni melakukan mutasi pegawai; membatalkan perizinan yang telah dibuat pejabat sebelumnya. Kemudian, membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan pejabat sebelumnya; dan membuat kebijakan yang bertentangan dengan program pemerintah sebelumnya. Namun, larangan itu dikecualikan jika penjabat kepala daerah mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.
Hal ini diatur secara jelas dalam Pasal 132 A ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Berikut bunyi Pasal 132 A ayat (1) Penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah atau yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang: melakukan mutasi pegawai; membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya; membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Kendari Medio September 2023
Penulis: Pemerhati Hukum, Pemerintahan Daerah dan Demokrasi
Oleh : Adly Yusuf Saepi, S.H., M.H.