Sikap toleransi sebagai solusi merawat kebinekaan.
Penulis : La Ode Inta, Eks Ketum MPM UHO
Manusia merupakan makhluk yang sangat berbeda dengan makhluk hidup lain, karena dia memiliki pikiran, akal, dan perasaan. Namun, dengan segala pikiran, akal, dan perasaannya tentu saja manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Oleh karena nya manusia seringkali disebut-sebut sebagai makhluk sosial.
Dalam suatu konsekuensi dari pergaulan sosialnya dengan manusia lain, maka kehidupannya tidak serta merta tanpa masalah akan tetapi selalu diwarnai dengan gesekan sosial.
Hampir setiap kejadian sosial, perilaku kita sering menemukan titik gesek. Hal ini di tandai dengan antaranya akan selalu timbul persinggungan dan gesekan dengan manusia lainnya. Oleh karena itu, setiap manusia pada dasarnya unik, dan tidak bisa disamakan antara satu sama lainnya. Tapi yang perlu menjadi ruang pembenahan adalah titik gesek kemudian kita jadikan sebagai irisan makna keluarga yang mengarah keharapan yang terbaik.
Untuk menghindari persinggungan atau gesekan dengan manusia lain atau kelompok masyarakat lain, tentu saja itu kita sangat memerlukan suatu sikap toleransi tinggi dalam dunia sosial maupun kehidupan kita masing-masing. Karena kita tau wujud sikap toleransi adalah adanya saling menghargai sesama kita.
Apa lagi dalam menghadapi tantangan dan gempuran pada era globalisasi ini tentu saja menjadikan media sebagai sentral kebebasan dalam membuat dan menyebarkan kontent informasi apa pun itu hingga pada akhirnya dapat di konsumsi oleh publik ataupun khalayak umum, siapapun dia yang selama ini menjadi user sosial media.
Sebagaimana data yang dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pak Rudiantara mengatakan bahwa ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (hate speech). Dan ternyata saat ini telah dicedrai oleh hate speech dan hoax yang menjadi ancaman dalam bersosial media kita.
Sehingga kemudian aktualisasi dari nila-nilai toleransi itupun mulai pudar dan menurun di tengah kehidupan masyarakat indonesia. Oleh Karenanya terlalu banyak info-info hoax yang di share oleh user sosmed yang tidak bertanggungjawab sehingga memicu mosi tidak percaya terhadap sesama pengguna sosmed, pada akhirnya terjadinya hate speech dan saling menghujat sesama kita semua sehingga berakhir konflik kepentingan dengan terus berkomentar miring dengan mempertahankan ego masing masing sesama User sosmed.
Nah inilah akan menjadi salah satu penyakit generasi anak Indonesia saat ini, mestinya kita bijak bersosial media dengan cara kita filter ( saring ) terlebih dahulu pada setiap berita, lalu kita sharing. Serta tentunya perlu kita waspadai bersama demi keberlanjutan harmonisasi di NKRI.
Sebagaimana perjuangan para pendahulu kita dan tentu sebagai generasi penerus bangsa dan penikmat kemerdekaan ini telah bersepakat bahwa Pancasila sebagai dasar negara dengan semboyan BHINEKA TUNGGAL IKA, artinya apa? Negara ini telah menghargai, dan mengapresiasi serta mengakomodir semua perbedaan-perbedaan di masyarakat sebagai Rahmatanlilalamin dalam satu bingkai kesatuan yang utuh.
Jadi bila ada kelompok sosial masyarakat tak menaati kesepakatan tersebut berarti dia bukan bagian dari NKRI.
Maka dari itu, dari dalam diri kita dibutuhkan sikap toleransi sebagai solusi nyata dalam merawat kebinekaan.
Karena kita tau bersama bahwa Kebhinekaan merupakan suatu kekayaan bangsa yang wajib dijaga, dan dirawat. Memupuk nilai-nilai toleransi dalam kebhinekaan yang sudah ada, perlu terus ditingkatkan dan dilaksanakan oleh individu, kelompok, dan negara.
Toleransi pada tingkat negara membutuhkan undang-undang, penegakan hukum, dan proses peradilan dan administrasi yang adil dan tidak memihak kepada siapapun.
Merujuk pada deklarasi prinsip-prinsip tentang toleransi oleh negara-negara anggota UNESCO, promosi toleransi sebagai pembentukan sikap keterbukaan, saling mendengarkan dan solidaritas tinggi dan massif harus dilakukan di sekolah-sekolah dan universitas baik swasta maupun negeri.
Disamping itu, pendidikan non formal, di rumah dan tempat kerja juga merupakan media penting dan strategis sebagai sarana promosi toleransi dalam bingkai kemajemukan.
Oleh karenanya sikap toleransi menghadirkan warna baru dengan merawat kebinekaan demi terwujudnya keindahan dalam harmonisasi rumah kita bersama bernama Indonesia.